Senin, 20 Agustus 2018

(Ngaji of the Day) Perbedaan Rukun Haji dan Wajib Haji dalam Mazhab Syafi'i


Perbedaan Rukun Haji dan Wajib Haji dalam Mazhab Syafi'i

Madzhab Syafi’i membedakan rukun haji dan wajib haji. Pembedaan keduanya tidak terdapat pada ibadah lainnya. Rukun haji ini menjadi bagian inti ibadah haji. Rukun ini menentukan keabsahan ibadah haji. Rukun haji ini tidak dapat digantikan dengan denda lainnya.

Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin dalam Buysral Karim menyebutkan sebagai berikut:

فصل في أركان الحج أي أجزاء الحج والعمرة وهي التي يتوقف صحتهما عليها ولا تجبر بدم وغيره

Artinya, “Pasal mengenai rukun haji, yaitu bagian dari haji dan umrah. Rukun haji dan umrah adalah sesuatu yang menjadi keabsahan keduanya. Rukun tidak dapat ditutupi dengan dam atau lainnya,” (Lihat Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin, Buysral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 516).

Abu Syuja dalam Taqrib, karyanya yang terkenal, menyebut secara rinci rukun haji. Menurutnya, rukun haji terdiri atas empat hal. Sementara wajib haji terdiri atas tiga hal.

وأركان الحج أربعة الإحرام مع النية و الوقوف بعرفة والطواف و السعي بين الصفا والمروة...وواجبات الحج غير الأركان ثلاثة أشياء الإحرام من الميقات ورمي الجمار الثلاث والحلق

Artinya, “Rukun haji ada empat: ihram beserta niat, wukuf di Arafah, tawaf, dan sa’i antara Shafa dan Marwa… Wajib haji di luar rukun haji ada tiga: ihram dari miqat, lempar tiga jumrah, dan cukur,” (Lihat Abu Syuja, Taqrib).

Abu Syuja menempatkan cukur ke dalam wajib haji, bukan rukun haji. Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin dalam Buysral Karim berbeda dari Abu Syuja. Menurutnya, rukun haji terdiri atas lima hal. Salah satunya adalah cukur.

وأركان الحج خمسة الإحرام و الوقوف بعرفة والطواف والسعي والحلق

Artiny, “Rukun haji ada lima: ihram, wukuf di Arafah, tawaf, sa’i, dan cukur,” (Lihat Syekh Bafadhal Al-Hadhrami, Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah pada Hamisy Buysral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 516).

Perbedaan keduanya dalam penyebutan rukun haji disinggung oleh KH Afifuddin Muhajir dalam karyanya Fathul Mujibil Qarib berikut ini.

ويشترط لصحته ثلاثة أمور الأول كونه سبع مرات والثانى أن يبدأ بالصفا ويختم بالمروة والثالثة أن يكون بعد طواف ركن أو قدوم، وبقي من أركان الحج الحلق والتقصير والمصنف عده من الواجبات لا من الأركان، ويجب أن يكون الإحرام متقدما غلى جميع الأركان السابقة

Artinya, “Syarat keabsahan sa’I ada tiga: pertama, sa’I itu tujuh kali. Kedua, titik mula di bukit Shafa dan titik akhir di bukit Marwah. Ketiga, sa’I dilakukan setelah tawaf rukun atau tawaf qudum. Rukun haji lainnya adalah cukur atau memendekkan rambut. Tetapi penulis Taqrib menganggapnya sebagai wajib haji, bukan rukun haji. Ihram wajib didahulukan dibandingkan rukun-rukun yang lain,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 89).

Kalau mengikuti kategori yang dibuat oleh Syekh Ba’asyin, maka rukun haji ada lima:
1. Ihram.
2. Wukuf di Arafah.
3. Tawaf.
4. Sa’i.
5. Cukur rambut.

Semua rukun ini harus dikerjakan dalam ibadah haji. Rukun ini menentukan keabsahan haji. Lain halnya dengan wajib haji. Kalau salah satu wajib haji ditinggalkan, orang yang meninggalkannya dapat menggantinya dengan dam. Sementara hajinya tetap sah.

فصل واجبات الحج وهي ما يصح بدونها وكذا الاثم إن لم يعذر

Artinya, “Pasal mengenai wajib haji. Wajib haji adalah sejumlah hal yang mana haji itu tetap sah tanpanya, tetapi dosa bila wajib haji ditinggalkan tanpa uzur,” (Lihat Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin, Buysral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 539).

Syekh Said Ba’asyin menyebutkan enam wajib haji sebagai berikut:
1. Mabit di Muzdalifah.
2. Lempar jumrah aqabah tujuh kali.
3. Lempar tiga jumrah di hari tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
4. Mabit pada malam tasyriq.
5. Ihram dari miqat.
6. Tawaf wada.

Meskipun wajib haji tidak berpengaruh pada keabsahan haji, orang yang meninggalkannya tanpa uzur terkena dosa atas kelalaiannya. Wallahu a‘lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar