Senin, 06 Agustus 2018

BamSoet: Jangan Lagi Mengejek Indonesia


Jangan Lagi Mengejek Indonesia
Oleh: Bambang Soesatyo

INDONESIA bukan bangsa bodoh. Sebaliknya, putra-putri Ibu Pertiwi mampu meraih prestasi gemilang di sejumlah ajang kompetisi antarbangsa. Produk dari sektor industri pun sudah mampu menerobos pasar internasional. Lebih dari itu, bangsa ini pun tidak dalam kondisi kritis karena kebebasan mengemukakan pendapat di ruang publik, termasuk oleh oposisi, tidak pernah dibatasi atau dibungkam, pertanda bahwa budaya demokrasi terus tumbuh dan berkembang.

Lalu, siapa sebenarnya yang sakit? Siapa pula yang bodoh? Benar bahwa nilai tukar dolar AS terhadap rupiah sedang menggila. Juga tidak dibantah bahwa utang luar negeri bertambah. Pun, masih ada warga yang hidup berselimut kemiskinan walaupun jumlahnya sudah berkurang. Jutaan angkatan kerja yang berstatus pengangguran terbuka adalah fakta yang tidak ditutup-tutupi. Harga kebutuhan pokok yang kadang fluktuatif bukan semata-mata karena kelemahan kontrol negara. Tak jarang, fluktuasi harga lebih disebabkan mekanisme pasar dan ulah spekulan. Korupsi pun masih marak.

Tidak berarti ragam persoalan klasik itu mencerminkan Indonesia sebagai bangsa yang bodoh atau sakit. Pun, semua persoalan itu tidak menyebabkan negara ini dalam kondisi kritis. Depresiasi rupiah yang sempat menyentuh level Rp14.475 per dolar AS pada pekan ketiga Juli 2018 tidak akan membunuh perekonomian nasional. Posisi utang luar negeri per April 2018 yang mencapai USD356,9 miliar atau Rp4.996,6 triliun (kurs Rp 14.000) tidak akan membuat Indonesia bangkrut.

Jangan lupa bahwa bukan baru kali ini Indonesia dan rupiah dihadapkan pada gejolak nilai­ tukar valuta. Seperti banyak negara lain, otoritas moneter RI pun sudah sangat berpengalaman menghadapi gejolak nilai tukar valuta. Lebih dari itu, turun-naik volume utang luar negeri pun bukan isu baru. Fluktuasi volume utang luar negeri adalah konsekuensi logis dari besar-kecil size atau skala perekonomian. Tidak semestinya fluktuasi nilai tukar rupiah dan volume utang luar negeri itu dijadikan isu untuk meneror publik atau menimbulkan pesimisme. Depresiasi rupiah dan fluktuasi volume utang luar negeri lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, serta menjadi dampak dari perang dagang yang dilancarkan AS terhadap mitra dagang negara itu.

Kendati Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi pasar untuk menahan depresiasi rupiah,volume cadangan devisa negara tetap dalam takaran aman. Per April 2018, posisi cadangan devisa negara tercatat 124,9 miliar dolar AS atau terjadi penurunan dari posisi Maret 2018 yang masih berjumlah 126 miliar dolar AS. Penyusutan cadangan devisa terjadi karena digunakan BI untuk intervensi pasar. Namun, sisa cadangan devisa itu masih mampu membiayai 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Perekonomian Indonesia pernah menghadapi situasi yang jauh lebih berat, yakni pada krisis moneter 1998. Namun, berkat pengelolaan ekonomi yang bijaksana lagi prudent, Indonesia bisa lolos dari situasi sulit saat itu. Negara ini tidak bangkrut.

Atau, masih ingat situasi sulit yang dihadapi Yunani beberapa tahun lalu. Puncak krisis yang dialami Yunani pada 2015 menyeret negara itu di ambang kebangkrutan. Toh, Yunani tidak punah. Jelang akhir Januari 2018 diberitakan bahwa perekonomian Yunani mulai pulih dan bisa mencicil utangnya.

Jadi, baik depresiasi rupiah saat ini maupun fluktuasi utang luar negeri Indonesia jangan diasumsikan sebagai benih-benih kebangkrutan negara. Bukankah pemerintah dan otoritas moneter terus bekerja menjaga keseimbangan?

Memang, untuk menjaga posisi rupiah pada level yang moderat, semua elemen masyarakat berhak atau harus mengkritisi pemerintah dan otoritas moneter agar keduanya tidak lengah. Namun, kritik atau kecaman itu hendaknya proporsional, dan didukung data kekinian.

Ragam Pencapaian

Sekadar untuk menghadapi gejolak nilai tukar saat ini, daya tahan Indonesia lebih dari cukup sebagaimana tergambar dari data-data yang diumumkan BI itu. Namun, publik beberapa kali sempat menyimak pernyataan dari sejumlah orang yang cenderung mengejek bangsanya sendiri. Ada yang menista dengan menyebut Indonesia sebagai bangsa bodoh. Lainnya menggambarkan negara ini dalam keadaan kritis. Namun, tidak jelas benar apa pijakan mereka untuk mengejek bangsa ini.

Kalau mau dikaitkan dengan fakta tentang jumlah warga miskin, memang tidak salah. Tetapi, patut diakui juga bahwa negara terus menggelar sejumlah program untuk memerangi kemiskinan itu. Ada progresnya walaupun boleh saja dinilai tidak signifikan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2018 tercatat 25,95 juta orang. Jumlah ini memperlihatkan penurunan 633,2 ribu orang dari sebelumnya yang 26,58 juta orang per September 2017. Maka itu, persentase kemiskinan per Maret 2018 tercatat 9,82% atau pertama kalinya Indonesia mencatat angka kemiskinan satu digit.

Pengangguran pun diakui masih menjadi masalah. Pada Februari 2018, BPS mencatat bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami perbaikan, berada di level 5,13% atau turun dibandingkan Februari 2017 yang berada di level 5,17%. Jumlah TPT per Februari 2018 sebesar 6,87 juta, sedangkan per Februari 2017 mencapai 7,01 juta. Adanya progres dalam memerangi kemiskinan dan pengangguran membuktikan bahwa bangsa ini tidak bodoh, pun tidak dalam kondisi kritis.

Simak pula catatan atau data lain yang menggambarkan pencapaian prestasi putra-putri Ibu Pertiwi di berbagai bidang, mulai dari pendidikan, olahraga, hingga bidang ekonomi. Hampir setiap tahun siswa-siswi Indonesia mengharumkan nama bangsanya dengan mencatatkan prestasi gemilang di ajang kompetisi internasional. Tahun ini giliran Cleona Einar Maulidiva menyedot perhatian dunia di bidang matematika. Gadis kecil kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Maarif NU, Pucang, Sidoarjo, ini baru kembali dari Songdo Campus Universitas Yonsei, Seoul, Korea Selatan. Di sana, bocah imut ini mengikuti kompetisi matematika tingkat dunia yang diikuti 21 negara, 14-17 Juli 2018. Menyelesaikan soal matematika dalam bahasa Inggris, Cleona tampil sebagai juara.  

Tahun lalu Rafel Dzinun Muhammad, pelajar kelas 5 madrasah ibtidaiyah (MI), juga mengharumkan nama bangsa di ajang International Mathematics Contest (IMC) di Singapura, 4-7 Agustus 2017. Siswa MI Murni Sunan Drajat l ini menyabet merit prize  atau juara harapan dalam olimpiade matematika tingkat internasional itu.

Dari dunia olahraga pun tak kalah heboh. Indonesia kini punya juara dunia catur, juara dunia lari 100 meter, dan juara dunia karate. Tiga juara dunia menunjukkan kepada komunitas internasional bahwa anak-anak muda Indonesia sudah terdorong untuk kompetitif dan mampu meraih juara.

Itulah yang diperlihatkan oleh Samantha Edithso,10, yang baru meraih gelar bergengsi juara dunia "FIDE World Championship 2018 U-10" di Minks, Belarusia; kemudian Lalu Muhammad Zohri, yang meraih medali emas dan menjadi juara dunia 100 meter pada Kejuaraan Dunia Atletik Junior 2018 di Tampere, Finlandia; dan Fauzan alias Ozan,20, juara dunia karate pada ajang WASO World Championship, Januari 2018 di Ceko.

Sektor industri dalam negeri juga mencatatkan progres yang membanggakan karena sejumlah produk sudah mampu menerobos pasar internasional atau pasar ekspor. Produk mobil dan motor yang dirakit di dalam negeri sudah diekspor ke sejumlah negara di Asia dan Eropa. Bus yang dirakit di dalam negeri juga  diekspor ke India, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, serta Fiji. Se­lain itu, lokomotif dan gerbong kereta api produk PT INKA juga di­ekspor ke Bangladesh, Malaysia, Filipina, dan Australia.

Indonesia bahkan sudah ekspor pesawat terbang. Karena pesawat terbang adalah produk dalam kategori hightech, Indonesia otomatis bukan bangsa bodoh. Sudah ratusan pesawat yang diekspor PT Dirgantara Indonesia (DI) antara lain ke Thailand, Venezuela, Turki, UAE, Burkina Faso, Malaysia, Korea Selatan, Pakistan, Guam, Senegal, dan Filipina.

Jangan juga lupa untuk menyimak data tentang kemampuan Indonesia memproduksi dan ekspor kapal laut, termasuk kapal perang, buatan PT PAL. Hingga kini ragam produk kapal buatan PT PAL sudah di­ekspor ke Thailand, Malaysia, Filipina, dan beberapa negara di Afrika.

Kiranya, catatan tentang ragam pencapaian prestasi putra-putri Ibu Pertiwi itu semakin menumbuhkan kepercayaan diri bagi generasi terkini. Indonesia bukan bangsa yang bodoh. Negeri ini pun tidak dalam kondisi kritis. Komunitas internasional bahkan melihat Indonesia sebagai negeri yang sangat dinamis, berkemajuan, dan bersahabat. Itulah alasannya mengapa Indonesia ditunjuk jadi tuan rumah Asian Games Ke-18 di Jakarta dan Palembang; menjadi tuan rumah pertemuan tahunan Bank Dunia-Dana Moneter Internasional pada Oktober 2018 di Bali, dan diberi amanah oleh bangsa-bangsa di Asia-Pasifik untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). []

KORAN SINDO, 1 Agustus 2018
Bambang Soesatyo | Ketua DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar