Bambang Soesatyo
Anggota Tim Pengawas
Kasus Bank Century DPR RI
EMPAT nama baru yang dimunculkan dalam kasus
Bank Century memperkuat dugaan tentang konspirasi besar dibalik mega
skandal manipulasi pemanfaatan dana di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Nama-nama itu diduga menjalankan fungsi menampung, mengamankan dan mengelola
pemanfaatan dana haram itu untuk membiayai kegiatan politik pada 2009.
Sama sekali tidak direncanakan, baik oleh Tim
Pengawas DPR untuk proses Hukum kasus Bank Century, maupun oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Tiba-tiba saja, lembaran baru kasus Bank Century
terbuka, menyajikan sejumlah nama yang patut diselidiki keterlibatannya. Tidak
untuk kalangan terbatas, melainkan langsung dibuka di ruang publik.
Dimunculkannya enam nama – yang kemudian harus diciutkan menjadi empat
karena satu nama lain diketahui sudah meninggal dan satunya pengusaha – itu
mirip dengan pengungkapan posisi PT Ancora dan Menteri Perdagangan Gita
Wirjawan dalam kasus ini, walaupun konstruksi persoalannya berbeda. Tanpa harus
melakukan investigasi, Timwas DPR memperoleh dokumen tentang pemilikan Ancora
atas aset milik Robert Tantular Cs melalui PT Graha Nusa Utama (GNU).
Dua rangkaian peristiwa itu barangkali sudah
menjadi kehendak alam untuk mengingatkan rakyat Indonesia agar sekali-kali
tidak boleh melupakan kejahatan besar berjuluk Kasus Century ini. Akan selalu
ada peristiwa, besar maupun kecil, yang akan membawa ingatan publik pada mega
skandal ini. Seperti itulah proses munculnya empat nama yang menjadi lembaran
baru kasus Century. Sekali lagi, segenap warga negara diingatkan bahwa proses
hukum mega skandal ini belum selesai, dan menjadi kewajiban moral setiap warga
negara untuk mendesak penegak hukum menuntaskan proses hukum kasus ini.
Apakah empat nama itu benar-benar terlibat?
Tentu saja harus divalidasi oleh institusi penegak hukum, dalam hal ini KPK.
Timwas DPR sendiri akan mendalami lagi informasi keterlibatan mereka. Sebab,
tidak bijaksana juga jika informasi keterlibatan empat nama ini didiamkan
begitu saja. Oleh karena itu, KPK pun diharapkan pro aktif mendalami informasi
terbaru ini.
Kalau diibaratkan data atau bukti sementara,
kualitas empat nama itu terbilang tinggi. Sebab, kalau diasumsikan bahwa
dana bailout Century dari LPS itu diselewengkan untuk membiayai aktivitas
politik, keempat nama itu diduga sebagai pihak yang menampung, mengamankan dan
mengelola pemanfaatannya.
Kenapa diasumsikan demikian? Sebelum
ditampung, diamankan dan dimanfaatkan, dana bailout dari LPS yang ditarik
keluar dari Bank Century (saat itu) sempat melanglang buana dulu ke begitu
banyak rekening nasabah pada 63 bank di dalam negeri. Menurut Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dana yang ditarik keluar dari Bank
Century dilakukan melalui pola yang berbeda. Misalnya, nasabah A menarik
kemudian memindahkan ke bank lain tetapi dengan nama yang berbeda. Ada juga
nasabah yang menarik dan memasukannya ke suatu lembaga atau perusahaan.
Masih segar dalam ingatan banyak orang
tentang sejumlah keanehan atau kejanggalan tentang transaksi dan profil nasabah
Bank Century penerima dana talangan dari LPS. Pansus Hak Angket
mengidentifikasi kejanggalan transaksi pada 11 nasabah individu, 14 institusi
sekuritas, 2 yayasan, 10 BUMN, 4 perusahaan pengelola dana kesejahteraan
dan 5 perusahaan swasta.
Karena berbagai kejanggalan itu, Pansus DPR
untuk Hak Angket Century sempat meminta PPATK mengungkap aliran dana yang
mencurigakan kepada 25 nasbah, baik individu maupun korporat. Pansus juga
mendesak pengungkapan penarikan dana tunai Rp 3,3 triliun yang tidak
teridentifikasi PPATK. Penarikan dana sebesar itu terjadi pada periode pekan
pertama November 2008 – 10 Agustus 2009. Ada nasabah yang menarik dananya
sampai Rp 60 miiar
Konspirasi Elit
BPK sendiri mengalami kesuiltan mengungkap
aliran dana bailout Bank Century karena data profil nasabah Bank Century, tidak
lengkap. Data yang tidak lengkap itu mempersulit profiling. Bahkan, temuan di
lapangan menjadi serba aneh dan tidak masuk akal. Misalnya, ketika BPK meneliti
aliran dana kepada pihak yang menarik dana hingga di atas Rp 2 miliar, ternyata
alamat yang dituju hanya sebuah restoran kecil yang langsung menyangkal telah
menerima aliran dana.
Selain itu, hasil investigasi PPATK juga
menemukan puluhan miliar dana bailout mengalir ke rekening seorang anggota DPR.
PPATK juga sempat menelusuri identitas penerima dana yang namanya mirip dengan
nama pejabat.
Pansus DPR juga sempat mencurigai PT
Asuransi Jiwa Proteksi (AJP). Sebab, AJP sempat melakukan transaksi
penarikan bernilai Rp 4,054 miliar pada Desember 2008, tak lama setelah Rapat
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 20 November 2008 menyetujui
FPJP untuk Bank Century. Belakangan, AJP diketahui sebagai donatur
calon presiden. AJP menyumbang kepada tim sukses Capres sebesar Rp
1,4 miliar melalui dua kali transaksi penarikan pada 25 Juni 2009,
masing-masing Rp 600 juta dan Rp 850 juta.
Ada juga kasus transaksi yang sangat unik dan
karenanya patut dicurgai. Pertama, karena si nasabah secara berkelanjutan terus
berganti-ganti nama. Kedua, nasabah ini seperti sedang berusaha menguras isi
rekeningnya, pasca LPS merealisasikan penyertaan modal sementara (PMS) tahap
kedua pada periode 9 – 31 Desember 2008. Tidak hanya berganti-ganti nama,
nassabah ini per harinya bisa menarik dana berkali-kali hingga mencapai puluhan
miliar. Sejumlah transaksi penarikan masing-masing bernilai Rp 2miliiar,
sementara penarikan lainnya pada kisaran ratusan juta dan sebagian ditarik
dalam valas.
Artinya, setelah disebarkan ke begitu banyak
rekening pada puluhan bank, dana-dana itu pada waktunya harus ditarik dan
dikumpulkan kembali. Sebab, akan digunakan untuk membiayai aktivitas politik di
tahun politik 2009. Pada tahap inilah keempat nama itu diduga mulai memainkan
perannya. Karena itu, mencurigai mereka terlibat dalam mega skandal Bank
Century bukanlah mengada-ada.
Dengan demikian, kalau dikaitkan dengan data
dan fakta sebelumnya, termasuk rekomendasi Sidang Paripurna DPR tentang kasus
Century dan penetapan tersangka terhadap dua mantan Deputi Gubernur BI
oleh KPK, menjadi semakin jelas bahwa mega skandal Bank Centutry dilakukan oleh
konspirasi besar para pelaku kejahatan kerah putih dengan oknum elit pejabat
tinggi negara sebagai gerombolan pelakunya. Gerombolan itu menternak bank
bermasalah bernama Bank Century, memelihara dan mengelolanya sedemikian rupa
untuk mempraktikan penyalahgunaan wewenang. Misalnya, membiarkan manajemen bank
itu menjual surat berharga bodong dan sejumlah pelanggaran lainnya.
Semua pelanggaran terhadap prinsip prudential
banking itu terus dipupuk sampai pada saatnya nanti bisa dimanfaatkan sebagai
dasar merancang alasan mengada-ada mengenai urgensi menyelamatkan sebuah bank
bermasalah. Gerombolan penjahat itu mendapatkan momentumnya manakala
perekonomian global dihantui krisis.
Faktor krisis global itu diidentifikasi
sebagai potensi gangguan terhadap perekonomian negara. Dimunculkan
argumen bahwa dalam situasi seperti itu, kalau ada bank yang dibiarkan
bangkrut, dampaknya akan sistemik. Padahal, Bank Century sudah dirancang untuk
gagal. Maka, dengan klaim atas nama kepentingan nasional, para penguasa
menggunakan kekuasaan mereka untuk menguras Rp 6,7 triliun dana di LPS untuk
menyelamatkan Bank Century. []
Sent from my BlackBerry® smartphone from
Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar