Selasa, 25 Juni 2013

(Ngaji of the Day) Menyambut Ramadlan dengan Gempita


Menyambut Ramadlan dengan Gempita

Oleh: M. Ali Murtadlo*

 

“Barang siapa bahagia dengan kedatangan Ramadlan, diharamkan jasadnya masuk neraka.” (Rasulullah SAW)


Ramadlan tinggal menunggu hari. Jika tidak ada perbedaan Insya’ Allah awal Ramadlan akan dimulai pada 9 Juli 2013 mendatang. Tidak ada salahnya, mulai saat ini kita mempersiapkan diri dengan berbagai persiapan guna menyuksesan ibadah kita di bulan Ramadlan.


Berbicara bulan Ramadlan tentu pikiran kita mengarah pada puasa. Ibadah ini disinyalir dalam Al-Quran sebagai sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan dan tidak dapat ditinggalkan kecuali ada alasan-alasan yang dibenarkan syariat. Dalam ungkapan lain ibadah puasa adalah ritual yang dimasukan dalam satu rangkaian kegiatan yang ada di bulan Ramadlan.


Urgensitas Puasa


Puasa yang kita laksanakan setiap bulan Ramadlan adalah manifestasi keimanan kita kepada Allah. Puasa tanpa didasari oleh iman dan didahului oleh tujuan (niat), hanya akan menghasilkan kesia-siaan. Ia hanya menahan nafsu (makan dan minum) tanpa tujuan yang jelas.


Puasa adalah Rukun Islam ketiga, artinya puasa harus didahului dengan syahadat kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian dilanjutkan dengan shalat, baru kemudian melakukan ibadah puasa. Maka dari itu, kita harus memahami seluruh perintah Allah dan Rasul-Nya serta makna shalat, sebelum melakukan ibadah puasa. Jadi puasa tidak berdiri sendiri. Ia merupakan kesatuan dari keseluruhan Rukun Islam.


Tujuan puasa yang sebenarnya adalah untuk menahan diri. Menahan diri dalam arti yang sangat luas. Menahan diri dari belenggu nafsu duniawi berlebihan yang tidak terkendali, atau nafsu batiniah yang tidak seimbang. Di mana kesemuanya itu, apabila tidak diletakan pada porsi yang benar akan mengakibatkan suatu ketidakseimbangan hidup yang akan berujung pada kegagalan.


Dalam buku bertajuk Emotional Spiritual Quotient (ESQ), karangan Ary Ginanjar Agustian dijelaskan bahwa dorongan (nafsu) fisik maupun batin secara berlebihan akan menghasilkan sebuah rantai belenggu yang akan menutup asset yang paling berharga dari seorang manusia, yaitu “God-Spot”. God-Spot adalah kejernihan hati dan fikiran manusia yang merupakan sumber-sumber suara hati yang selalu memberikan bimbingan dan informasi-informasi maha penting untuk keberhasilan dan kemajuan seseorang.


Lebih lanjut Ary Ginanjar menjelaskan bahwa God-Spot yang tertutup oleh nafsu fisik dan batin yang tidak seimbang akan mengakibatkan seseorang menjadi buta emosi. Artinya, ia akan menjadi seseorang yang tidak peka dan tidak mampu membaca kondisi batiniah dirinya dan juga lingkungannya secara obyektif. Hal ini terjadi karena radar hatinya telah tertutup oleh nafsu, sehingga ia tidak lagi mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, karena menurutnya kebenaran adalah apabila ia mengikuti nafsu pribadi.


Selain itu puasa juga bertujuan sebagai pengendalian diri untuk menjaga fitrah berfikir agar selalu memiliki kejernihan hati, sekaligus sebagai bentuk pelatihan diri dari Allah agar manusia dapat menghamba kepada-Nya secara totalitas. Artinya, ketika dalam keadaan lapar dan dahaga manusia tetap memiliki hasrat untuk taat kepada Allah SWT. Inilah bentuk pelatihan dahsyat dan sempurna yang metodenya langsung diberikan oleh Allah SWT.


Puasa adalah pelatihan untuk menjaga fitrah manusia sehingga ia tetap memiliki kesadaran diri dan akan menghasilkan sebuah akhlak terpuji (akhlakul karimah). Namun masalahnya, masih banyak umat islam yang belum menyadari pentingnya makna puasa yang sebenarnya. Mereka hanya menghentikan makan dan minum tanpa mempelajari apa makna dan tujuan besar yang tersimpan di balik ibadah puasa.

Apabila seseorang sudah memahami makna hidup yang sesungguhnya, yaitu menjalankan misi Tuhan, dan telah mendalami tujuan hidup berdasarkan Al-Qur’an, maka ia akan menyadari bahwa salah satu tujuan puasa adalah pembebasan diri dari belenggu, untuk menjaga dan memelihara fitrah dalam rangka memakmurkan bumi di jalan Allah SWT.


Untuk mencapai tujuan itu banyak hal yang perlu dipersiapkan. Yakni mempersiapkan diri secara lahiriah maupun batiniah. Persiapan lahiriah berarti persiapan untuk tetap menjaga kesehatan fisik. Jangan sampai ketika Ramadlan datang kondisi kesehatan kita melemah. Sedangkan persiapan batiniah adalah persiapan mental agar mental kita tetap sehat. Yakni mental yang selalu siap dalam menjalankan semua ritualitas bulan Ramadlan dengan penuh semangat dan totalitas.


Persiapan itu penting. Ibarat orang bepergian jauh tentu butuh bekal. Jika tujuan kita jauh tentu bekal yang harus kita butuhkan juga berjumlah besar, agar tidak kehabisan di tengah jalan, dan sampai tujuan dengan selamat. Begitu juga dengan puasa, jika kita mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang, maka tujuan utama puasa yakni menjadi orang yang bertaqwa akan tercapai. Untuk itu mari kita sambut Ramadlan dengan gempita, seperti sabda Rasulullah di awal tulisan ini, barang siapa yang bahagia dengan kedatangan Ramadlan, diharamkan jasadnya masuk neraka! Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang-orang yang muttaqin. Amiin. []


* Ustadz di Taman Pendidikan al-Qur'an Al-Jihad Surabaya, Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar