Menggapai Haji Mabrur
Oleh: Nasaruddin Umar
KEJATUHAN Adam dan Hawa dari langit kebahagiaan ke bumi
penderitaan sesungguhnya bagian dari drama kosmos. Drama ini terungkap di dalam
kitab suci Abrahamic Religion. Di dalam Alquran pun dikisahkan di dalam empat
surah yang berbeda. Di antaranya ialah selama berada surga Adam dan Hawa hidup
dalam kemewahan. Semua bisa dinikmati kecuali satu, yaitu mendekati pohon
keabadian (khuldi).
"Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga
serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk
orang-orang yang lalim." (QS al-A’raf/7:19).
Ketenangan Adam dan Hawa terus-menerus mendapatkan godaan dari
iblis dengan berbagai dalih, antara lain, Adam dan Hawa dilarang memakan buah
pohon keabadian itu karena jika engkau memakannya, engkau akan hidup abadi di
surga. Padahal, Allah SWT bermaksud memindahkanmu ke bumi penderitaan.
Disebut pohon keabadian (khuldi) karena jika dimakan buahnya, akan
abadi di dalam surga. Adam dan Hawa dilarang Tuhan memakannya karena Tuhan
punya program untuk mengeluarkan Adam dan Hawa dari surga ke sebuah tempat yang
menyengsarakan dan penuh tantangan.
Sebagian ulama tafsir mengatakan ayat di atas sebagai ayat
metaforis. Yang sesungguhnya dilarang itu ialah berhubungan sebagaimana
layaknya suami-istri yang kemudian melahirkan keturunan. Ini bisa dipahami dari
ayat berikutnya; “Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk
menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya dan
setan berkata, "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini,
melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang
yang kekal (dalam surga)." (QS al-A’raf/7:20). Setelah keduanya melakukan
pelanggaran, reaksi pertama yang mereka sadari ialah, “Tatkala keduanya telah
merasai buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru
mereka, "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan
Aku katakan kepadamu: Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu
berdua?" (QS al-A’raf/7:22).
Setelah itu, keduanya baru sadar bahwa mereka sudah tertipu oleh
iblis. Keduanya sadar dan terus memohon maaf kepada Allah SWT dengan doa yang
diabadikan di dalam Alquran, “Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS
al-A’raf/7:23).
Akibat lanjutan dari pelanggaran itu, keduanya jatuh ke bumi
penderitaan meninggalkan surga kenikmatan. Allah berfirman, "Turunlah kamu
sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu
mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka
bumi sampai waktu yang telah ditentukan." (QS al-A’raf/7:24). Dalam
kegalauan dan penyesalannya, anak manusia ini terus memohon ampun kepada Allah
SWT agar dinaikkan kembali ke kampung halamannya di surga.
Keduanya juga memohon rumah pertobatan sekaligus rumah ibadah
kepada Allah SWT seperti Baitul Ma’mur yang pernah diberikan kepada malaikat.
Akhirnya Allah SWT mengabulkan doanya dan malaikat diperintahkan untuk
membangunkan rumah pertobatan di bumi bernama Kabah di Mekah, sebagaimana
dijelaskan di dalam QS Ali ‘Imran/3:96, ”Sesungguhnya rumah mula-mula dibangun
untuk (untuk tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah
(Mekah)yang diberkahi dan menjadi penunjuk bagi semua manusia).” Bangunan suci
ini merupakan 'surat undangan' Tuhan untuk kembali ke surga. Wajar jika orang
yang mendapatkan hidayah khusus selalu menikmati ibadah haji meskipun penuh
dengan tantangan. []
MEDIA INDONESIA, 02 Agustus 2018
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar