Hukum Baca Shalawat kepada
Selain Nabi Muhammad
Shalawat umumnya identik dengan Nabi Muhammad
ﷺ. Meskipun, shalawat juga tak jarang diucapkan kepada nabi-nabi
lain. Semisal ketika tahiyyat dalam shalat, umat Islam tak hanya bershalawat
kepada Nabi Muhammad tapi juga bershalawat kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Dengan demikian, shalawat hampir selalu dikaitkan dengan doa kepada nabi-nabi.
Lantas bagaimana pendapat ulama soal membaca shalawat kepada selain para nabi?
Al-Qâdhi ‘Iyâdh mengatakan dalam kitabnya,
ash-Shalâtu ‘âla an-Nabi: Ma’ânîhâ Ahkâmuhâ Fadhâiluhâ:
عامّة
أهل العلم متّفقون على جواز الصّلاة على غير النبي صلى الله عليه وسلّم
“Kebanyakan ulama sepakat membolehkan
shalawat kepada selain Nabi ﷺ.”
Sementara itu, terkait hal ini, Ibnu ‘Abbas
mengeluarkan dua riwayat; yang pertama menegaskan ketidakbolehan membaca
shalawat kepada selain Nabi Muhammad ﷺ, dan riwayat kedua menegaskan tidak selayaknya shalawat itu
kecuali untuk para nabi.
Sedangkan Imam Sufyan berpendapat makruh
shalawat kecuali pada Nabi. Begitupun dalam kitab al-Mabsûthah, Imam Malik
berkata kepada Yahya bin Ishaq bahwa “makruh bershalawat kepada selain para
nabi, dan tidak patut bagi kita untuk melampaui sesuatu yang diperintahkan bagi
kami.”
Abdur Razzâq meriwayatkan dari Abu Hurairah
radliyallahu ‘anh, Rasulullah ﷺ bersabda:
صلوا
على أنبياء الله ورسله، فإنّ الله بعثهم كما بعثني
“Bershalawatlah kalian kepada para nabi Allah
dan rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah mengutus mereka sebagaimana Allah
mengutusku.”
Dari beberapa pendapat dan riwayat, kita
dapat menyimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang
membolehkan bershalawat kepada selain nabi, ada menganggapnya makruh, dan ada
pula yang melarangnya.
Perlu kita ketahui juga, bahwa kata shalawat
dalam lisan orang Arab bermakna memberi rahmat dan doa, dan makna ini sudah
mutlak sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat dalam Al-Qur`an, di antaranya
ayat 43 dalam Surat al-Ahzâb:
هُوَ
الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
"Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan
malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada
orang-orang yang beriman." (QS al-Ahzâb: 43)
Lantas, pendapat mana yang baiknya kita
ambil. Al-Qâdhi Abu al-Fadhl mengatakan:
أنّه
لا يصلَّى على غير الأنبياء عند ذكرهم، بل هو شيء يختصّ به الأنبياء توقيرا لهم
وتعزيزا، كما يخصّ الله تعالى عند ذكره بالتنزيه والتقديس والتعظيم، ولا يشاركه
فيه غيره، كذلك يجب تخصيص النبيّ صلّى الله عليه وسلّم وسائر الأنبياء بالصلاة
والتسليم، ولا يشارك فيه سواهم، كما أمر الله به بقوله: (صَلُّوا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا). ويذكر من سواهم من الأئمّة وغيرهم بالغفران والرّضا
“Hendaknya tidak membaca shalawat kepada
selain para nabi ketika menyebut nama mereka, karena ia khusus untuk para nabi
sebagai penghormatan dan pengagungan bagi mereka. Sebagaimana kekhususan Allah
ketika disebut, dengan penyucian dan pengagungan, dan tak ada yang mengikutinya
dalam hal tersebut. Begitupun wajib mengkhususkan Nabi Muhammad ﷺ dan seluruh nabi
dengan shalawat dan salam, dan tak ada yang mengikutinya selain para nabi dalam
hal itu, sebagaimana Allah berfirman, ‘Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.’ Juga menyebut selain nabi, para imam
(ulama dan orang-orang shalih) dengan (doa) pengampunan dan keridhaan.”
Ringkasnya, Allah memiliki penyebutan
tersendiri yaitu subhânahu wa ta’âlâ, Nabi memiliki penyebutan tersendiri
ketika nama mereka disebut yaitu dengan shalawat, dan begitupun selain para
nabi seperti ulama, awliya (para wali), dan lainnya memiliki sebutan tersendiri
yaitu radliyallâhu ‘anhu (semoga Allah meridhainya), rahimahullâh (semoga Allah
merahmatinya), ghafarahullâh (semoga Allah mengampuninya), dan lain-lain.
Sekian penjelasan mengenai perbedaan ulama
mengenai shalawat kepada selain nabi. Semoga kita dapat melanggengkan shalawat
kita kepada para nabi dan juga melafalkan doa kepada para wali serta
orang-orang shalih agar kita senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah. Amiin…
[]
Disarikan dari (Al-Qâdhi ‘Iyâdh, ash-Shalâtu
‘âla an-Nabi, Ma’ânîhâ Ahkâmuhâ Fadhâiluhâ, al-Mukhtar al-Islami, Kairo,
halaman 60-66)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar