Tahun Dag-dig-dug Tidak Hanya untuk Politisi
Senin, 18 Maret 2013
Meninggalnya beberapa orang sakit yang tidak
mendapatkan kamar di rumah sakit Jakarta menjadi salah satu topik diskusi dies
natalis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia awal bulan ini.
Sejak diberlakukannya
Kartu Jakarta Sehat (KJS), jumlah orang yang datang ke rumah sakit memang
meningkat tiga kali lipat. “Ibaratnya, digigit nyamuk pun sekarang masuk rumah
sakit,” ujar seorang dokter di forum itu. “Akibatnya, yang sakit sungguhan
tidak kebagian tempat,” tambahnya.
Saya mencatat seluruh
pemikiran para dokter hari itu. Sebab, PT Askes (Persero) yang sekarang masih
di bawah Kementerian BUMN harus bisa menyiapkan diri untuk menyambut era baru:
Mulai 1 Januari 2014 keperluan kesehatan 86 juta orang miskin harus dilayani
secara gratis. Pertanyaan besarnya: Siapkah Askes?
Dirut PT Askes yang
baru, Dr dr Fachmi Idris, beserta seluruh jajarannya hari-hari ini
berkonsentrasi penuh untuk mempersiapkan semua itu. Waktu tidak banyak lagi.
Internal masih punya banyak masalah yang harus diselesaikan: bagaimana status
pegawai Askes nanti setelah Askes bukan lagi BUMN, bagaimana jenjang karirnya,
dan seterusnya.
Sambil memikirkan
nasib diri sendiri itu, Askes harus memikirkan wujud pelayanannya nanti:
bagaimana agar semua pemilik kartu sehat bisa terlayani, bagaimana agar rumah
sakit bisa dibayar tepat waktu, bagaimana para dokter bisa tenang dalam
bekerja.
Kesimpulan hari itu
jelas: Kalau semua orang sakit diperbolehkan langsung masuk rumah sakit, akan
banyak kasus orang meninggal dunia karena tidak kebagian kamar. Dan lagi, kata
para dokter hari itu, tidak semua penyakit harus diatasi di rumah sakit. Banyak
penyakit yang sudah bisa ditangani di tingkat puskesmas.
Bahkan, para dokter
punya cita-cita yang besar: Banyak orang yang sebenarnya tidak perlu sakit
kalau ada dokter yang khusus mencegah terjadinya penyakit di masyarakat.
Kalau pengaturan itu
tidak jalan, bisa-bisa judul berita di sebuah surat kabar pekan lalu
benar-benar akan terjadi: KJS membuat politisi dapat nama, membuat dokter
kehilangan nama.
Untuk mencegah agar
tidak semua orang sakit langsung datang ke rumah sakit, tidak ada jalan lain
kecuali dikeluarkan aturan ini: Semua orang sakit harus ke puskesmas. Kecuali
yang gawat darurat. Puskesmaslah yang akan menilai pasien tersebut cukup diobati
di situ atau harus dirujuk ke rumah sakit.
Demikian pula
sebaliknya. Rumah sakit hanya mau menerima pasien yang membawa surat pengantar
dari puskesmas. Kecuali yang gawat darurat.
Direksi Askes sudah
sepakat dengan gubernur DKI, Pak Jokowi, untuk melakukan uji coba sistem
tersebut. Bulan depan sudah dimulai. Jakarta akan jadi pelopornya. Apalagi,
puskesmas-puskesmas di Jakarta sudah cukup memadai.
Di Jakarta, puskesmas
tidak hanya ada di tingkat kecamatan. Di satu kecamatan bisa ada lima
puskesmas.
Setelah diskusi di FK
UI itu, saya bersama Dr Fachmi Idris mengunjungi beberapa puskesmas di Jakarta.
Juga melihat apa yang terjadi di salah satu rumah sakit di Jakarta yang sangat
padat. Askes akan membangun sistem link online yang menghubungkan puskesmas dengan
seluruh rumah sakit di Jakarta.
Pasien yang datang ke
puskesmas dan harus dirujuk ke rumah sakit akan dirujuk secara online. Bahkan,
di sistem itu sudah bisa dilacak di rumah sakit mana pasien tersebut harus
ditangani. Di puskesmas itu bisa dilihat rumah sakit mana saja yang masih memiliki
kamar yang kosong.
Dengan demikian,
tidak terjadi pasien keliling dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain yang
semuanya penuh. Ada waktu sembilan bulan untuk mencoba sistem tersebut.
Kesalahan dan kekeliruan bisa dikoreksi segera. Kalaupun sistem itu gagal,
sudah harus diketahui sebelum 1 Januari 2014. Kita juga belum tahu seberapa
masyarakat bisa menerima kalau diharuskan ke puskesmas dulu.
“Dalam praktik, ada
pemegang KJS yang tidak dapat kamar, lalu bertanya apakah ada kamar VIP.
Setelah diberi tahu betapa mahal kamar itu dan akan di luar pertanggungan KJS,
pasien tersebut minta VIP dan mengatakan mampu membayarnya,” ujar seorang
dokter di diskusi itu.
Salah satu puskesmas
yang saya kunjungi hari itu, Puskesmas Gambir, sebenarnya sudah bukan seperti
puskesmas yang saya kenal dulu. Besar dan lengkap. Hanya, tidak ada kamar untuk
opname rawat inap.
Saya melongok
toilet-toiletnya, juga cukup bersih. Lab untuk memeriksa darah pun ada. Merekam
jantung juga ada. Klinik gigi juga lengkap. Bahkan sampai mampu merehabilitasi
mantan pecandu narkoba. Lebih dari 100 mantan pecandu narkoba tiap hari datang
ke situ untuk minum obat anti kecanduan.
Dokter Deuis
Nurhayati, kepala Puskesmas Gambir, mengatakan siap menerima sistem online
dengan rumah sakit. Juga siap bila ada aturan baru bahwa semua pasien di
kawasan itu harus ke puskesmas dulu.
Coba kita monitor
bersama bagaimana jalannya uji coba sistem baru di Jakarta itu. Kalau bisa
jalan, sungguh keteraturan mulai bisa dilaksanakan di negara kita. Tentu masih
harus dicari jalan lain untuk daerah yang puskesmasnya belum sebaik dan
sebanyak di Jakarta. Tapi, direksi Askes juga akan melakukan uji coba yang sama
di beberapa daerah.
Yang kelihatannya
masih sulit adalah pelaksanaan cita-cita besar para dokter tersebut: mencegah
orang sakit. Dana negara kelihatannya belum cukup. Jatah anggaran dari negara
untuk meng-Askes-kan 86 juta orang itu baru sekitar Rp 15.000 per orang per
bulan. Itu pun sudah menghabiskan anggaran negara sebesar Rp 1,29 triliun
setahun.
Kalau anggaran itu
bisa dinaikkan menjadi Rp 25.000 per orang per bulan, sudah bisa dirancang akan
ada sejumlah dokter yang tugasnya terus-menerus mengunjungi 86 juta orang
tersebut justru sebelum mereka sakit.
Dengan demikian,
puskesmas tidak akan kelebihan beban dan rumah sakit juga tidak penuh dengan
pasien. Uang yang harus dikeluarkan negara memang lebih besar. Tapi, karena
sakit bisa dicegah, pemborosan nasionalnya justru bisa dikurangi.
Meskipun mungkin
negara belum bisa memenuhi keinginan itu tahun ini, ide tersebut tidak boleh
dikubur. Suatu saat nanti pasti bisa dilaksanakan.
Bagi politisi, tahun
ini adalah tahun politik. Banyak politikus yang dag-dig-dug bisa masuk daftar
caleg atau tidak. Bagi dokter, tahun ini adalah tahun mempersiapkan era baru
sistem pelayanan kesehatan. Juga dag-dig-dug.
Dan bagi PT Askes,
tahun ini adalah tahun kerja keras menyiapkan sistem baru. Tidak kalah
dag-dig-dugnya. Ada perekam jantung di Puskesmas Gambir untuk tiga-tiganya. (*)
Dahlan Iskan, Menteri
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar