Saat Karomah Waliyullah Bisa Hidupkan Orang
Mati
Istilah yang bisa dikatakan sebuah
keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi dan waliyullah berbeda.
Jika kepada para Nabi disebut mukjizat, maka yang melekat pada diri para ulama
maupun waliyullah ialah karomah.
Di antara penjelasan Syekh Sholeh Darat
As-Samarani yang dikutip Rikza Chamami (2016) tentang wali dan karamah adalah
dalam syarah nadzam Jauharut Tauhid Syekh Ibrahim Allaqani:
واثبتن
للاوليإ الكرامة ٭ ومن نفاها انبذن كلامه
Wali menurut Mbah Sholeh Darat adalah seorang
‘arif billah (mengetahui Allah) sekedar derajat dengan menjalankan secara
sungguh-sungguh taat kepada Allah dan menjauhi maksiat.
Artinya para wali itu menjauhi segala macam
kemaksiatan berbarengan dengan selalu bertaubat kepada Allah. Sebab wali itu
belum kategori ma’shumin (terjaga) seperti Nabi. Maka wali belum bisa
meninggalkan maksiat secara penuh. Makanya mereka disebut waliyullah.
Keberadaan wali yang sedemikian agung ini
mendapatkan keistimewaan dalam hidupnya. Mereka dalam hidupnya selalu mengingat
dan menggantungkan diri, dan menyatukannya pada Allah. Hati selalu menghadap
dan pasrah dengan takdir Allah saja. Itulah definisi sederhana mengenai wali
menurut Mbah Sholeh Darat.
Adapun karomah menurut Mbah Sholeh Darat
sesuatu yang nulayani adat (berbeda dari sewajarnya) jika dilihat secara kasat
mata. Mereka yang mendapat karomah selalu menunjukkan kepribadian baik dan
meniru jejak Rasulullah dengan bekal syariah dan baik secara ideologi serta
perilakunya.
Karomah yang dimiliki oleh wali itu tidak
hanya nampak ketika hidup saja. Tetapi setelah wafat, waliyullah masih diberi
karomah. Dan bagi pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah, kepercayaan terhadap adanya
waliyullah dan karomah itu perlu diyakini secara baik. Bahkan empat imam
madzhab sudah bersepakat mengenai karomah yang ada para wali ketika hidup
maupun sudah wafat.
Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan
dalam karyanya Secercah Tinta (2012) mengungkapkan, banyak Nabi-nabi dari Bani
Israil dengan mukjizatnya bisa menghidupkan orang mati. Lalu bagaimana umatnya
Rasulullah SAW? Umat Rasulullah pun sama.
Jika pada Bani Israil ada Nabi yang bisa
menghidupkan orang mati, maka umat Nabi SAW pun bisa menghidupkan orang mati
dengan karamahnya, seperti Syekh Abdul Qadir Jailani, sebagaimana disebutkan
dalam manaqib-nya.
Demikian juga Imam Yahya bin Hasan yang juga
keturunan Syekh Abdul Qadir Jailani akhirnya disebut Bin Yahya.
Karomah-karomahnya juga bisa menghidupkan orang mati.
Melalui riwayat Habib Luthfi, dikisahkan
suatu ketika berjalan dengan romobongan dari Tarim, Hadhramaut, Yaman,
rombongan tersebut hendak ziarah ke Baitullah al-Haram Makkah kemudian ziarah
ke makam Nabi Muhammad SAW.
Dalam perjalanan ke Madinah setelah dari
Makkah, seorang rombongannya ada yang meninggal. Kemudian ada yang melapor
kepada Imam Yahya bahwa ada anggota rombongan yang meninggal.
Lalu Imam Yahya datang dan memegang telinga
orang tersebut dan berkata: “Hai kamu mau saya ajak ziarah ke jaddana (kakekku)
al-Musthafa SAW. Nanti setelah berziarah ke jaddana al-Musthafa SAW, mau mati,
matilah. Ayo qum biidznillah, hiduplah kembali dengan izin Allah.”
Akhirnya seorang anggota rombongan yang mati
itu hidup kembali. Tetapi ketika kembali sampai di Tarim setelah ziarah ke
makam Baginda Nabi Muhammad SAW, orang tersebut meninggal lagi.
Itulah asal-usulnya kenapa disebut Bin Yahya,
karena mempunyai karamah bisa menghidupkan. Menurut sumber kedua, disebut Yahya
itu memang yang memberikan nama adalah Baginda Nabi SAW sesuai keterangan Habib
Alwi bin Thahir Al-Hadad, Mufti Johor.
Karomah-karomah seperti itu tercatat tidak
sedikit. Mukjizatnya Nabi Allah Uzair, hewan yang sudah mati sekian ratus tahun
bisa dihidupkan kembali. Umat Sayidina Muhammad SAW ada yang seperti itu, bisa
menghidupkan hewan yang sudah mati, yaitu Habib Abu Bakar bin Abdullah bin
Thalib al-Athas. Kambing kesenangannya mati, akhirnya dihidupkan kembali oleh
Habib Abu Bakar. Wallahu’alam bisshawab. []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar