Konspirasi Semesta
Oleh: Emha Ainun Nadjib
Anis Matta Presiden baru PKS menolong bangsa
Indonesia dengan menyatakan bahwa ada konspirasi global yang mengancam nasib
seluruh bangsa Indonesia, menghalangi kebangkitannya dan merancang secara
sistematis kehancurannya. Sebagai seorang warganegara NKRI saya mengucapkan
terima kasih yang mendalam atas petunjuk beliau, terutama karena yang menjadi
fokus keprihatinan saya adalah nasib anak cucu saya dan kita semua.
Sebab konspirasi
global pasti urusannya bukan satu dua tahun, satu dua dekade atau era,
melainkan minimal satu dua abad, mungkin malah sudah berlangsung dua millenium
lebih sedikit. Dan anak-anak saya kalau sudah dewasa akan ditimpa puncak sukses
rekayasa global itu untuk menjadi budak dari suatu pemerintahan global yang
melakukan kontrol absolut memasang micro-chip di jidat mereka.
Sesungguhnya sangat
indah dan patriotik andaikan wacana tentang Konspirasi Global itu menjadi salah
satu alasan mendasar berdirinya PKS dulu. Kenapa sih mas Anis kok baru omong
sekarang. Kenapa menunggu Pak Luthfi dijaring KPK. Kenapa setelah PKS dikepung badai
baru mas Anis membukakan pengetahuan tentang Konspirasi Semesta Raya itu.
Padahal kan yang
menjadi korban seluruh bangsa Indonesia sampai para generasi penerus kita
kelak. Apa tega saya menyimpulkan bahwa PKS hanya memikirkan dirinya sendiri
saja, sehingga setelah beliau-beliau sendiri terkena “sabet” konspirasi, baru
muncul kepentingan untuk melawannya. Kan Konspirasi Global itu musuh kita
bersama.
Sebelum ini banyak
terdakwa yang membuat pernyataan yang sama tentang konspirasi “besar”. Ada
terdakwa video porno, pelecehan seks dll yang juga bilang sedang mengalami
“character assassination” oleh suatu konspirasi besar. Ketika muncul isyu di
kalangan masyarakat tertentu bahwa saya punya tiga istri, seorang teman juga
memberitahukan bahwa ada konspirasi global yang sedang memproses penghancuran
citra saya. Untunglah saya tidak punya citra, sehingga penghancuran itu tidak
ada sasarannya. Bahkan saya berterima kasih kepada para penyebar rumor itu,
sebab langsung fungsional menjadi pengontrol atas diri saya agar tetap bertahan
dengan satu istri saja.
Mas Johan Budi jubir
KPK aneh juga pernyataannya: “KPK jangan dikait-kaitkan dengan politik”. Pasti
yang beliau pakai adalah bahasa publik yang kontekstual dan konotatif. Sebab
denotasinya KPK itu lahir dari keputusan politik, dan seluruh pekerjaannya juga
sangat bersubstansi politik. Makna dan tujuan seluruh penyelenggaraan politik
nasional kenegaraan adalah untuk mengamankan hak-hak seluruh rakyat, harta
bendanya, martabat dan nyawanya, dari setiap kemungkinan pencurian, pelecehan
dan penghancuran. KPK adalah salah satu ujung tombak kuratif dari proses
pengamanan nasional atas hak-hak rakyat itu.
Saya punya saran yang
mungkin “kelabu” secara moral, “hitam” secara hukum Indonesia, tapi “putih”
secara akal sehat manusia. Di luar kedudukan masing-masing di PKS dan KPK, mas
Johan mengajak mas Anis taruhan saja untuk membuktikan salah tidaknya mantan
Presiden PKS. Dengan pengawasan berdua atas kebersihan proses peradilannya,
kalau beliau divonis bersalah: mas Anis mencabut pernyataan tentang konspirasi.
Kalau beliau bebas, mas Johan datang ke rumah mas Anis untuk minta maaf secara
pribadi sambil membawa kue-kue, bebuahan dan souvenir.
“Taruhan” ini saya
sarankan karena dalam “ushulul-fiqh” atau filsafat hukum Islam ada asas bahwa
kemudharatan kecil boleh dilakukan dalam rangka menghindarkan kemudharatan
besar. Kalau jutaan kader PKS dan rakyat Indonesia dibiarkan bingung oleh soal
konspirasi besar yang mas Anis “sengaja tidak mau menyebutnya”, bisa menjadi mudharat
besar. Jadi kayaknya bolehlah beliau berdua taruhan saja, kalaupun berdosa ya
insyaallah bobot dosanya lebih kecil dibanding kadar manfaat yang
dihasilkannya.
Umpamanya ada orang
yang bertanya, “Sudahlah, nggak usah ngobrol soal konspirasi, nyatakan saja:
mencuri atau tidak?”, rasanya “kurang elite” atau “nggak level” untuk terseret
menjawabnya. Termasuk kalau ada yang menjelaskan: kalau KPK memastikan
seseorang menjadi terdakwa, itu berbeda dengan apabila dakwaan itu berasal dari
Kejaksaan. KPK tidak punya wewenang untuk menerbitkan SP3, sehingga tingkat
soliditas yuridisnya sangat tinggi untuk menterdakwakan seseorang.
Oleh karena itu kalau
memang saran untuk taruhan ini “syubhat” atau bahkan “haram”, opsi saya
berikutnya adalah mas Anis sebagai Presiden PKS bikin konferensi pers lagi,
membawa Al-Quran, kemudian bersumpah di bawah Kitab Suci kepada Allah swt dan
seluruh bangsa Indonesia bahwa beliau Pak Luthfi Hasan tidak melakukan korupsi.
Lebih afdhal jika
acara sumpah itu diawali dan diakhiri dengan pembacaan statemen Tuhan: “Apakah
kalian mengira bahwa Aku menciptakan kalian semua itu untuk main-main? Dan
apakah kalian menyangka bahwa hidup dan segala urusan kalian ini akan bisa
menghindar untuk kembali kepada-Ku?”
Kalau saran kedua itu
kurang produktif juga secara KPK, PKS atau ke-Indonesia-an, opsi berikutnya
adalah mengambil kejadian ini sebagai momentum heroisme nasional mas Anis Matta
dan PKS. Tentu saja karakter PKS jauh dari kecenderungan riya’ dan takabbur
untuk mempahlawan-pahlawankan dirinya. Tetapi maksud saya adalah bahwa ini
momentum sangat bagus bagi PKS untuk menolong seluruh bangsa Indonesia dan
mengamankan masa depan kita semua.
PKS tidak melihat
kasus mantan Presidennya bukan sekedar kasus korupsi dan urusan hukum. Melainkan
jauh lebih besar dari itu. KPK hanyalah urusan sejengkal waktu. PKS melakukan
kebangkitan besar untuk urusan yang juga sangat besar. PKS menjadi “KPK” untuk
menterdakwakan pelaku-pelaku Konspirasi Global demi nasionalisme dan
kemerdekaan ummat manusia di seluruh muka bumi. Mas Anis Matta memimpin suatu
pergerakan nasional dan dunia, menjadikan momentum ini sebagai trigger sejarah:
membuka cakrawala peradilan sejarah dunia, menguakkan rahasia tipudaya sejarah
yang berlangsung sejak Nabi Isa lahir yang berhasil memfitnah beliau dan
merekayasa hingga ke kayu salib — terlepas dari versi kontra versi tentang
fakta penyaliban itu.
Tahap berikut
tipudaya itu yang dirundingkan 37 tahun sesudah penyaliban, yang buah-buah
keberhasilannya tidak saya sebutkan di tulisan ini. Kemudian pembaharuan
strategi dan modifikasi aplikasinya sesudah Renaissance, pengkayaan-pengkayaan
sesuai dengan tonggak-tonggak perubahan sejarah, abad 17, 18, 19. 20, hingga
hari ini, yang berlangsung sangat panjang dan detail, melalui pasal-pasal
Takkim, Shadda, Parokim, Libarim, Babill, Onan, Protokol, Gorgah, Plotisme,
Qornun, menelusup ke dunia pendidikan, media massa, ruang-ruang sidang
parlemen, lembar-lembar informasi jenis apapun saja, bahkan menggerogoti
berita-berita firman Tuhan.
Indonesia yang kaya
raya adalah “janda muda” yang cantik jelita bahenol sexy yang semua “jawara”
dunia tergiur ingin menguasainya, dengan metoda penaklukan dan penjajahan yang
terus diperbaharui. PKS berkesempatan menjelaskan kepada rakyat Indonesia bahwa
zaman VOC bukanlah satu-satunya era penjajahan yang kita alami. Dari yang
transparan eksplisit penjajahan teritorial hingga yang implisit kultural,
intelektual, spiritual, institusional, sistemik-struktural, taktis-strategis,
serta semua yang samar-samar lainnya yang tak mungkin tampak di mata awam.
Dan karena ghirrah
menentang penjajahan itulah maka PKS lahir. Statemen Allah swt bisa dikutip
oleh PKS yang memang masyhur dekat dengan-Nya: “Apa yang tidak kalian sukai ini
bisa jadi membawa kebaikan bagi kalian, dan apa yang kalian sukai malahan bisa
membawa keburukan bagi kalian”. PKS bisa menguraikan ilmu dan pengetahuan kepada
rakyat Indonesia untuk melakukan reidentifikasi nilai-nilai. Apa yang mereka
junjung selama ini, mungkin justru yang seharusnya mereka tinggalkan. Apa-apa
dan siapa-siapa yang mereka idolakan, mereka berhalakan, mereka “tuhan”kan,
mungkin saja sebenarnya harus mereka hindarkan. Sebaliknya, yang selama ini
mereka remehkan, buang dan singkirkan: itu sesungguhnya yang menyimpan
kemashlahatan dan harapan.
Akan tetapi kalau itu
semua terlalu ruwet dan merepotkan waktu mas Anis yang sangat sibuk siang malam
di banyak tempat, mungkin cukup lakukan satu hal saja: kumpulkan kader-kader
PKS di berbagai tempat seluruh Nusantara, misalnya bikin Muhasabah wa Mubahalah
di hadapan Allah swt dan Rasulullah Muhammad saw, yakinkan mereka dengan sumpah
bahwa mantan Presiden mereka bukan maling. []
Kolom Majalah Tempo:
Edisi 10 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar