KH. Hasyim Asy’ari
Orang Terkemuka di Indonesia
Penjajah Jepang
berdasarkan sumber Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) pernah melakukan
Pendaftaran Orang Indonesia Jang Terkemoeka Jang Ada di Jawa. Pada pendaftaran
itu, Hadratussyekh masuk ke dalam kriteria itu.
Pada bagian atas
kolom ditegaskan, daftar ini sesudah diisi, hendaklah dikirimkan kembali
(gratis) dalam bungkusnya yang dilampirkan pada GUNSEIKANBU TJABANG I,
Pegangsaan Timur 36, Jakarta. Isilah yang sebenar-benarnya dengan jelas, supaya
jangan ada kemudian surat-menyurat lagi tentang itu. Jika tak cukup ruang
tempat mengisinya, lampirkan kertas lain pada daftar ini.
Sebagaimana umumnya
pencatatan, kolom yang disediakan adalah nama, tempat, tanggal lahir, alamat.
Kemudian keluarga serumah, nama dan tanggal lahir anak-anak, dan pendidikan,
jabatan.
Pada kolom jabatan
itu diisi dengan kiai (guru agama Islam), sedangkan gaji diisi dengan: tidak
tentu, sebab pekerjaan bertani.
Pendaftaran tersebut
kemudian meminta penjelasan tentang, keterangan lain yang mengenai usaha bagi
umum dengan pertanyaan: apa jabatan tuan yang ternama? Apa macam
perkumpulannya, dimana dan apabila?
Kolom itu diisi
dengan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bagian Syuriyah (agama), yaitu
sejak tahun 1344 hingga 1361 yaitu sampai pada waktu dibubarkannya.
Pada kolom nomor 16,
terakhir, diminta keterangan lain-lain (jika perlu tentang buku-buku apa yang
karang, dimana dan apabila? Apakah kepandaian tuan yang spesial?)
Kolom itu terisi
dengan buku Nurul Mubin tahun 1346 tentang mencintai Nabi Muhammad SAW, buku
At-Tanbihat tentang merayakan hari Maulud Nabi Muhammad SAW, buku Adabul ‘Alim
wal-Muta’alim tentang kewajiban guru dan murid, tahun 1357 dan 1344.
Sementara menurut cucunya, KH Salahuddin Wahid, Kiai Hasyim Asy’ari memiliki karya lebih dari itu. Sebagaimana ditulis di website Tebuireng (tebuireng.online) berdasar penelusuran oleh KH Ishom Hadzik, diperoleh catatan tentang kitab-kitab karya Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari yaitu : 1) Adab al A’lim wa al Muata’alim (Etika Guru dan Murid); 2) al Duraar al Muntatsirah fi al Masaa’il al Tis’a Asharah (Taburan Permata dalam Sembilan Belas Persoalan); 3) al Tanbihaat al Waajibaat Liman Yasna’u al Mawlid bi al Munkarat (Peringatan Penting bagi Orang yang Merayakan acara Kelahiran Nabi Muhammad dengan Melakukan Kemungkaran); 4) Risalah ahl al Sunnah wa al Jama’ah; 5) al Nur al Mubiin fi Mahabbati Sayyid al Mursalin (Cahaya Terang dalam Mencintai Rasul); 6) al Tibyan fi al Nahy an Muqaata’at al Arhaam wa al Aqaarib wa al Ikhwaan (Penjelasan tentang Larangan Memutus Hubungan Kerabat, Teman Dekat dan Saudara); 7) al Risalah al Tauhidiyah; 8) al Qalaaid fi maa Yajibu min al ‘Aqaaid (Syair-syair Menjelaskan Kewajiban Aqidah). 9) Arba’in Haditsan;10) Ar Risalah fil ‘Aqa’I’d; 11) Tamyizul Haqq min al Bathin; 12) Risalah fi Ta’akud al Akhdz bi Madzahib al A’immah al Arba’ah; 13) ar Risalah Jama’ah al Maqashid.
Pendaftaran itu
diakhiri dengan tanda tangan. Seperti biasanya KH Hasyim Asy’ari meyebut
dirinya sebagai al-faqir Allah Ta’ala, di bawahnya tertulis Muhammad Hasyim
Asy’ari dengan tulisan Arab.
Data diri Kiai Hasyim
memiliki satu lampiran, tapi isinya pendek. Lampiran itu untuk menjelaskan
pertanyaan nomor sebelas tentang pertanyaan apa jabatan-jabatan dahulu? Pada
siapa atau pada badan mana, dimana dan apabila?
Penjelasan Kiai
Hasyim adalah: pada tahun 1313 Hijriyah mengajar di Makkah sambil belajar.
Tahun 1321 H hingga 1324 mengajar di Kemuning, Kediri. Kemudian pada tahun 1324
hingga sekarang ini mengajar di Tebuireng, Jombang. Semuanya ajaran ialah
tentang ilmu agama semata-mata.
***
Pada zaman kolonial
Jepang itu, KH Hasyim Asy’ari adalah orang yang menolak seikerei, menghadap ke
arah Tokyo. Akibatnya ia ditahan. Atas negosiasi para kiai, akhirnya ia
dikeluarkan. Kemudian Jepang menunjuknya sebagai Ketua Kantor Urusan Agama
(Shumubu). Sebelumnya lembaga ini dipimpin orang Jepang, tapi karena tidak
berjalan, diserahkan kepada Husein Djajadingrat. Dipimpin dia pun tidak
berjalan.
Namun, aktivitas
harian Shumubu itu diserahkan KH Hasyim kepada putranya, KH Wahid Hasyim.
KH Hasyim Ay’ari juga
merupakan pemimpin tertinggi Masyumi yang didirikan 24 Oktober 1943 sebagai
pengganti MIAI (Madjlisul Islamil A'laa Indonesia). Masyumi pada waktu itu
merupakan wadah dari empat organisasi Islam, yaitu Nahdlatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia.
Pada waktu yang sama,
Kiai Hasyim tentu saja merupakan Rais Akbar Nahdlatul Ulama, dan pengasuh
Pesantren Tebuireng. Sebuah pesantren yang hingga tahun 1942, murid yang telah
dan berada di pesantren itu diperkirakan 25 ribu orang. []
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar