Kamis, 28 Februari 2019

(Hikmah of the Day) Nasihat dari Kiai Muhaddits untuk Penghafal Al-Quran


Nasihat dari Kiai Muhaddits untuk Penghafal Al-Quran

Sudah sepuluh hari saya meninggalkan Buntet pesantren, di mana setelah lebaran saya terbiasa untuk tinggal beberapa hari di pondok pesantren mana pun. Tahun ini saya memilih Buntet Pesantren untuk menjadi tempat tabarrukan sebagai santri kalong.

Berdasarkan rekomendasi seorang rekan, akhirnya saya pun memilih tinggal di asrama al-Inayah yang kini berganti nama menjadi asrama at-Tijany. Banyak pengalaman yang saya dapatkan, tentunya pengalaman yang berharga adalah dapat berkumpul dan belajar kepada para ajengan di sana.

Pondok pesantren al-Inayah sendiri terkenal dengan Al-Qur’annya, karena sang pengasuh, Kiai Muhaditssir Rifa’i, adalah seorang yang ahli dalam qira’ah sab’ah, ragam riwayat bacaan Al-Qur’an. Beliau juga adalah ketua terpilih dari Jam’iyyah Qurro’ wal Huffaz Nahdhatul Ulama atau yang biasa disingkat JQHNU Cirebon.

Biasanya saat bulan Ramadhan asrama al-Inayah mengadakan pengajian pasaran. Banyak yang datang untuk mengaji ke sana. Selain Ramadhan, hari-hari biasa pun, selain santri beliau, ada pula beberapa santri dari pondok lain di sekitar sana yang mengaji pada beliau.

Tidak lama saya tinggal di sana. Ketika tiba waktunya untuk pulang saya sempatkan untuk sowan kepada beliau dan minta nasihat.

“Cita-cita saya sekarang ini adalah supaya setiap rumah di kampung ini ada satu orang penghafal Al-Qur’an. Minimal penghafal, syukur-syukur kalau hafal,” katanya.

Jika diperhatikan, memang beliau ketika menerima setoran dari para santri tidak begitu membebankan dengan memberi patokan jumlah ayat atau halaman yang akan disetor. “Satu ayat yang penting lancar,” tegas beliau kepada para santrinya.

“Kunci menghafal Al-Qur’an yaitu ikhlas. Ikhlas dalam artian menghafal Al-Qur’an tidak diiming-imingi sesuatu. Itu pun belajar ikhlas, karena kita tidak mampu untuk benar-benar ikhlas dalam melakukan segala kebaikan. Nah, jika orang sudah ikhlas, maka itu sudah mencangkup sabar, pasrah dan yang lainnya. Maka ketika dia hafal Al-Qur’an, dia pun sadar bahwa Allah-lah yang membuatnya hafal. Begitupun ketika dia dibuat lupa dengan satu ayat, ia sadar bahwa Allah-lah yang membuatnya lupa akan ayat itu,” lanjut beliau.

“Orang yang berjuang di jalan Allah dengan berbekal Al-Qur’an, maka ia tidak perlu pusing dengan kebutuhannya, ia tidak perlu takut kelaparan, Allah subhanahu wata’ala sudah jamin.” Begitu nasihat terakhir dari beliau.

Semoga para penghafal Al-Qur’an dapat termotivasi dengan nasihat yang diberikan oleh Kiai Muhadditsir Rifa’i dan dapat mengamalkannya, serta diberi semangat untuk terus belajar, bahkan dalam ikhlas sekali pun, karena sesungguhnya kita belum bisa benar-benar ikhlas, dan masih perlu belajar ikhlas dalam mengerjakan segala sesuatu. []

(Amien Nurhakim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar