Saat Khatib Kentut di
Tengah Khutbah, Lalu Bagaimana?
Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab
Syafi’i, salah satu syarat khatib Jumat adalah suci dari hadats kecil dan
besar. Tidak sah khutbah apabila dilakukan oleh khatib yang berhadats. Hal ini
berbeda dari pendapat madzab Hanafi, Maliki dan Hanbali serta salah satu
pendapat lemah dari madzhab Syafi’i yang tidak mensyaratkan bersuci dari hadats
bagi khatib.
Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani
mengatakan:
اَلثَّانِيْ
مِنْ شُرُوْطِ الْخُطْبَتَيْنِ الطَّهَارَةُ عَنِ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ
وَالْأَكْبَرِ خِلَافًا لِلْأَئِمَّةِ الثَّلَاثَةِ حَيْثُ قَالُوْا لَا
تُشْتَرَطُ وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَنَا كَمَا فِيْ رَحْمَةِ الْأُمَّةِ وَالْجَلَالِ.
“Yang kedua dari syaratnya dua khutbah adalah
suci dari hadats kecil dan besar, berbeda menurut pendapat tiga imam (Hanafi,
Maliki dan Hanbali) dan salah satu pendapat menurut madzhab kami (Syaf’i),
sebagaimana keterangan dalam Rahmat al-Ummah dan Syekh al-Jalal. (Syekh Sayyid
Muhammad Abdullah al-Jordani, Fath al-‘Alam, 1990 [Kairo: Dar al-Salam],
cetakan keempat, juz III, halaman 62)
Pertanyaannya kemudian, apabila khatib kentut
atau berhadats di tengah-tengah khutbahnya, bagaimana langkah yang harus
ditempuh? Berikut ini penjelasannya.
Khatib yang batal saat menyampaikan
khutbahnya diperbolehkan untuk mengganti dirinya dengan salah satu jamaah yang
hadir. Dan pengganti khatib tersebut boleh meneruskan bacaan khatib yang awal
asalkan tidak ada masa pemisah yang lama menurut standar keumuman (‘urf) antara
bacaan khatib pertama dan kedua. Namun jika melewati pemisah yang lama, maka
khatib pengganti tersebut harus memulai khutbah dari awal.
Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani
mengatakan:
وَمَنْ
أَحْدَثَ فِيْ أَثْنَاءِ الْخُطْبَةِ أَوْ بَعْدَهَا وَاسْتَخْلَفَ قَبْلَ طُوْلِ
الْفَصْلِ مَنْ يَبْنِيْ عَلَى فِعْلِهِ مِمَّنْ حَضَرَ جَازَ
“Khatib yang berhadats di pertengahan khutbah
atau setelahnya dan menggantinya dengan jamaah yang hadir dan ia meneruskan
bacaan khutbahnya sebelum melewati pemisah yang lama, maka diperbolehkan.”
(Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani, Fath al-‘Alam, juz.3, hal.63,
cetakan Dar al-Salam-Kairo, cetakan keempat tahun 1990).
Dalam keterangan lain, Syekh Abu Bakr bin
Syatha mengatakan:
وَلَوْ
أَحْدَثَ فِيْ أَثْنَاءِ الْخُطْبَةِ وَاسْتَخْلَفَ مَنْ حَضَرَ جَازَ لِلثَّانِيْ
الْبِنَاءُ عَلَى خُطْبَةِ الْأَوَّلِ
“Apabila khatib berhadats di pertengahan
khutbahnya dan ia mengganti dirinya dengan jama’ah yang hadir, maka boleh bagi
khatib kedua (pengganti) meneruskan khutbahnya khatib pertama”. (Syekh Sayyid
Muhammad Abdullah al-Jordani, Fath al-‘Alam, 1990 [Kairo: Dar al-Salam],
cetakan keempat, juz III, halaman 62)
Namun apabila tidak bermaksud menggantinya
dengan khatib lain, maka setelah kembali bersuci, khatib tersebut harus
mengulang khutbahnya dari awal, meskipun ia kembali dalam waktu yang singkat.
Sebab khutbah merupakan satu bentuk kesatuan ibadah, sehingga tidak dapat
dilakukan dengan dua kali bersuci seperti halnya shalat.
Syekh Abu Bakr bin Syatha mengatakan:
وَشُرِطَ
فِيْهِمَا طُهْرٌ فَلَوْ أَحْدَثَ فِي الْخُطْبَةِ اِسْتَأْنَفَهَا وَإِنْ
سَبَقَهُ الْحَدَثُ وَقَصُرَ الْفَصْلُ لِأَنَّهَا عِبَادَةٌ وَاحِدَةٌ فَلَا
تُؤَدَّى بِطَهَارَتَيْنِ كَالصَّلَاةِ
“Disyaratkan dalam dua khutbah bersuci dari
hadats. Maka, apabila khatib berhadats di pertengahan khutbah, ia wajib
mengulangi khutbahnya (setelah ia bersuci), meskipun tidak sengaja berhadats
dan pemisahnya sebentar, sebab khutbah adalah satu bentuk kesatuan ibadah, maka
tidak dapat dilakukan dengan dua kali bersuci seperti halnya shalat”. (Syekh
Abu Bakr bin Syatha, I’anah al-Thalibin, juz.2, hal.69, cetakan
al-Haramain-Surabaya, tanpa tahun).
Demikian langkah yang ditempuh ketika khatib
batal di tengah-tengah khutbahnya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar