Apakah Narapidana
Berkewajiban Shalat Jumat?
Shalat Jumat diwajibkan untuk setiap Muslim
laki-laki yang memenuhi kriteria wajib shalat Jumat. Orang yang meninggalkannya
mendapat ancaman serius sebagaimana ditegaskan dalam beberapa hadits. Namun
saat mengalami uzur, diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk meninggalkan
shalat Jumat (lalu menggantinya dengan shalat zuhur, red), seperti sakit,
bepergian, menjaga pos keamanan, dan lain sebagainya.
Bicara tentang uzur Jumat, kita jadi ingat
nasib para narapidana yang tengah menjalankan hukumannya di dalam jeruji besi.
Kondisi serbasulit yang menimpa mereka, mengakibatkan ruang gerak mereka
terbatasi, termasuk dalam hal pelaksanaan Jumat. Pertanyaannya adalah, apakah
mereka berkewajiban melaksanakan shalat Jumat?
Narapidana yang tidak diizinkan keluar dari
jeruji besinya di hari Jumat, ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban shalat
Jumat bagi mereka. Menurut Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-Fatawa
al-Kubra hukumnya wajib bila terpenuhi syarat-syarat wajib dan keabsahan Jumat,
serta tidak khawatir menimbulkan gejolak ketika mereka mendirikan Jumat di
penjara.
Bila di dalam penjara ditemukan 40 Muslim
laki-laki yang dapat mengesahkan pelaksanaan Jumat, maka wajib bagi mereka
untuk melakukannya. Jamaah shalat Jumat yang wajib dan menjadikan sah shalat
Jumat adalah Muslim yang baligh, berakal, merdeka, berjenis kelamin laki-laki,
tidak mengalami ‘udzur yang membolehkannya meninggalkan Jumat dan merupakan
penduduk yang bertempat tinggal tetap (muqim mustauthin). Jika tidak terpenuhi
syarat wajib dan keabsahan Jumat tersebut, maka mereka tidak wajib melaksanakan
Jumat di dalam penjara.
Berpijak dari pendapat ini, apabila syarat
kewajiban dan keabsahan Jumat terpenuhi, maka diperbolehkan untuk melaksanakan
Jumat di penjara, meskipun di daerah tersebut juga dilaksanakan Jumat di luar
penjara. Kondisi narapidana di dalam jeruji besi menjadi salah satu uzur yang
membolehkan berbilangnya pelaksanaan Jumat menurut pendapat ini.
Sedangkan menurut ulama lain, hukumnya tidak
wajib secara mutlak. Bahkan menurut Imam al-Subuki, tidak diperbolehkan bagi
narapidana melaksanakan Jumat di dalam penjara, karena uzur yang menimpa
mereka.
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menegaskan:
وسئل
نفع الله به هل يلزم المحبوسين إقامة الجمعة في الحبس فأجاب بقوله القياس أنه
يلزمهم ذلك إذا وجدت شروط وجوب الجمعة وشروط صحتها ولم يخش من إقامتها في الحبس
فتنة لكن أفتى غير واحد بأنها لا تلزمهم مطلقا وقد بالغ السبكي فقال لا يجوز لهم
إقامتها وإن جاز تعددها وهو بعيد جدا وإن أطال الكلام فيه في فتاويه
“Syekh Ibnu Hajar ditanya, apakah para
narapidana wajib melaksanakan Jumat di dalam penjara?. Beliau menjawab, sesuai
hukum qiyas, wajib bagi mereka menjalankannya apabila terpenuhi syarat sah dan
syarat wajib Jumat serta tidak menimbulkan fitnah saat melaksanakan Jumat di
dalam penjara. Akan tetapi lebih dari satu orang ulama berfatwa tidak wajib
secara mutlak. Al-Imam al-Subuki melebih-lebihkan dalam persoalan ini, beliau
mengatakan, tidak diperbolehkan bagi mereka untuk melaksanakan Jumat meski
boleh Jumat dilakukan secara berbilangan. Ini pendapat yang sangat jauh dari
kebenaran, meski beliau panjang lebar menjelaskan argumennya di beberapa
fatwanya.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawi al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 1,
hal. 259).
Berkaitan dengan kebolehan ta’addud al-Jumat
bagi para narapidana, beliau menegaskan:
فإن
قلت إن أقاموها قبل جمعة البلد أفسدوها على أهلها أو بعدها لم تنعقد لهم
قلت
ممنوع فيهما بل عذر الحبس لا يبعد أنه يجوز التعدد فيفعلونها متى شاءوا قبل أو بعد
ولا حرج عليهم حينئذ
“Jika kamu bertanya, apabila para narapidana
mendirikan Jumat di dalam penjara sebelum Jumatnya warga setempat, bukankah hal
tersebut berdampak pada batalnya jumat warga? Bila para narapidana melakukannya
setelah pelaksanaan Jumatnya warga, bukankah Jumat nya para napi yang tidak
sah?. Aku jawab, dua anggapan tersebut tidak dapat diterima. Bahkan, uzur
penahanan tidak cenderung membolehkan berbilangnya pelaksanaan Jumat, maka para
narapidana bebas melaksanakannya, sebelum atau setelah Jumatnya warga setempat,
tidak ada masalah bagi mereka”. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawi
al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 1, hal. 259).
Perbedaan pendapat di atas berlaku bila
narapidana tidak memungkinkan melaksanakan Jumat di luar penjara. Bila memungkinkan,
misalkan diberi izin dan fasilitas oleh pihak yang berwajib untuk menjalankan
shalat Jumat di tempat tertentu, maka hukumnya adalah wajib asalkan terpenuhi
syarat keabsahan Jumat. Sebab, dalam kondisi demikian tidak ada alasan yang
mendesak bagi para narapidana untuk meninggalkan Jumat.
Demikian penjelasan mengenai kedudukan wajib
Jumat bagi para narapidana. Semoga bermanfaat. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar