Potret Kemakmuran
Pemerintah Pada Masa Sayidina Umar
Oleh: Syuaib*
Ketika Abu Bakar menderita penyakit parah,
kekhawatiran terbesit dihatinya. Ia takut umat Islam berselisih pendapat
tentang siapa yang akan menjadi kahilfah setelah beliau berpulang ke hadapan
Allah, sebagaimana yang terjadi pasca wafatnya Rasulullah saw.
Agar hal itu tidak terulang kembali,
Sayyidina Abu Bakar langsung menunjuk pengganti untuk menempati posisinya.
Dengan pertimbangan matang, ia mempercayakan posisi itu kepada Umar bin al
Khattab. Sebab Sayyidina Umar dipandang paling pantas untuk mengemban amanah
agung ini.
Dan kenyataannya, pada masa kepemerintahan
Sayyidina Umar, kedaulatan Islam semakin membaik, perluasan kekuasan terus
bergerak, dan kemakmuran semakin memperindah catatan kepemimpinannya. Inilah
pencapaian Sayyidina Umar selama menggengam kekhalifahan. Ia adalah pemimpin
ideal yang tegas, adil, bijaksana dan pemurah.
Sistem Pengaturan Negara
Pada masa Sayyidina Umar bin Khattab, wilayah
kekuasaan Islam semakin merebak ke berbagai penjuru dunia. Seiring meluasnya
wilayah Islam, Sayyidiana Umar berinsiatif untuk membuat undang-undang yang
mengatur hubungan antara pemerintahan dengan bangsa-bangsa tersebut sesuai syariat
Islam. Maka ia membentuk pemimpin wilayah di wilayah-wilayah taklukkan Islam.
Namun pusat kepemerintahan tetap berada dibawah kekuasaannya.
Luasnya wilayah Islam ternyata juga berdampak
positif pada income negara. Sektor ini terus mengalami gejala peningkatan
hingga tidak memungkinkan hanya ditangani oleh satu orang saja. Maka atas
pertimbangan itu Sayyidina Umar mengangkat pegawai khusus untuk menangani
keuangan negara.
Adapun sumber-sumber pemasukan negara yang
dominan pada masa kepemerintahan Sayyidina Umar adalah zakat, harta rampasan,
pajak, kharaj, dan zakat dagangan sebesar 10 persen dari para pedagang kafir
harbi. Kebijakan ini merupakan inisiatifnya yang diilhami oleh sabda
Rasulullah: “Supaya pembagian harta dan pembelanjaannya jangan sampai
terlambat”.
Sementara itu, dalam mengurusi
pendistribusian kekayaan Negara, ia pun membentuk badan khusus, agar uang
Negara terbagi secara adil dan merata. Dari sinilah, muncul sebuah kepengurusan
yang menangani bidang dokumentasi dan arsip Negara. Dengan demikian Umar bin
al-Khathab adalah orang pertama yang melakukan pembukuan dan arsip Negara dalam
sejarah Islam.
Pendistribusian Dana Negara
Pendistribusian pendapatan Negara pada masa
Umar bin khattab, dibagi tiga prosedur. Pertama, pendistribusian harta zakat
dan hal-hal yang terkait dengannya. Harta ini didistribusikan pada delapan
golongan yang telah tercantum dalam al-Qur’an: “Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para muallaf yang di bujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang
berhutang, untuk orang yang berjalan di jalan allah dan orang-orang yang sedang
dalam perjalana, sebagai suatu ketetapan yang di wajibkan oleh Allah, dan Allah
maha mengetahui lagi maha bijaksana “ (QS At-Taubat [09]:60)
Kedua. Pendistribusian kharaj dan pajak,
cukai sebesar 10 persen dari pedagang kafir harbi. Pendapatan ini difungsikan
sebagai dana yang dialokasikan untuk menggaji para pegawai Negeri, tentara
perang, keluarga Nabi dan isteri para mujahid.
Ketiga. Pendistribusian harta rampasan.
Pendapatan ini seperlimanya dialokasikan kepada orang-orang yang disebut dalam
ayat al-Qur’an: “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul,
kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil” (QS Al Anfal
[08]: 41). Sementara sisanya yakni empat seperlima dari harta rampasan tersebut
dialokasikan kepada para tentara. Dengan perincian sebagai berikut; para
penunggang kuda mendapat tiga bagian, dua bagian diberikan untuk kudanya,
sementara satu bagian yang lain diberikan pada penunggangnya. Dan untuk tentara
yang berjalan kaki mendapatkan satu bagian saja.
Membentuk Administrasi Negara
Pada permulaan kepemerintahan Umar bin
Khattab para gubernur diberbagai wilayah penaklukan Islam menjalankan kebijakan
mereka sebagaimana yang dijalankan Umar di Madinah. Mereka memegang kekuasaan
legislatif, eksekutif dan pimpinan mileter dalam satu kekuasaan. Hanya saja,
ketika mereka menjadi lebih sibuk dengan urusan wilayah-wilayah secara umum
serta pemusatan politiknya melebihi apa yang harus dipikul ketika mereka
dilantik. Berita-berita angkatan bersenjata di Irak dan Syam menyita banyak
waktu dan perhatiannya. Maka Segala tindakan tunduk pada para pejabat di
berbagai daerah kedaulatannya. Hal itu menjadi pokok perhatian dan pikiran sang
Khalifah.
Di samping itu, jumlah penduduk semakin
membeludak dan income Negara masuk semakin bertambah. Usaha pembebasan dan
penaklukan terus maju. Lalu, sang Khalifah berinisiatif untuk mengumpulkan para
mentrinya untuk mengadakan rapat sebagai solusi dari problema ini. Oleh karena
itu mau tidak mau ia harus mengangkat beberapa pembantu yang dapat mengatur
segala kepentingan perorangan, terpisah dari kepentingan Negara. Maka, dari
hasil musyawarah tersebut terbentuklah Adsministrasi Negara.
Mengangkat Para Hakim
Dalam hal ini, yang pertama kali dilakukan
oleh sayyidina Umar ialah memisahkan kekuasaan yudikatif di Madinah dari
kekuasaannya oleh karena itu ia mengangkat Abu Darda’ sebagai hakim. Segala
permasalahan hukum diajukan dan diputuskan olehnya. Sesudah selesai pembangunan
kota Kufa dan Basrah serta penghuni yang terus bertambah. Dan banyak pula
anggota masyarakat yang terlibat dalam berbagai macam aktivitas, Sayyidina Umar
mengangkat Syuriah sebagai hakim Kufa, sementara untuk kota Basrah ia
memercayakannya kepada Abi Musa al-Asy’ari. Dan untuk kota Mesir ia percayakan
kepada Qois bin al ‘Ash as Sahmi sebagai hakim.
Semua hakim ini senantiasa memutuskan suatu
permasalahan dengan berlandasan pada Kitabullah dan Sunnah Rasul. Pengangkatan
mereka itu merupakan langkah awal dalam mengatur penguasaan yang terpisah satu
sama lain. Tetapi langkah inilah yang memang diperlukan dan dapat mengembangkan
kondisi pemerintahan, untuk selanjutnya dibutuhkan figur-figur Agama. Keadaan
ini terus berlanjut, dan baru bisa direalisasikan sebagai prinsip tetap untuk
diterapkan di seluruh kedaulatan setelah masa Umar.
Sikap Umar Terhadap Para Pejabatnya
Untuk tujuan di ataslah Umar mengirim
sebagian para pejabatnya kepada orang-orang Arab pedalaman, hal ini bukan untuk
merendahkan mereka, melainkan untuk menegakkan hukum Allah seadil-adilnya.
Kepada mereka ia berkata : “Perlakukanlah semua orang di termpat kalian itu
sama, yang dekat seperti yang jauh dan yang jauh seperti yang dekat.
Hati-hatilah terhadap suap dan menjalankan hukum karena hawa nafsu dan
bertindak diwaktu marah tegakkan dengan benar walaupun sehari hanya sesaat.” Ia
merasa dirinya bertanggung jawab terhadap hati nuraninya dan terhadap Allah
untuk menegakkan keadilan di segala tempat. Jika ada pejabatnya di ujung dunia
merugikan seseorang, maka seolah dialah pelakunya. Suatu hari ia berkata kepada
orang-orang di sekitarnya: “Bagaimana kalau saya menempatkan orang yang terbaik
yang saya ketahui atas kalian lalu saya perintahkan dia berlaku adil, sudah kah
saya menjalankan tugas saya ?” Mereka menjawab, Ya!. “Tidak” kata Umar,
“Sebelum saya melihat sendiri pekerjaannya, dia melaksanakan apa yang saya
perintahkan atau tidak.” Itu sebabnya ia mengadakan pengawaasan terhadap para
pejabatnya begitu ketat.
*Santri Ponpes Sidogiri – Pasuruan, Jawa
Timur, Anggota LPSI FK Adab, PPS K-6 Asal Bangkalan
Referensi:
·
Muqaddimah Ibnu Khaldun; hlm 243
·
Siyasatul Mali fi al Islam; hlm 155
·
Asrul Khilafah ar-Rasyidun, hlm 217
·
Ibid hal 184
·
Shahih At Tautsiq Fi Sirah Wa Hayat Al
Faruq Umar Bin Al Khattab 373
·
Mahmud Muhammad al-Khazandar, Fiqih al
I’tikaf 164
Sumber: Buletin Pondok Pesantren Sidogiri,
Pasuruan – Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar