Tahun Politik yang Tidak Harus Frustrasi
Senin, 03 Juni 2013
MESKI tahun ini dinyatakan sebagai tahun
politik, tampaknya, kita tetap harus bekerja keras. Kehebatan kita dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi selama delapan tahun terakhir sudah mulai dikejar oleh
Filipina.
Dengan sangat
mengejutkan pertumbuhan ekonomi negara itu mencapai rekornya pada kuartal
pertama tahun ini: 7,8 persen. Tiba-tiba saja jauh di atas pertumbuhan ekonomi
kita. Padahal, selama ini kita hanya bersaing dengan Tiongkok. Kita sama sekali
tidak memperhitungkan Filipina.
Waktu saya tiba di
Manila, Jumat pagi (30/5), semua pemberitaan di sana riuh dengan kejutan itu.
Selama ini dengan tumbuh 6,5 persen (2012) kita sudah merasa yang tertinggi
kedua setelah Tiongkok. Ternyata tanpa diduga Filipina sudah menyalip
Indonesia. Bahkan, sebenarnya sejak tahun lalu. Pada 2012 Filipina ternyata
tumbuh 6,7 persen, sudah di atas kita yang 6,5 persen.
Maka, ketika pagi itu
saya mendampingi Utusan Khusus Presiden SBY, T.B. Silalahi, diterima Presiden
Aquino di Istana Malacanang, kami lebih dulu mengucapkan selamat atas capaian
tersebut. Apalagi, seperti yang dikemukakan teman lama saya, seorang pemimpin
redaksi koran terbesar di Filipina, pertumbuhan ekonomi yang luar biasa
tersebut murni berkat leadership Presiden Aquino.
Begitu terpilih
sebagai presiden tiga tahun lalu (2010), pertumbuhan ekonomi tahun berikutnya
langsung naik menjadi 4,6 persen. Tahun berikutnya lagi menjadi 6,7 dan Q1
tahun ini 7,8 persen.
“Tapi, kami tumbuh
tinggi baru tiga tahun terakhir,” ujar Menteri Keuangan Filipina Cesar V.
Purisima yang bersama Menteri Perdagangan Gregory L. Domingo mendampingi
Presiden Aquino. “Indonesia sudah mencapai pertumbuhan tinggi delapan tahun
berturut-turut,” tambahnya sambil merendah.
Memang belum tentu
pertumbuhan ekonomi Filipina yang melebihi kita itu akan berkelanjutan seperti
di Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden SBY. Tapi, sungguh menarik melihat
kenyataan bahwa Filipina bisa menyalip Indonesia. Padahal, keruwetan politiknya
luar biasa. Hubungan pusat dan daerahnya juga “ampun-ampun”.
Keamanannya apalagi.
Ekonomi dunia yang lagi lesu juga tidak menjadikannya alasan untuk tidak tumbuh
tinggi.
Tentu saya
memanfaatkan pertemuan itu untuk menanyakan kunci-kunci utama pertumbuhan
tersebut. Presiden Aquino “dengan sosok yang tinggi langsing, dengan dada yang
lebar dan gerak-geriknya yang gesit” mengatakan sangat mengutamakan
infrastruktur ekonomi. Banyak infrastruktur dibangun untuk mengatasi sumbatan
gerak ekonomi.
Memang, saya lihat,
tantangan ke depan masih berat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu bisa saja
justru memperparah kesenjangan ekonomi di sana yang selama ini sudah parah.
Bisa jadi pertumbuhan tinggi itu lebih banyak dibuat oleh penguasa ekonomi di
sana yang dimainkan oleh hanya sekitar 30 konglomerat utama.
Itulah juga yang
dikhawatirkan pemerintah Filipina sendiri. Untungnya, Presiden Aquino yang
sudah kaya raya sejak dari sono-nya dan memang ahli waris salah satu kerajaan
bisnis terbesar di sana, dikenal sangat populis. Rakyat kecil menyukainya
karena programnya yang justru prorakyat. Beliau sendiri tidak perlu memikirkan
anak-anak karena sampai usianya yang 53 tahun ini tetap membujang.
Presiden Aquino masih
akan berkuasa tiga tahun lagi. Masih banyak yang bisa dicapai. Apalagi, dalam
pemilu sela bulan lalu calon-calon senator dari partainya menambah mayoritas
kubunya di parlemen maupun di senat. Di Filipina masa jabatan presiden adalah
enam tahun dan hanya boleh satu periode.
Kegesitan beliau juga
terlihat dari keputusannya yang cepat pagi itu. Begitu mendapat penjelasan
mengenai kemampuan BUMN Indonesia, Presiden Aquino minta kepada dua menterinya
untuk sudah bisa memberikan pilihan yang bisa dikerjasamakan sebelum saya
meninggalkan Manila keesokan harinya. “Besok pagi-pagi saja adakan pertemuan
yang lebih rinci,” perintah Presiden Aquino kepada kedua menterinya. Akhirnya
diputuskan rapat antara kami dan dua menteri itu diadakan pukul 06.30 sebelum
saya menuju bandara.
Dalam rapat itulah
BUMN Indonesia mendapat kesempatan untuk bekerja sama di bidang perkebunan
sawit, energi, infrastruktur, dan perbankan, terutama pengembangan bank syariah
di Filipina. Indonesia yang di bidang politik telah lama ikut berperan penting
menyelesaikan perdamaian di wilayah muslim Filipina Selatan sebaiknya memang
meneruskannya di bidang ekonomi. Apalagi, di saat ekonomi Filipina bangkit
seperti sekarang ini.
Filipina memang
pernah lebih maju daripada Indonesia. Sampai awal 1980-an, negeri itu masih di
atas Indonesia. Banyak orang Indonesia di masa itu menjadikan Filipina sebagai
tujuan wisata.
Keberhasilan ekonomi
Orde Baru dan kemerosotan ekonomi Filipina akibat UU Darurat Presiden Ferdinand
Marcos menjadikan Indonesia jauh lebih maju daripada Filipina. Apalagi, setelah
sembuh dari krisis moneter pada 1998, ekonomi Indonesia melejit sangat pesat.
Lebih-lebih selama delapan tahun terakhir, di bawah Presiden SBY ekonomi
Indonesia tumbuh di atas enam persen secara berturut-turut.
Apakah perkembangan
terakhir di Filipina itu pertanda kebangkitan kembali Filipina? Ataukah hanya
akan seperti Vietnam yang pernah tiba-tiba melejit, tapi kemudian menurun
kembali? Sebaliknya, apakah Indonesia tetap bisa tumbuh di atas enam persen
atau lebih tinggi lagi?
Ternyata, ada baiknya
apa yang terjadi di Filipina kita perhatikan. Negara itu juga negara kepulauan
dengan jumlah pulau mencapai 8.000. Juga sering kena bencana: mulai gempa bumi
sampai taifun. Hubungan pusat-daerahnya juga ruwet. Bahkan, politiknya lebih
rumit. Maka, pejabat yang sering mengeluhkan politik sebagai penghambat
pertumbuhan ekonomi sebaiknya menengok ke Filipina agar tidak mudah frustrasi.
Politik dinasti,
misalnya, luar biasa dominannya. Di sana banyak sekali wali kota yang wakil
wali kotanya anaknya sendiri atau adik kandungnya. Atau wali kota yang habis
masa jabatannya (sudah tiga periode dengan setiap periode tiga tahun)
digantikan oleh istri atau adik atau anak. Demikian juga gubernur. Sama seperti
itu. Filipina dengan penduduk 90 juta memiliki 80 provinsi dan 1.400 kota.
Mungkin juga hanya di
Filipina ada seorang presiden yang masuk penjara karena korupsi, dan setelah
keluar dari penjara menjadi capres lagi. Bahkan, setelah gagal jadi presiden
lagi dia langsung ikut pemilihan wali kota dan berhasil menang tipis. Itulah
bintang film Joseph Estrada yang bulan lalu terpilih sebagai wali kota Manila.
Maka, sungguh menarik
negara dengan politik yang seperti itu bisa tumbuh 7,8 persen. Kita bisa lebih
optimistis bahwa pada tahun politik pun asal tetap kerja, kerja, kerja, bisa
tetap mempertahankan pertumbuhan kita. (*)
Dahlan Iskan, Menteri
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar