Hukum Menabur Bunga di
Kubur setelah Pemakaman
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, masyarakat
kita terbiasa menaburkan bunga atau kembang (biasanya mawar dan melati) di atas
kubur setelah jenazah dimakamkan. Pertanyaan saya, apakah, apakah pandangan
agama Islam perihal ini. Mohon penjelasan lebih lanjut soal ini. Terima kasih.
Wassalamu alaikum wr. wb. (Siti Fajriah/Sukabumi Utara)
Jawaban
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah
SWT. Penaburan bunga atau kembang di atas makam didasarkan pada riwayat shahih
yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW meletakkan dahan basah di atas makam
untuk meringankan siksa ahli kubur.
والدليل
ما ورد في الحديث الصحيح من وضعه عليه الصلاة والسلام الجريدة الخضراء، بعد شقها
نصفين على القبرين اللذين يعذبان، وتعليله بالتخفيف عنهما ما لم ييبسا أي يخفف
عنهما ببركة تسبيحهما؛ إذ هو أكمل من تسبيح اليابس، لما في الأخضر من نوع حياة
Artinya, “Dalilnya adalah riwayat dalam
hadits shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW meletakkan dahan hijau yang
segar setelah membelahnya menjadi dua bagian di atas dua makam yang ahli
kuburnya sedang disiksa. Tujuan peletakan dahan basah ini adalah peringanan
siksa keduanya selagi kedua dahan itu belum kering, yaitu diringankan keduanya
dengan berkah tasbih kedua dahan tersebut. Pasalnya, tasbih dahan basah lebih
sempurna daripada tasbih dahan kering karena hijau segar mengandung daya
hidup,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu,
[Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], cetakan keempat, juz II, halaman
672).
Dari riwayat shahih dan terkenal itu, para
ulama fikih kemudian menyatakan bahwa peletakan dahan basah atau bisa juga
penaburan kembang atau bunga di atas kubur disunnahkan, terutama dahan segar
atau kembang yang masih basah.
وَيُسَنُّ
وَضْعُ الْجَرِيدِ الْأَخْضَرِ عَلَى الْقَبْرِ وَكَذَا الرَّيْحَانُ وَنَحْوُهُ
مِنْ الشَّيْءِ الرَّطْبِ
Artinya, “Peletakan dahan pohon yang masih
segar di atas kubur disunnahkan. Demikian pula benda-benda yang mengandung
aroma yang sedap atau serupa dari zat yang basah-segar (aneka flora),” (Lihat
As-Syarbini, Al-Iqna pada Hamisy Tuhfatul Habib, [Beirut, Darul Kutub
Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz II, halaman 570-571).
Para ulama juga menyatakan bahwa orang yang
masih hidup tidak boleh memindahkan atau menyingkirkan dahan basah atau kembang
segar yang sengaja diletakkan atau ditaburkan di atas kubur karena itu adalah
hak ahli kubur. Ahli kubur menerima manfaat atas keberadaan dahan basah dan
bunga segar di atas kuburnya karena semua itu memintakan ampunan dan
mendatangkan rahmat Allah untuknya.
وَلَا
يَجُوزُ لِلْغَيْرِ أَخْذُهُ مِنْ عَلَى الْقَبْرِ قَبْلَ يُبْسِهِ لِأَنَّ
صَاحِبَهُ لَمْ يُعْرِضْ عَنْهُ إلَّا عِنْدَ يُبْسِهِ لِزَوَالِ نَفْعِهِ الَّذِي
كَانَ فِيهِ وَقْتَ رُطُوبَتِهِ وَهُوَ الِاسْتِغْفَارُ
Artinya, “Orang lain tidak boleh mengambilnya
(memindahkannya) dari atas kubur sebelum mengering karena ahli kubur hanya
berpaling darinya ketika dahan itu mengering karena kehilangan unsur manfaatnya
yang ada seketika masih hijau-segar, yaitu istighfar (untuk hali kubur
tersebut),” (Lihat As-Syarbini, Al-Iqna pada Hamisy Tuhfatul Habib, [Beirut,
Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz II, halaman
570-571).
Para ulama berbeda pendapat perihal sumber
istighfar. Sebagian ulama mengatakan bahwa istighfar untuk ahli kubur itu
berasal dari malaikat selama dahan atau kembang itu belum mongering. Sementara
ulama lainnya menyebut sumber istighfar berasal dari dahan basah atau kembang
segar itu sendiri.
وَهُوَ
الِاسْتِغْفَارُ) أَيْ مِنْ الْمَلَائِكَةِ، وَأَمَّا هُوَ فَيُسَبِّحُ سَوَاءٌ
كَانَ رَطْبًا أَوْ يَابِسًا؛ لَكِنَّ تَسْبِيحَ الرَّطْبِ أَكْثَرُ مِنْ
الْيَابِسِ، وَيُصَرِّحُ بِهِ مَا وَرَدَ إنَّ الْمَلَائِكَةَ تَسْتَغْفِرُ لَهُ
لَكِنَّ ظَاهِرَ كَلَامِ الشَّارِحِ أَنَّ الِاسْتِغْفَارَ مِنْ الْجَرِيدِ،
فَيُحَرَّرُ
Artinya, “(Unsur manfaat itu adalah istighfar)
dari malaikat. Malaikat sebenarnya bertasbih (untuk ahli kubur) ketika dahan
itu basah maupun kering. Tetapi tasbih malaikat saat dahan basah lebih banyak
daripada saat dahan mengering. Hal ini didukung secara lugas oleh riwayat
hadits, ‘Sungguh malaikat memintakan ampun bagi ahli kubur.’ Tetapi teks
penulis syarah (Al-Khatib) secara lahiriah dipahami bahwa permintaan ampun itu
datang dari dahan basah tersebut. Hal ini dapat diuraikan,” (Lihat
Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah:
1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz II, halaman 571).
Dari sini, kita dapat menarik simpulan bahwa
penaburan kembang dan bunga di atas makam memiliki dasar yang kuat di dalam
agama Islam karena dilakukan oleh Rasulullah SAW. Kita mengharapkan penaburan
kembang itu mendatangkan rahmat Allah SWT untuk ahli kubur.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar