Bolehkah Berdoa Memohon
Kematian?
Seseorang yang dilanda krisis berkepanjangan
mungkin akan mengalami keguncangan mental yang luar biasa. Krisis bisa
diakibatkan karena penyakit kronis yang tak kunjung sembuh, atau terhimpit
kemiskinan yang terus menerus, atau pula karena tertimpa bencana yang
mengerikan.
Dalam keadaan seperti itu seseorang yang
lemah imannya bisa mengalami keputusasaan dari berharap rahmat Allah, dan
kemudian mengharapkan kematian segera. Pertanyaannya adalah bolehkah berdoa
memohon kematian seperti itu?
Pertanyaan tersebut dapat ditemukan
jawabannya dalam kitab karya Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad
berjudul Sabîlul Iddikâr wal I’tibâr bimâ Yamurru bil Insân wa Yanqadli Lahu
minal A’mâr (Dar Al-Hawi, Cet. II, 1998, hal. 58) sebagai berikut:
ويُكره
تمني الموت، والدعاء به، لضر ينزل بالإنسان، من مرض أوفقر أو نحو ذالك من شدائد
الدنيا فإن خاف فتنة في دينه جاز له تمنيه، وربما نُدِبَ
Artinya: “Adalah makruh (tidak disukai) mengharapkan
mati atau berdoa memohon kematian disebabkan penderitaan yang menimpa
seseorang, seperti penyakit, kemiskinan, dan hal-hal semacam itu yang merupakan
kesengsaraan dunia. Namun jika ia merasa takut hal itu akan menjadi fitnah
(godaan berat) terhadap agamanya, maka hal itu diperbolehkan, dan terkadang
malah dianjurkan.”
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa
hukum mengharapkan atau berdoa memohon kamatian disebabkan merasa tidak kuat
atas penderitaan dan kesulitan yang bersifat jasmani seperti terkena penyakit
yang parah, terhimpit kemiskinan yang menyengsarakan, dan sebagainya, adalah
makruh. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari
Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi sebagai berikut:
لا
يَتَمَنَّيَنَّ أحدكم الموت لضر نزل به، فإن كان لا بد فاعلاً فليقل: اللهم أحيني ما كانت الحياة خيرًا لي، وتوفني إذا كانت
الوفاة خيرًا لي.
Artinya: “Jangan sekali-kali ada orang di
antara kalian menginginkan kematian karena tertimpa suatu bencana. Namun jika
sangat terpaksa, maka sebaiknya ia mengucapkan doa: ‘Ya Allah biarkanlah aku
hidup sekiranya hidup itu lebih baik bagiku, dan matikanlah aku sekiranya
kematian itu lebih baik bagiku’.”
Kutipan di atas menjelaskan mengharapkan
kematian sesungguhnya tidak dianjurkan sekalipun dilatarbelakangi kesengsaraan
karena tertimpa bencana, misalnya. Namun demikian pada tingkat tertentu hal itu
bisa dibenarkan dengan catatan cara memohonnya harus dengan doa yang tidak
mencerminkan keputusasaan. Doa tersebut harus seperti yang diajarkan Rasulullah
SAW sebagaimana dicontohkan dalam hadits di atas, yakni tidak memohon kematian
itu sendiri secara mutlak tetapi lebih memasrahkannya kepada Allah SWT Yang
Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
Maksudnya biarlah Allah sendiri yang
memutuskan apakah seseorang akan dimatikan atau dipetahankan hidup sebab pada
hakikatnya hanya Allah yang mengetahui mana yang lebih baik antara hidup dan
mati. Bisa jadi Allah tetap mempertahankan hidup seseorang dengan maksud
memberinya kesempatan untuk menambah kebaikan-kebaikannya atau memperbaiki diri
sebagai pertobatan bagi yang banyak dosanya. Hal ini sesuai dengan Hadits
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut:
لا
يَتَمَنَّى أحدكم الموت، إما محسن فلعله يزداد، وإما مسيء فلعله يَسْتَعْتِبُ.
Artinya: “Janganlah ada seseorang dari kalian
yang mengharapkan kematian. Jika ia orang yang baik, mudah-mudahan hal itu
menambah kebaikannya. Dan jika ia orang yang buruk semoga ia dapat
memanfaatkannya untuk bertobat.”
Selanjutnya Sayyid Abdullah Al-Haddad
menjelaskan di halaman yang sama (hal. 58) bahwa kematian seseorang
sesungguhnya telah ditetapkan dengan qadha’-Nya sebagaimana kutipan berikut
ini:
إن
الموت أمر مكتوب على جميع الأنام، وقضاء محتوم على الخاص والعام، وقد سوى الله فيه
بين القوي والضعيف، والوضيع والشريف.
Artinya: “Sesungguhnya kematian adalah
sesuatu perkara yang telah ditetapkan pada seluruh manusia dan berlaku tanpa
terkecuali. Allah tidak pilih kasih dalam hal ini sehingga tidak memandang kuat
lemahnya fisik seseorang ataupun tinggi rendahnya kedudukan mereka di
masyarakat.”
Kesimpulannya, berdoa memohon kematian sesungguhnya
tidak baik dan tidak perlu apa pun alasannya sebab kematian seseorang
sesungguhnya telah ditetapkan oleh Allah SWT sebelum kelahirannya ke alam dunia
ini. Oleh karena itu siapa pun, terutama mereka yang berada dalam kondisi
kritis, sebaiknya dapat memadang hidup apa pun kondisinya sebagai kesempatan
untuk beramal baik. Orang yang sudah baik diharapkan dapat menambah
kebaikannya; sedangkan yang belum baik diharapkan dapat memanfaatkannya untuk
bertobat sebelum ajal benar-benar menjemputnya. []
Muhammad Ishom, dsoen Fakultas Agama Islam
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar