Dalil Keutamaan Hari Jumat
Jumat adalah hari yang agung, dengannya Allah
mengagungkan dan menghiasi Islam. Allah memuliakan umat Muhammad shallallahu
'alahi wasallam dengan hari Jumat, yang tidak diberikan kepada umat-umat
nabi terdahulu.
Terdapat beberapa dalil yang menunjukan
keutamaan hari Jumat. Bahkan ada beberapa ulama yang secara khusus menjadikannya
dalam satu bentuk karya, seperti kitab al-Lum’ah Fi Khashaish al-Jumat,
karya Syekh Jalaluddin al-Suyuthi.
Berikut ini di antara dalil yang menyebutkan
keutamaan hari Jumat.
Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad
meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits:
سَيِّدُ
الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ
النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ
وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ
سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ
وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا
جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
“Rajanya hari di sisi Allah adalah hari
Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fithri. Di dalam
Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan
mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di
dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di
dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa
atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada
Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu
kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat”.
Mengapa langit, bumi, batu dan benda-benda
mati lainnya mengalami kekhawatiran? Padahal benda-benda tersebut merupakan
makhluk yang tidak bernyawa?
Syekh Ihsan bin Dakhlan dalam Manahij
al-Imdad menjelaskan sebagai berikut:
أَيْ
يَخْلُقُ اللهُ تَعَالَى لَهَا إِدْرَاكًا لِمَا يَقَعُ فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ
فَتَخَافُ...الى ان قال....وَالسِّرُّ فِيْ ذَلِكَ أَنَّ السَّاعَةَ كَمَا
تَقَدَّمَ تَقُوْمُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بَيْنَ الصُّبْحِ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ
فَمَا مِنْ دَابَّةٍ اِلَّا وَهِيَ مُشْفِقَةٌ مِنْ قِيَامِهَا فِيْ صَبَاحِ هَذَا
الْيَوْمِ فَإِذَا أَصْبَحْنَ حَمِدْنَ اللهَ تَعَالَى وَسَلَّمْنَ عَلَى
بَعْضِهِنَّ وَقُلْنَ يَوْمٌ صَالِحٌ حَيْثُ لَمْ تَقُمْ فِيْهَا السَّاعَةُ
“Maksudnya, Allah menciptakan kepada
makhuk-makhluk tidak bernyawa ini pengetahuan tentang hal-hal yang terjadi pada
hari Jumat tersebut. Rahasia dari kekhawatiran mereka adalah bahwa hari kiamat
sebagaimana telah dijelaskan terjadi pada hari Jumat di antara waktu Subuh dan
terbitnya matahari. Maka tidaklah binatang-binatang kecuali khawatir akan
datangnya hari kiamat pada pagi hari Jumat ini. Saat pagi hari tiba, mereka
memuji kepada Allah dan memberi ucapan selamat satu sama lain, mereka
mengatakan; ini hari baik. Kiamat tidak terjadi pada pagi hari ini”. (Syekh
Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286,
cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt).
Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi meriwayatkan
dari Abdillah bin ‘Amr bin al-‘Ash sebuah hadits:
مَا
مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا
وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tiada seorang Muslim yang mati di hari atau
malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur”.
Syekh Ihsan bin Dakhlan dalam kitab Manahij
al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286 cetakan Pondok Pesantrena
Jampes Kediri, mengutip keterangan dari Imam al-‘Azizi bahwa hadits tersebut
mencapai derajat hadits Hasan.
Ulama berbeda pendapat mengenai maksud
terjaganya orang yang wafat di hari Jumat dari fitnah kubur. Menurut Imam
al-Manawi orang tersebut tidak ditanya Malaikat di kuburan. Sedangkan menurut
pendapat yang dipegang oleh Imam al-Zayadi, bahwa orang yang mati di hari Jumat
tetap ditanya malaikat, namun ia diberi kemudahan dalam menjalaninya.
Syekh Ihsan bin Dakhlan mengatakan:
قَالَ
الْمَنَاوِيُّ بِأَنْ لَا يُسْأَلَ فِيْ قَبْرِهِ اِنْتَهَى وَهَذَا خِلَافُ
ظَاهِرِ الْحَدِيْثِ وَالَّذِيْ اِعْتَمَدَهُ الزَّيَادِيُّ أَنَّ السُّؤَالَ فِي
الْقَبْرِ عَامٌّ لِكُلِّ مُكَلَّفٍ اِلَّا شَهِيْدَ الْمَعْرِكَةِ وَمَا وَرَدَ
فِيْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَنَّهُمْ لَا يُسْئَلُوْنَ مَحْمُوْلٌ عَلَى عَدَمِ
الْفِتْنَةِ فِيْ الْقَبْرِ أَيْ يُسْئَلُوْنَ وَلَا يُفْتَنُوْنَ.
“Maksud dari hadits tersebut, Imam al-Manawai
mengatakan dengan sekira ia tidak ditanya malaikat di kuburnya. Pendapat
al-Manawi ini menyalahi makna zhahirnya hadits. Pendapat yang dipegang Imam
al-Zayadi bahwa pertanyaan malaikat di alam kubur menyeluruh untuk setiap orang
mukallaf kecuali syahid yang gugur di medan pertempuran. Keterangan yang
menyebutkan bahwa segolongan ulama tidak ditanya malaikat di alam kubur
diarahkan pada arti ketiadaan fitnah, maksudnya mereka tetap ditanya malaikat
dan tidak mendapatkan fitnah”. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad
Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt).
Menjalankan shalat Jumat merupakan hajinya
orang-orang yang tidak mampu. Imam al-Qadla’i dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
اَلْجُمُعَةُ
حَجُّ الْفُقَرَاءِ
“Jumat merupakan hajinya orang-orang fakir”.
Terkait hadits tersebut, Syekh Ihsan bin
Dakhlan menjelaskan:
يَعْنِيْ
ذَهَابُ الْعَاجِزِيْنَ عَنِ الْحَجِّ اِلَى الْجُمُعَةِ هُوَ لَهُمْ كَالْحَجِّ
فِيْ حُصُوْلِ الثَّوَابِ وَاِنْ تَفَاوَتَ وَفِيْهِ الْحَثُّ عَلَى فِعْلِهَا
وَالتَّرْغِيْبُ فِيْهِ.
“Maksudnya, berangkatnya orang-orang yang
tidak mampu berhaji menuju shalat Jumat, seperti berangkat menuju tempat haji
dalam hal mendapatkan pahala, meskipun berbeda tingkat pahalanya. Dalam hadits
ini memberi dorongan untuk melakukan Jumat”. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij
al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.282, cetakan Ponpes Jampes Kediri,
tt).
Dalam hadits lain disebutkan:
مَنْ
غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ
يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ
خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
“Barang siapa membasuh pakaian dan kepalanya,
mandi, bergegas Jumatan, menemui awal khutbah, berjalan dan tidak menaiki
kendaraan, dekat dengan Imam, mendengarkan khutbah dan tidak bermain-main, maka
setiap langkahnya mendapat pahala berpuasa dan shalat selama satu tahun. (HR.
Al-Tirmidzi dan al-Hakim).
Hadits ini menurut Imam al-Tirmidzi berstatus
hadits Hasan dan menurut al-Hakim mencapai derajat hadits Shahih.
Dalam hadits Imam Muslim disebutkan:
مَنْ
تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَدَنَا وَاسْتَمَعَ
وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ
أَيَّامٍ
“Barang siapa berwudlu kemudian memperbaiki
wudlunya, lantas berangkat Jumat, dekat dengan Imam dan mendengarkan
khutbahnya, maka dosanya di antara hari tersebut dan Jumat berikutnya ditambah
tiga hari diampuni”. (HR. Muslim).
Muslim yang membaca surat al-Kahfi pada hari
Jumat, ia akan dinanugi cahaya di antara dua Jumat. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنْ النُّورِ مَا
بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
“Barang siapa membaca surat al-Kahfi pada
hari Jumat, maka Allah memberinya sinar cahaya di antara dua Jumat”.
Hadits tersebut diriwayatkan dan dishahihkan
oleh imam al-Hakim.
Nabi menganjurkan agar memperbanyak membaca
shalawat pada hari Jumat. Dalam sebuah hadits ditegaskan:
أَكْثِرُوا
عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى
عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
“Pebanyaklah membaca shalawat kepadaku di hari
dan malam Jumat. Barangsiapa membaca shalawat untuku satu kali, maka Allah
membalasnya sepuluh kali”.
Hadits tersebut diriwayatkan al-Baihaqi
dengan beberapa sanad yang baik (hasan).
Demikianlah penjelasan mengenai keutamaan
hari Jumat. Masih banyak lagi dalil-dalil yang menyebutkan keutamaan hari
Jumat, jauh lebih banyak dari apa yang telah disebutkan di atas. Semoga
bermanfaat. Semoga kita senantiasa mendapat taufiq dari Allah untuk bisa
menjalankan amaliyyah di hari Jumat dengan konsisten. []
(M. Mubasysyarum Bih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar