Senin, 06 Agustus 2018

Nasaruddin Umar: Haji dan Drama Kosmos


Haji dan Drama Kosmos
Oleh: Nasaruddin Umar

CERITA makrokosmos dalam agama-agama anak cucu Nabi Ibrahim (Abrahamic Religion), yakni Yahudi, Kristen, dan Islam, terkait dengan peristiwa haji. Meskipun haji rukun Islam terakhir (kelima), merupakan ibadah tertua bagi umat manusia.

Ibadah haji sarat dengan berbagai makna simbolis. Haji tidak bisa dimaknai hanya sebagai ibadah ritual sebagai pelengkap rukun Islam, tetapi harus dipahami sebagai ibadah holistik-universal, yang sesungguhnya juga dilakukan oleh makhluk lain selain manusia. Haji dapat dilukiskan sebagai drama kosmos yang menceritakan hubungan interaktif antara alam semesta sebagai makrokosmos dan manusia sebagai makhluk mikrokosmos.

Pertunjukan drama kosmik diperankan oleh malaikat, jin, setan, manusia, dan binatang dengan mengambil lokasi 'Arasy, Baitul Ma'mur, bumi, alam barzakh, surga, dan neraka. Sementara itu, yang bertindak sebagai pemeran utama ialah Adam, Hawa, Ibrahim, Ismail, dan iblis. Yang bertindak sebagai sutradara tidak lain ialah Allah SWT, Sang Pencipta seluruh alam.

Bermula ketika Allah SWT mengumumkan rencananya untuk menciptakan makhluk pendatang baru dalam jagat makrokosmos bernama manusia, lalu para malaikat mempertanyakan kebijakan itu dengan mengatakan, ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan-Mu?” Tuhan berfirman, ”Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS Al-Baqarah/2:30). Ayat ini mendapatkan penjelasan sejumlah hadis. Kisah mirip seperti ini juga dijelaskan dalam kitab kejadian dalam perjanjian lama (Taurat).

Akhirnya dalam menanggapi bahasa Allah SWT seperti itu, maka para malaikat, termasuk Azazil (nama iblis sebelum dikutuk), menyesali kelancangannya mempertanyakan kebijakan Allah SWT, ditandai dengan tawaf mengelilingi Arasy, istana Tuhan, selama berhari-hari sambil menangis menyadari kelancangannya.

Akhirnya pada suatu hari Allah SWT menyapa mereka dan mereka diminta untuk pindah di Baitul Makmur, miniatur Arasy, dibangun di bawah Arasy. Di situlah nenek moyang kita Adam dan Hawa ikut bertawaf bersama malaikat dan jin di tempat yang sama.

Pada saat Adam diciptakan seorang diri, ia gelisah dan memohon diciptakan pasangan lalu diciptakanlah Hawa dari tulang rusuknya sendiri. Selama di surga, keduanya diminta untuk tidak mendekati buah khuldi. Di sinilah iblis mulai berperan, membujuk keduanya untuk memakan buah khuldi (secara bahasa berarti ‘kekal’), jika ingin kekal di dalam surga. Akhirnya keduanya tergoda oleh bujuk rayu iblis. Akibatnya, Adam dan Hawa dijatuhkan dari surga kenikmatan ke bumi penderitaan.

Keduanya berjumpa di bukit Arafah (perjumpaan), yang sekarang menjadi arena haji. Permintaan pertama yang mereka minta ialah rumah pertobatan sebagaimana halnya di Baitul Makmur. Allah SWT kemudian memerintahkan malaikat membangunkan Ka’bah di Mekkah tepat garis lurus di bawah Baitul Makmur, sebagaimana disebutkan di dalam QS Ali Imran/3:96, ”Sesungguhnya rumah mula-mula dibangun untuk (untuk tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah)yang diberkahi dan menjadi penunjuk bagi semua manusia)”. Di halaman Ka’bah itu Adam dan Hawa melaksanakan tawaf.

Drama kosmik yang melibatkan pemeran utamanya lintas makhul, yaktu makhluk biologis, semibiologis, makhluk spiritual, dan semispiritual, dengan lokasi antarplanet, yakni dunia metafisik (untuk menghindari konotasi negatif 'dunia gaib') dan dunia nyata di alam raya, yakni di bumi ini.

Dengan demikian, ibadah haji adalah ibadah makhluk makrokosmos dan makhluk mikrokosmos. Ibadah haji mempertemukan antara berbagai jenis alam dan makhluk Allah SWT. Dalam pembahasan tasawuf haji, masalah ini dibahas lebih terperinci. []

MEDIA INDONESIA, 31 Juli 2018
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar