Menikahi Perempuan yang
Hamil
Menikahi perempuan perawan maupun janda
hukumnya adalah sah-sah saja. Bahkan jika dengan syarat yang benar dan niat
yang baik bisa menjadi amal ibadah yang sangat besar pahalanya. Karena pada
dasarnya pernikahan adalah ibadah.
Namun demikian, besarnya nilai ibadah dalam
pernikahan tidak lantas dapat mempermudah semua urusan nikah, apalagi jika
ternyata perempuan yang hendak dinikah sedang hamil, maka perlu keterangan
lebih lanjut. Karena pastilah perempuan itu telah berhubungan dengan lelaki
yang menyebabkan kehamilannya.
Jika wanita yang hamil itu ditinggal mati
oleh suaminya, maka pernikahan dengannya hanya dapat dilakukan dengan sah
setelah ia melahirkan. Begitu juga jika perempuan yang hamil itu telah dicerai
suaminya, maka baru dapat dinikahi setelah ia melahirkan.
Hal ini jelas berdasar pada surat Thalq ayat
4:
وَأُولَاتُ
الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Dan wanita-wanita yang hamil, iddah mereka
itu adalah setelah melahirkan kadungannya.
Berbeda jikalau ternyata perempuan hamil itu
belum memiliki suami, atau hamil diluar nikah (hamil karena zina) yang dalam
bahasa sehari-hari disebut ‘hamil gelap’ , maka hukumnya sah menikahinya saat
itu juga dan juga boleh me-wathi-nya (berhubungan seks dengannya), tanpa
menunggu perempuan itu melahirkan bayinya. Sebagaimana keterangan dari
Hasyiatul Bajuri :
لونكح
حاملا من زنا صح نكاحه قطعا وجاز وطؤها قبل وضعه على االأصح
Jika seorang lelaki menikahi perempuan yang
sedang hamil karena zina, pastilah sah nikahnya. Boleh me-wathi-nya sebelum
melahirkannya, menurut pendapat yang paling shahih.
Adapun mengenai nasab keberadaan si bayi
tergantung pada lamanya jarak antara perkawinan dan kelahiran. Jikalau jarak
antara pernikahan dan kelahiran lebih dari enam bulan walaupun dua detik, maka
bayi itu bernasab pada bapaknya (lelaki yang mengawini ibunya dalam keadaan
hamil). Akan tetapi jika jarak antara perkawinan dan kelahiran itu kurang dari
enam bulan, maka nasab bayi itu kepada ibunya. Demikian dai keterangan kitab
yang di pinggir (hamis) Buaghyatul Musytarsyidin, begitulah teksnya
نكح
حاملا من الزنا فأتت بولد لزمن امكانه منه بأن ولدت لستة أشهر ولحظتين من عقده
وإمكان وطئه لحقه وكذا إن جهلت المدة ولم يدرهل ولدته لمدة الإمكان أولدونها على
الراجح وإن ولدته لدونها لم يلحقه
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan
bahwa perkara terpenting sehubungan dengan mengawini perempuan hamil adalah
memastikan terlebih dahulu, bahwa perempuan itu sedang tidak memiliki suami
yang sah baik karena ditinggal mati, dicerai atau karena hamil zina.
Namun, jika perempuan yang hamil itu masih
memiliki suami yang sah, sudah barang tentu tidak akan sah akad nikahnya,
selain itu juga bisa menyebabkan ‘perang’ dengan suaminya, karena itu sama
halnya dengan menikahi istri orang. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar