Jumat, 15 Maret 2013

BamSoet: Empat Nama Baru di Bank Century

Empat Nama Baru di Bank Century

 

Bambang Soesatyo

Anggota Tim Pengawas

Kasus Bank Century DPR RI

 

EMPAT nama baru yang dimunculkan dalam kasus Bank Century  memperkuat dugaan tentang konspirasi besar dibalik mega skandal manipulasi pemanfaatan dana di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).  Nama-nama itu diduga menjalankan fungsi menampung, mengamankan dan mengelola pemanfaatan dana haram itu untuk membiayai kegiatan politik pada 2009.

 

Sama sekali tidak direncanakan, baik oleh Tim Pengawas DPR untuk proses Hukum kasus Bank Century, maupun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tiba-tiba saja, lembaran baru kasus Bank Century terbuka, menyajikan sejumlah nama yang patut diselidiki keterlibatannya. Tidak untuk kalangan terbatas, melainkan langsung dibuka di ruang publik. Dimunculkannya enam nama  – yang kemudian harus diciutkan menjadi empat karena satu nama lain diketahui sudah meninggal dan satunya pengusaha – itu mirip dengan pengungkapan posisi PT Ancora dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam kasus ini, walaupun konstruksi persoalannya berbeda. Tanpa harus melakukan investigasi, Timwas DPR memperoleh dokumen tentang pemilikan Ancora atas aset milik Robert Tantular Cs melalui PT Graha Nusa Utama (GNU).

 

Dua rangkaian peristiwa itu barangkali sudah menjadi kehendak alam untuk mengingatkan rakyat Indonesia agar sekali-kali tidak boleh melupakan kejahatan besar berjuluk Kasus Century ini. Akan selalu ada peristiwa, besar maupun kecil, yang akan membawa ingatan publik pada mega skandal ini. Seperti itulah proses munculnya empat nama yang menjadi lembaran baru kasus Century. Sekali lagi, segenap warga negara diingatkan bahwa proses hukum mega skandal ini belum selesai, dan menjadi kewajiban moral setiap warga negara untuk mendesak penegak hukum menuntaskan proses hukum kasus ini.

 

Apakah empat nama itu benar-benar terlibat? Tentu saja harus divalidasi oleh institusi penegak hukum, dalam hal ini KPK. Timwas DPR sendiri akan mendalami lagi informasi keterlibatan mereka. Sebab, tidak bijaksana juga jika informasi keterlibatan empat nama ini didiamkan begitu saja. Oleh karena itu, KPK pun diharapkan pro aktif mendalami informasi terbaru ini.

 

Kalau diibaratkan data atau bukti sementara, kualitas empat nama itu terbilang tinggi. Sebab, kalau diasumsikan bahwa dana bailout Century dari LPS itu diselewengkan untuk membiayai aktivitas politik, keempat nama itu diduga sebagai pihak yang menampung, mengamankan dan mengelola pemanfaatannya.

 

Kenapa diasumsikan demikian? Sebelum ditampung, diamankan dan dimanfaatkan, dana bailout dari LPS yang ditarik keluar dari Bank Century (saat itu) sempat melanglang buana dulu ke begitu banyak rekening nasabah pada 63 bank di dalam negeri. Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dana yang ditarik keluar dari Bank Century dilakukan melalui pola yang berbeda. Misalnya, nasabah A menarik kemudian memindahkan ke bank lain tetapi dengan nama yang berbeda. Ada juga nasabah yang menarik dan memasukannya ke suatu lembaga atau perusahaan.

 

Masih segar dalam ingatan banyak orang tentang sejumlah keanehan atau kejanggalan tentang transaksi dan profil nasabah Bank Century penerima dana talangan dari LPS. Pansus Hak Angket  mengidentifikasi kejanggalan transaksi pada 11 nasabah individu, 14 institusi sekuritas, 2 yayasan,  10 BUMN, 4 perusahaan pengelola dana kesejahteraan dan 5 perusahaan swasta.

 

Karena berbagai kejanggalan itu, Pansus DPR untuk Hak Angket Century sempat meminta PPATK mengungkap aliran dana yang mencurigakan kepada 25 nasbah, baik individu maupun korporat.  Pansus juga mendesak pengungkapan penarikan dana tunai Rp 3,3 triliun yang tidak teridentifikasi PPATK. Penarikan dana sebesar itu terjadi pada periode pekan pertama November 2008 – 10 Agustus 2009. Ada nasabah yang menarik dananya sampai Rp 60 miiar

 

Konspirasi Elit

 

BPK sendiri mengalami kesuiltan mengungkap aliran dana bailout Bank Century karena data profil nasabah Bank Century, tidak lengkap. Data yang tidak lengkap itu mempersulit profiling. Bahkan, temuan di lapangan menjadi serba aneh dan tidak masuk akal. Misalnya, ketika BPK meneliti aliran dana kepada pihak yang menarik dana hingga di atas Rp 2 miliar, ternyata alamat yang dituju hanya sebuah restoran kecil yang langsung menyangkal telah menerima aliran dana.

 

Selain itu, hasil investigasi PPATK juga menemukan puluhan miliar dana bailout mengalir ke rekening seorang anggota DPR. PPATK juga sempat menelusuri identitas penerima dana yang namanya mirip dengan nama pejabat.

 

Pansus  DPR juga sempat mencurigai PT Asuransi Jiwa Proteksi (AJP). Sebab, AJP sempat  melakukan transaksi penarikan bernilai Rp 4,054 miliar pada Desember 2008, tak lama setelah Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 20 November 2008 menyetujui  FPJP untuk Bank Century.  Belakangan,  AJP diketahui sebagai donatur calon presiden.  AJP menyumbang  kepada tim sukses Capres sebesar Rp 1,4 miliar melalui dua kali transaksi penarikan pada 25 Juni 2009, masing-masing  Rp 600 juta dan Rp 850 juta.

 

Ada juga kasus transaksi yang sangat unik dan karenanya patut dicurgai. Pertama, karena si nasabah secara berkelanjutan terus berganti-ganti nama. Kedua, nasabah ini seperti sedang berusaha menguras isi rekeningnya, pasca LPS merealisasikan penyertaan modal sementara (PMS) tahap kedua  pada periode 9 – 31 Desember 2008. Tidak hanya berganti-ganti nama, nassabah ini per harinya bisa menarik dana berkali-kali hingga mencapai puluhan miliar. Sejumlah transaksi penarikan masing-masing  bernilai Rp 2miliiar, sementara penarikan lainnya pada kisaran ratusan juta dan sebagian ditarik dalam valas.

 

Artinya, setelah disebarkan ke begitu banyak rekening pada puluhan bank, dana-dana itu pada waktunya harus ditarik dan dikumpulkan kembali. Sebab, akan digunakan untuk membiayai aktivitas politik di tahun politik 2009. Pada tahap inilah keempat nama itu diduga mulai memainkan perannya. Karena itu, mencurigai mereka terlibat dalam mega skandal Bank Century bukanlah mengada-ada.

 

Dengan demikian, kalau dikaitkan dengan data dan fakta sebelumnya, termasuk rekomendasi Sidang Paripurna DPR tentang kasus Century dan penetapan tersangka  terhadap dua mantan Deputi Gubernur BI oleh KPK, menjadi semakin jelas bahwa mega skandal Bank Centutry dilakukan oleh konspirasi besar para pelaku kejahatan kerah putih dengan oknum elit pejabat tinggi negara sebagai gerombolan  pelakunya. Gerombolan itu menternak bank bermasalah bernama Bank Century, memelihara dan mengelolanya sedemikian rupa untuk mempraktikan penyalahgunaan wewenang. Misalnya, membiarkan manajemen bank itu menjual surat berharga bodong dan sejumlah pelanggaran lainnya.

 

Semua pelanggaran terhadap prinsip prudential banking itu terus dipupuk sampai pada saatnya nanti bisa dimanfaatkan sebagai dasar merancang alasan mengada-ada mengenai urgensi menyelamatkan sebuah bank bermasalah. Gerombolan penjahat itu mendapatkan momentumnya manakala perekonomian global dihantui krisis.

 

Faktor krisis global itu diidentifikasi sebagai potensi gangguan terhadap perekonomian negara.  Dimunculkan argumen bahwa dalam situasi seperti itu, kalau ada bank yang dibiarkan bangkrut, dampaknya akan sistemik. Padahal, Bank Century sudah dirancang untuk gagal. Maka, dengan klaim atas nama kepentingan nasional, para penguasa menggunakan kekuasaan mereka untuk menguras Rp 6,7 triliun dana di LPS untuk menyelamatkan Bank Century. []

 

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar