Rabu, 15 Agustus 2018

Nasaruddin Umar: Pusat Grafitasi Spiritual: Kabah


Pusat Grafitasi Spiritual: Kabah
Oleh: Nasaruddin Umar

SECARA kebahasaan, kata Kabah berasal dari akar kata ka’aba-ya’ubu-ku’uban berarti menonjol, penuh, padat berisi, atau montok. Dari kata itu membentuk kata ’ka’aba (membuat berbentuk kubus) dan ka’bah berarti ruas, kubus, atau bangunan bersegi empat. Kabah juga bisa berarti kemuliaan, keluhuran, dan kebesaran (al-syarf wa al-majd). Ka’bah secara fisik merupakan bangunan berbentuk kubus yang terletak di tengah Masjid Haram, Mekah. Bangunan itu ialah monumen suci bagi umat Islam.

Kabah menjadi patokan arah kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia. Kabah juga merupakan ba­ngunan yang wajib dikunjungi pada saat musim haji dan umrah. Kabah berukuran 13,10 m tinggi dengan sisi 11,03 m x 12,62 m. Jika kita menggunakan GPS, posisi Kabah terletak pada 21°25’21,2“ lintang utara, 039°49’34,1“ bujur timur, dan elevasi 304 meter.

Kabah dianggap sebagai  pusat grafitasi spiritual karena seluruh jemaah haji harus memutarinya dengan cara thawaf, yakni memutari Kabah sebanyak tujuh kali sambil memberikan pengakuan kebenaran Ilahi, labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika lak. Kabah oleh kalangan ahli tarekat dianggap sebagai miniatur Al-Dhurah yang dibangun di Baitul Makmur dan Al-Daurah sendiri dianggap miniatur Arasy, Istana Tuhan. Semenjak di Arasy, para malaikat selalu melakukan thawaf mengitari Arasy sampai Allah SWT memindah­kannya ke Baitul Makmur yang di dalamnya sudah dibangunkan Al-Daurah.

Pemindahan itu terkait dengan ’kelancangan’ malaikat mempertanyakan kebijakan Allah SWT tentang rencana penciptaan manusia, sebagaimana diuraikan di dalam QS Al-Baqarah/2:30 dst. Setelah itu, Allah SWT menciptakan miniatur ’Arasy bernama Al-Dhurah di Baitul Makmur, kemudian para malaikat diminta melanjutkan thawaf mereka di tempat baru itu. Di tempat itu pula Adam dan Hawa pernah bergabung dengan malaikat melaksanakan thawaf. Setelah Adam dan Hawa membuat pelanggaran di surga, Allah SWT pun memindahkan Adam dan Hawa ke Bumi, dan di sana dibangunkan miniatur Al-Dhurah bernama Kabah. Di sinilah Adam bersama anak cucunya melanjutkan tradisi thawaf itu mengelilingi Kabah sebagai miniatur Arasy atau ’Istana Tuhan’.

Dalam sebuah riwayat Israiliyat dijelaskan, Kabah dibangun persis dalam garis lurus di bawah Al-Dhurah dan Arasy. Dengan demikian, Kabah merupakan pusat grafitasi spiritual karena semenjak azali sudah menjadi pusat thawaf oleh para malaikat dan jin. Sebagai pusat grafitasi spiritual sudah barang tentu energi daya sedotnya sangat kuat. Itu bisa terasa bagi siapa pun yang berada di dalam radius terdekat di Kabah, akan merasakan vibrasi amat kuat. Meskipun tempatnya berdesak-desakan dengan manusia dari berbagai etnik, tidak pernah mengurangi kekhusyukan di dalam beribadah kepada Allah SWT.

Terkadang tidak peduli orang lain, isak tangis dan deraian air mata keterharuan terhadap yang punya rumah, Allah SWT. Di halaman Kabah seolah merupakan kampung halaman spiritual para peziarahnya. Salat di samping­ Kabah 100 ribu lebih utama pahalanya di sisi Allah SWT jika dibandingkan dengan di tempat lain di luar Kota Mekah dan Madinah.

Memahami ibadah haji tidak cukup hanya memahami makna fiqhiyyah seperti rukun, syarat, sunat, dan hal-hal yang bersifat teknis, seperti tertera di dalam buku-buku manasik haji. Tidak cukup juga hanya dengan memahami makna simbolis seperti sering diperkenalkan para ahli ’irfan atau tasawuf, tetapi diperlukan suasana batin lebih mendalam lagi jika ingin meresapi dan menghayati makna hakikat haji. Memang betul, memahami hikmah di balik simbol-simbol haji, termasuk memahami simbol Kabah, akan mengantar kita kepada kesakralan ibadah haji.

Bahkan lebih penting dari itu ialah memaknai secara sufistik di balik simbol-simbol haji. Perubahan mendasar (shifting) akan terjadi di dalam diri seseorang yang mampu menembus pemahaman sufistik itu. Bahkan sesungguhnya inilah yang mampu menghadirkan haji mabrur, sebuah kualitas haji yang menjadi idaman bagi para hujjaj. []

MEDIA INDONESIA, 06 Agustus 2018
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar