Mas Kawin: Hukum dan
Ketentuannya dalam Islam
Pembaca yang budiman, mahar merupakan salah
satu faktor penting dalam akad nikah. Mahar ini biasa juga disebut dengan
shadaq atau mas kawin dalam bahasa Indonesia. Untuk mengetahui pengertian dari
mahar, kita bisa melihatnya pada pemaparan Mustafa al-Khin dan Musthafa
al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i (Surabaya:
Al-Fithrah, 2000), juz IV, halalaman 75:
الصداق
هو المال الذي وجب على الزوج دفعه لزوجته بسبب عقد النكاح.
Artinya: “Mas kawin ialah harta yang wajib
diserahkan oleh suami kepada istri dengan sebab akad nikah.”
Hukum mahar ini ialah wajib, sebagaimana
keterangan lanjutan kitab al-Fiqh al-Manjhaji:
الصداق
واجب على الزوج بمجرد تمام عقد الزواج، سواء سمي في العقد بمقدار معين من المال:
كألف ليرة سورية مثلاُ، أو لم يسمِّ، حتى لو اتفق على نفيه، أو عدم تسميته،
فالاتفاق باطل، والمهر لازم.
Artinya: “Mas kawin hukumnya wajib bagi suami
dengan sebab telah sempurnanya akad nikah, dengan kadar harta yang telah
ditentukan, seperti 1000 lira Syiria, atau tidak disebutkan, bahkan jika kedua
belah pihak sepakat untuk meniadakannya, atau tidak menyebutkannya, maka
kesepakatan tersebut batal, dan mas kawin tetap wajib”.
Dalil pensyariatan mahar, bisa kita simak
dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 4:
وَآتُواْ
النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada
wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.”
Tujuan utama dari kewajiban pemberian mahar
ini ialah untuk menunjukkan kesungguhan (shidq) niat suami untuk menikahi istri
dan menempatkannya pada derajat yang mulia. Dengan mewajibkan mahar ini, Islam
menunjukkan bahwa wanita merupakan makhluk yang patut dihargai dan punya hak
untuk memiliki harta.
Selanjutnya, apakah mahar ini perlu
disebutkan dalam akad nikah, atau tidak, bisa kita temukan jawabannya dalam
Syekh Muhammad bin Qasim dalam Fathul Qarib (Surabaya: Kharisma, 2000), hal.
234:
[ويستحب
تسمية المهر في] عقد [النكاح] … [فإن لم يُسَمَّ] في عقد النكاح مهرٌ [صح العقد]
Artinya: “Disunnahkan menyebutkan mahar dalam
akad nikah… meskipun jika tidak disebutkan dalam akad, nikah tetap sah.”
Lebih lanjut dalam kitab Fathul Qarib
dijelaskan bahwa tidak ada nilai minimal dan maksimal dalam mahar. Ketentuan
dalam mahar ini ialah segala apa pun yang sah dijadikan sebagai alat tukar.
Entah berupa barang ataupun jasa, sah dijadikan mas kawin. Tapi mahar disunnah
tidak kurang dari 10 dirham dan tidak lebih dari 500 dirham. Satu dirham setara
dengan 2,975 gram emas.
Dengan demikian bisa kita pahami bahwa tidak
ada ketentuan minimum tentang mahar, bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah
pernah menyatakan bahwa sebentuk cincin terbuat dari besi pun bisa menjadi
mahar. Dalam keterangan yang lain Rasulullah juga menyinggung bahwa sebaik-baik
perempuan adalah yang paling murah maharnya. Hal ini menunjukkan bahwa mahar
bukanlah tujuan utama sebuah pernikahan, dan standarisasi nominalnya
disesuaikan dengan kondisi masing-masing pihak.
Meski demikian, dalam redaksi Fathul Qarib di
atas disebutkan bahwa sebaiknya mahar tidak kurang dari 10 dirham, karena harga
di bawah itu dianggap terlalu murah bagi seorang perempuan, dan tidak lebih
dari 500 dirham, karena jika lebih dari itu akan menunjukkan kearoganan
masing-masing pihak.
Dari redaksi di atas juga bisa kita pahami
bahwa mahar tidak melulu berupa benda yang berharga seperti emas, uang, atau
lainnya. Mahar bisa juga berbentuk jasa, seperti jasa mengajari bacaan
Al-Qur’an, dan jasa lainnya.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam
bish shawab.
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar