Literasi Digital
untuk Generasi Milenial
Judul
: Literasi Digital: Transformasi Pendidikan dan Inspirasi Generasi Milenial
Penulis
: M. Hasan Chabibie
Penerbit
: Pustekkom Kemdikbud dan NusantaraPro
Cetakan
: Pertama, 2017
ISBN
: 978-998-887-501-xx
Tebal
: 219 halaman
Peresensi
: Fathoni Ahmad
Arus deras informasi
di era digital menuntut masyarakat lintas generasi agar cerdas menangkap
konten-konten yang bertebaran di dunia maya, baik melalui portal atau situs
berita maupun media sosial. Langkah ini dilakukan karena tidak sedikit informasi
palsu (hoaks) atau berita bohong (fake news) yang kerap mempengaruhi seseorang
sehingga berdampak pada tatanan sosial yang terganggu, menimbulkan keresahan,
dan perpecahan antarelemen bangsa.
Atas sedikit banyak
dampak yang ditimbulkan dari era digital ini, sejumlah elemen bangsa sadar akan
tantangan hebat yang bakal dihadapi oleh generasi Indonesia ke depan. Sebelum
menginjak ke berbagai tantangan yang lebih serius, kelompok yang sadar akan
keberlangsungan Indonesia terus berupaya membekali anak-anak yang disebut
generasi milenial ini untuk memperkuat literasi digital.
Generasi milenial
disebut juga Generasi Z. Merujuk pada abjad huruf, Z merupakan huruf terakhir
sehingga bisa dikatakan bahwa generasi milenial merupakan generasi terakhir
dengan perkembangan teknologi yang luar biasa. Dalam klasifikasi generasi era
digital, generasi ini disebut native digital, generasi yang lahir ketika era
digital telah berkembang pesat.
Adapun generasi
satunya disebut digital immigrant. Generasi ini lahir ketika terjadi proses
transformasi digital. Lahir ketika era internet belum berkembang pesat bahkan
belum ada perkembangan internet, kemudian saat ini dihadapkan pada era di mana
generasi asli digital atau native digital juga menghadapinya.
Kelompok digital
immigrant inilah yang sadar akan tantangan perkembangan digital bagi masa depan
bangsa dan generasi mudanya sehingga terus mendorong literasi digital agar
generasi Z tidak terlalu terbius dengan virus digital dan segala sesuatu yang
mengiringinya. Namun, kelompok digital immigrant juga tidak sedikit yang
terpengaruh dengan gaya kehidupan generasi milenial.
Langkah pencerdasan
generasi milenial inilah yang membuat seorang M. Hasan Chabibie menulis buku
tentang Literasi Digital: Transformasi Pendidikan dan Inspirasi Generasi
Milenial. Buku setebal 219 halaman ini memuat tentang langkah pencerdasan
generasi Z dengan pemahaman substantif tentang literasi digital dengan
mengemukakan sejumlah contoh insipratif dari berbagai tokoh yang sukses
membangun kerajaan digitalnya.
Di antara tokoh-tokoh
yang sukses yang membangun kerajaan digital yang diungkapkan Hasan Chabibie
yaitu, pendiri Facebook Mark Zuckerberg; pendiri Google Lary Page dan Sergey
Brin; pendiri Twitter Evan Williams, Jack Dorsey, Christoper Biz Stone, dan
Noah Glass; dan pendiri Alibaba Jack Ma. Mereka menghiasi dunia digital dengan
berbagai platform yang bisa digunakan oleh generasi milenial untuk berinteraksi
dengan sesamanya, baik untuk kebutuhan sosial, bisnis, pendidikan, dan lainnya.
Poin penting yang
diungkap dari kisah para pendiri kerajaan digital tersebut ialah komitmen yang
kuat dalam melakukan inovasi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan manusia zaman
modern sehingga dalam buku yang diterbitkan oleh Pustekkom Kemdikbud dan
NusantaraPro ini juga memberikan gambaran jelas terkait karakteristik generasi
milenial. Perkembangan era digital satu sisi bisa memperkuat bangunan
kemanusiaan sebuah bangsa, tetapi di sisi lain juga dengan mudahnya masyarakat
terpengaruh dengan arus informasi yang beredar sehingga potensi perpecahan juga
mudah tersulut.
Hal ini seperti yang
Hasan Chabibie tulis di halaman 49: “Di tengah arus media digital yang demikian
massif, kebinekaan yang menjadi identitas warga Indonesia mendapat ancaman
(tantangan, red) serius. Ancaman itu berupa meningkatnya eskalasi kebencian dan
provokasi yang disebarkan secara massif melalui media sosial. Revolusi
teknologi dan mudahnya akses media sosial ternyata menyimpan ruang gelap berupa
kebencian dan isu-isu negatif yang dihembuskan kelompok radikal.”
Kelompok yang radikal
yang diidentifikasi Hasan Chabibie tidak terlapas dari kelompok konservatif
yang menghembuskan isu-isu keagamaan untuk kepentingan politik kekuasaan. Namun
sebelumnya, kelompok ini sudah beredar di Indonesia dengan upaya meresahkan
masyarakat dengan dalil-dalil keagamaan yang cenderang menyerang tradisi
keagamaan masyarakat Indonesia.
Kini ruang mereka
lebih luas di era perkembangan digital dengan merambah dakwah di media sosial
untuk mempengaruhi masyarakat secara luas dengan pemikiran-pemikiran radikal
dan dalil-dalil keagamaan yang konservatif. Di sinilah tantangan besar generasi
milenial agar lebih cerdas dalam memilah dan memilih informasi yang harus
diikuti atau dikonfirmasi kebenarannya (tabayun).
Era digital ini tidak
memungkiri bahwa yang selama ini berkembang justru wacana-wacana keagamaan kontraproduktif
karena agama yang seharusnya bisa memperkuat persaudaraan (ukhuwah) berbagai
elemen bangsa justru menjadi pemicu perpecahan di antara anak bangsa.
Sehingga tidak heran
ketika KH Ahmad Ishomuddin (2017) mengatakan, generasi saat ini mempunyai
semangat belajar keagamaan yang tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan kemampuan
memahami agama itu sendiri. Sebab itu, belajar kepada guru, ustadz, dan kiai
yang tepat mempunyai peran yang sangat penting untuk mendukung gagasan literasi
digital.
Dalam buku ini, Hasan
Chabibie juga mengemukakan sejumlah kemudahan akses pendidikan yang dipengaruhi
oleh perkembangan digital. Betapa perkembangan digital ini mampu menjangkau
luas berbagai elemen bangsa untuk mengakses pendidikan seluas-luasnya melalui
inovasi pendidikan melalui berbagai platform aplikasi digital.
Artinya, perkembangan
digital dalam dunia pendidikan merupakan salah satu langkah mewujudkan gagasan
literasi digital. Generasi milenial yang mempunyai karakter lebih dominan dalam
mengakses informasi melalui internet ketimbang buku harus diimbangi dengan
konten-konten dan aplikasi positif dalam dunia pendidikan.
Namun, di tengah
perkembangannya, literasi digital ini juga harus menjadi media untuk anak
bangsa bahwa belajar langsung kepada seorang guru yang tepat juga menjadi bekal
dalam mengarungi dunia digital. Karena, bekal ini akan bermanfaat bagi generasi
milenial untuk mengisi dunia maya dengan konten-konten positif dalam rangka
membangun Indonesia yang kuat dan agama yang lebih ramah untuk kehidupan
bersama. Selamat membaca! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar