Senin, 24 Juni 2013

(Ngaji of the Day) Belajar Tafsir Tanpa Mengerti Tajwid


Belajar Tafsir Tanpa Mengerti Tajwid

 

Seringkali kita mendengar pengajian dan ta’lim baik di masjid perkantoran, masjid komplek, maupun di mushalla-mushalla yang membahana, menyerukan Islam dengan lantang tanpa basa-basi. Pengajaran-pengajaran itu membahas berbagai ajaran Islam. Mulai dari fiqih, tauhid, hadits hingga tafsir.

 

Sebenarnya hal ini harus diapresiasi oleh kaum muslim, karena dapat dikatakan sebagai kemajuan dakwah Islam. Begitu hebatnya para da’i itu hingga mampu menjadikan para jama’ah betah mengikuti pengajian, baik dengan humor maupun dengan retorika yang mengagumkan.

 

Sayangnya, seringkali kelihaian retorika dan gaya penampilan tidak diimbangi oleh pemahaman. Ini dikarenakan keterbatasan penguasaan para da’i terhadap materi berbahasa Arab. Kebanyakan dari mereka mengambil pemahaman dari buku-buku terjemahan. Oleh karena itu menjadi agak janggal ketika para da’i dan ustadz itu dengan fasih menyampaikan berbagai materi, tetapi terkesan kurang percaya diri ketika mengutip ayat-ayat al-qur’an dan hadits. Imbasnya, telinga jama’ah malahan terbiasa mendengarkan potongan terjemah dari ayat al-Qur’an atau terjemahan sebuah hadits bukan lantunan ayat al-Qur’an. Padahal pahala yang ada dalam al-Qur’an itu ketika dibaca (al-mutaabad ditilawatihi), bukan ditulis apalagi diterjemahkan.

 

Tidak hanya itu, yang lebih aneh lagi adalah ketika materi pengajian itu ternyata adalah tafsir al-Qur’an. Bagaimana pantas seseorang mengajarkan tafsir al-Qur’an padahal ia tidak mampu membaca al-Qur’an dengan tartil sesuai aturan ilmu tajwid? Walaupun pada zaman sekarang ini banyak materi tafsir al-Qur’an yang tersebar dalam versi terjemahan. Hal ini mengingatkan kita pada sejarah lama kaum oreintalis yang mempelajari kandungan dan isi al-Qur’an tanpa membaca teksnya, mereka mempelajari al-Qur’an dengan tujuan menghinakan Islam. Naudzubillah min dzalik.

 

Maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah bolehkah membaca al-Qur’an tanpa tajwid? dan bagaimana hukumnya mengajarkan tafsir al-Qur’an tanpa berbekal ilmu tajwid?

 

Sebelum membicarakan tentang hukum membaca al-Qur’an tanpa tajwid, terlebih dahulu perlu dijabarkan apakah tajwid itu? Pada dasarnya isitilah attajwid yang dikenal sebagai ilmu membaca al-Qur’an adalah:

 

إعطاء كل حرف حقه ومستحقه

 

Artinya Memberikan hak dan mustahaq tiap-tiap huruf (dalam al-Qur’an). Yang dimaksud hak-hak huruf adalah sifatnya yang dzatiyah yang lazim baginya. Seperti Jahr, Syiddah dan istila. Sedangkan mustahaknya adalah sifat-sifat yang timbul dari dzat tersebut, seperti tafkhim dan tarqiq.

 

Adapun hukum membaca al-Qur’an dengan tajwid adalah fardhu ain. Dengan kata lain siapapun yang membaca al-Qur’an maka wajib baginya membaca sesuai aturan tajwid. Baik laki-laki maupun perempuan, baik ustadz, ahli tafsir, ahli hadits, ilmuwan maupun fisikawan, selama dia muslim maka membaca al-Qur’an harus dengan tajwid.

 

Sebagaimana difirmankan Allah swt

 

ورتل القرأن ترتيلا

 

dan bacalah al-Qur’an dengan tartil. Dalam tafsir baidhowy diterangkan bahwa yang dimaksud tartil adalah:

 

أى جوده تجويدا

 

Tajwidkanlah bacaan (al-Qur’an)mu dengan tajwid yang benar

 

Begitu juga yang diterangkan dalam Al-Mandzumatul Jazariyyah:

 

والأخذ بالتجويد حتم لازم * من لم يجود القرأن أثم

لأنه به الإلــــــه أنـــــزلا * وهكذا منه إلينا وصلا

 

Menggunakan tajwid adalag wajib/lazim. Dan barang siapa tidak mentajwidkan al-Qur’an adalah berdosa. Karena dengan tajwidlah Allah turunkan dia (al-Qur’an) dan begitulah hingga ampai ke kita.

 

Pendapat ini senada dengan ancaman sebuah hadits yang berbunyi:

 

رب قارئ للقرأن والقرأن يلعنه

 

Terkadang kejadian orang membaca al-Qur’an dan al-Qur’an itu malah melaknatnya

 

Demikianlah dosa seorang pembaca al-Qur’an tanpa mempedulikan tajwidnya. Lantas bagimana dengan seseorang yang membahas tafsir tetapi tidak mengerti tajwid? boleh-boleh saja selama dia membahas tafsir tanpa membaca al-Qur’an, tetapi mana mungkin membahas tafsir al-Qur’an tanpa membacanya. Andaikan ada, itu sungguh tidak sopan. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar