Kelas MBA Besar dari
Mandiri-Ciputra
Senin, 11 Maret 2013
Saya terharu panjang pada Minggu lalu di
Hongkong. Bahagia. Juga bangga. Dan ikut bergelora.
Lebih dari 500 tenaga
kerja wanita (TKW) hari itu menyelesaikan pendidikan entrepreneurship tiga
jenjang selama 18 minggu. Sebuah pendidikan yang metode dan pelaksanaannya
dilakukan oleh Pusat Entrepreneurship Universitas Ciputra dengan dukungan
pembiayaan penuh dari Bank Mandiri.
Mereka tidak hanya
diberi pengetahuan bisnis, tapi “dan yang utama” juga dibangkitkan harga
dirinya, dimunculkan kemampuan usahanya, dan dihidupkan rasa percaya dirinya.
Mereka juga terus
dilatih menuliskan mimpi, mengemukakan mimpi, dan merencanakan untuk
melaksanakan mimpi mereka. Mimpi itu harus ditulis dengan amat pendek, ditempel
di dinding, dilihat sebelum tidur. Setiap hari. Dan boleh diubah.
Mereka juga dilatih
mengemukakan ide dalam pidato tiga menit di depan umum. Di depan kelas. Tidak
boleh lebih dari tiga menit. Saya setuju. Pengusaha harus berani bicara, pandai
bicara, tapi tidak boleh banyak bicara.
Ketika menyaksikan
mereka tampil dengan penuh percaya diri (ada yang bicara dalam bahasa Mandarin,
Canton, dan sebagian lagi dalam bahasa Inggris), saya angkat topi kepada para
TKW itu. Juga kepada para instruktur yang sudah berhasil membuat mereka berubah.
Antonius Tanan,
rektor Universitas Ciputra Entrepreneurship Center, dan timnya rupanya tidak
hanya telah mengajar, tapi lebih-lebih telah memotivasi mereka. Antonius
rupanya berhasil menemukan faktor utama untuk memotivasi mereka: keluarga.
Semua wanita yang pergi ke Hongkong untuk menjadi TKW itu adalah mereka yang
berjuang untuk keluarga.
Lebih dari dua
pertiga yang ikut program itu berstatus ibu rumah tangga. Mereka meninggalkan
anak yang masih kecil dan suami masing-masing. Hanya dorongan yang amat kuat
untuk memperbaiki ekonomi keluargalah yang membuat mereka rela berpisah
bertahun-tahun.
Tentu anak-anak
mereka amat sedih karena tumbuh tanpa ibu. Anak-anak itu juga amat rindu pada
kasih sayang ibunda. Kesedihan dan kerinduan anak-anak yang ditinggal di
kampung itulah yang direkam dalam bentuk video dan diputar di depan kelas.
Kelas bisnis itu hening. Lalu, terdengar isak tangis. Mereka menangis. Juga
saya. Juga Dirut Bank Mandiri Zulkifli Zaini.
Tapi, di kelas itu
Antonius tidak mau menimbulkan kesan bahwa mereka adalah ibu-ibu yang tega.
Antonius lebih memberikan gambaran betapa sang ibu sebenarnya juga amat sedih
meninggalkan anak-anak kecil mereka. Sang ibu meninggalkan anak-anak itu bukan
karena tega, tapi justru demi anak itu sendiri. Demi masa depan mereka.
Pendidikan mereka. Meninggalkan anak untuk anak itu sendiri.
Memang kenyataannya
banyak ibu yang lantas bergantung pada penghasilan sebagai TKW. Selesai kontrak
dua tahun, mereka balik lagi ke Hongkong dua tahun berikutnya. Berikutnya lagi.
Begitu seterusnya hingga banyak yang sudah delapan tahun belum juga bisa
kembali berkumpul dengan anak.
Bisnislah yang akan
bisa membuat mereka kembali berkumpul dengan keluarga. Kerinduan akan keluarga
itu harus jadi motivasi utama untuk memulai bisnis.
Ilmu diberikan. Cara
disimulasikan. Jalan ditunjukkan. Tabungan ada. Kemampuan dimunculkan. Percaya
diri sudah tinggi. Tekad sudah membaja. Terutama tekad untuk kumpul keluarga.
Melihat semua itu,
hari itu saya putuskan tidak jadi pidato. Tidak jadi mengajar. Pidato sudah
tidak akan penting lagi. Mereka sudah begitu siap memulai bisnis di kampung
masing-masing. Saya hanya menyampaikan keyakinan bahwa mereka bisa.
Dalam bisnis, yang
paling sulit adalah memulainya. Sedang mereka sudah sangat siap memulai. Yang
juga sulit adalah mengubah sikap dari seorang penganggur atau seorang pekerja menjadi
seorang pengusaha. Sedang mereka sudah siap berubah.
Orang yang sulit
berubah akan sulit jadi pengusaha. Padahal, mereka adalah orang-orang yang
sudah membuktikan bahwa diri mereka pernah membuat perubahan besar dalam hidup
masing-masing. Yakni, waktu mereka memutuskan berani meninggalkan kampung
halaman untuk pergi ke Hongkong.
Itu adalah sebuah
perubahan yang amat besar yang pernah mereka buat. Itu modal penting untuk
perubahan berikutnya: dari pekerja ke calon juragan pekerja.
Waktu saya tamat
madrasah aliyah (SMA) dan memutuskan meninggalkan kampung halaman di pelosok
desa di Magetan untuk merantau ke Kaltim, itulah perubahan terbesar dalam hidup
saya. Waktu memutuskan itu, rasanya dunia seperti mau kiamat. Gelap dan kalut.
Putuslah semua akar kehidupan. Apalagi harus meninggalkan Aishah.
Padahal, para TKW itu
tidak sekadar ke Kaltim yang hanya beda provinsi, melainkan ke negara orang
lain dengan bahasa dan budaya yang amat berbeda.
Program Bank Mandiri
itu sudah berlangsung tiga angkatan. Berarti sudah 1.500 TKW yang sudah dan
siap berubah jadi pengusaha. Lulusan angkatan pertama yang kini sudah jadi
pengusaha sapi perah dan resto lesehan di Purwokerto, Kartilah, ditampilkan
sebagai role model. Dia juga membawa anaknya yang kini sudah SMA, yang dulu
bertahun-tahun ditinggalkannya.
“Waktu saya kembali
dari Hongkong, mengakhiri status sebagai TKW, saya tidak langsung pulang,” ujar
Kartilah dengan gaya yang sudah benar-benar pengusaha. “Saya langsung ke pasar
sapi. Beli sapi,” katanya.
“Kalau pulang dulu,
bisa-bisa tertarik beli-beli yang lain dan gagal jadi pengusaha,” tambah
Kartilah. Itu menandakan kuatnya motivasi untuk menjadi pengusaha.
Salah seorang peserta
program itu, yang juga sudah siap berbisnis di Malang, punya permintaan ke Bank
Mandiri: agar ada pendidikan serupa untuk para suami mereka di kampung. Dia
khawatir usaha mereka tidak lancar hanya karena suami tidak mendukung.
Program Bank Mandiri
tersebut sangat membanggakan. Begitu intensifnya program bisnis itu, sampai-sampai
saya merasa tidak sedang di tengah-tengah TKW. Saya lebih merasa sedang dalam
kelas MBA yang besar!
“Kami akan lanjutkan
program ini,” ujar Zulkifli Zaini. Tepuk tangan bergemuruh.
Bank Mandiri, yang
juga memiliki program besar Wirausaha Muda Mandiri untuk mahasiswa, akan terus
diberkahi oleh Yang Mahakuasa. Kini labanya mencapai rekor terbesar dalam
sejarah Bank Mandiri: Rp 15,5 triliun. (*)
Dahlan Iskan, Menteri
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar