Demokrasi
Meritokratik
Oleh:
Anas Urbaningrum
DEMOKRASI
adalah nilai kebajikan politik. Perjalanan yang panjang menjadi bukti bahwa
demokrasi mempunyai kesanggupan diuji sejarah.
Dengan berbagai kekurangannya, demokrasi telah menjadi pilihan utama banyak negara di dalam sistem politiknya. Tentu saja kemampuan demokrasi ditopang oleh tersedianya ruang koreksi dari dalam.
Tujuan demokrasi amat terang: demi kebaikan bersama, yakni keadilan politik. Kebebasan sebagai salah satu spirit demokrasi adalah pilar penyangga yang pokok.
Tanpa kebebasan dan egalitarianisme, demokrasi akan kehilangan separuh nafasnya. Dengan demokrasi sebagai pilihan, tidak ada yang meragukan kebaikan tujuan. Amat pasti tujuannya adalah baik.
Kebaikan tujuan saja ternyata tidak cukup. Memegang kebaikan tujuan mesti disertai dengan kesetiaan kepada cara yang sejakan dengan tujuan itu.
Karena itu, tujuan yang baik mesti ditempuh dan diperjuangkan dengan cara yang baik. Tujuan yang baik tidak boleh dijalankan dengan metode yang buruk. Tujuan tidak bisa ditempuh dengan menghalalkan segala cara.
Cara-cara yang tidak baik justru akan melukai tujuan, bahkan bisa menenggelamkan tujuan itu sendiri.
Meritokrasi adalah sarana yang baik dalam sistem politik untuk menghasilkan produk-produk yang terbaik dalam proses demokrasi. Meritokrasi bisa memberikan ruang dan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan.
Sistem ini bagi masyarakat banyak akan memberikan rasa keadilan. Mereka yang berprestasi bisa menjadi pemimpin, tetapi tetap membuka diri untuk menerima kritik kepada mereka yang tidak mendapat tempat untuk memimpin.
Dalam pengertian khusus, meritokrasi akan bertentangan dengan nepotisme. Karena nepotisme lebih mengutamakan hubungan yang tidak didasarkan pada prestasi atau kemampuan.
Dalam konteks demokrasi, ajaran "realis" Machiavelli tidak relevan digunakan. Demokrasi yang di dalamnya bisa memberikan kesempatan luas pada siapa saja untuk berprestasi, akan terjaga martabat kebaikannya.
Juga harus diikuti oleh kesetiaan untuk menggandeng etika, moralitas, fatsoen, kesantunan dan antikekerasan.
Tujuan demokrasi tidak boleh ditempuh dengan menghalalkan segala cara. Berpikir, bersikap dan menghalalkan segala cara sebagai metode menempuh tujuan demokrasi adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai dasar dan tujuan demokrasi.
Tujuan menghalalkan cara justru akan memasukkan elemen haram dalam demokrasi!
Wallahualam. [***]
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar