Hukum Jabat Tangan Seorang
Muslim dan Non-Muslim
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, masyarakat
semakin cair. Kita dalam urusan dunia kerap berhubungan dengan orang lain dari
pelbagai lintas suku, agama, warna kulit, dan golongan lain. Pertanyaan saya,
bagaimana kalau kita sebagai Muslim “harus” berjabat tangan dengan mereka yang
berbeda keimanan atau non-Muslim? Dan ini tampaknya sudah sering kali terjadi
di masyarakat. Mohon penjelasannya.
M Farid – Cianjur
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah
SWT. Masalah jabat tangan dengan non-Muslim dapat ditemukan setidaknya pada dua
riwayat. Dalam riwayat At-Thabarani Rasulullah SAW melarang sahabatnya berjabat
tangan dengan Yahudi dan Nasrani.
عن
أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لا تصافحوا اليهود والنصارى
Artinya, “Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian berjabat tangan dengan Yahudi dan
Nasrani,’” (HR At-Thabarani).
Hadits dengan konten serupa dapat ditemukan
pada riwayat Al-Baihaqi. Pada riwayat ini, kata “dzimmi” menggantikan kata
“Yahudi dan Nasrani.”
عن
أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لا تصافحوا أهل الذمة
Artinya, “Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian berjabat tangan dengan ahlud
dzimmah,’” (HR Al-Baihaqi).
Dari sini ulama berbeda pendapat. Mazhab
Hanafi dan Hanbali menyatakan kemakruhan jabat tangan seorang Muslim dan
non-Muslim. Meski demikian, Mazhab Hanafi memberikan catatan pengecualian dalam
beberapa kondisi tertentu.
ذَهَبَ
الْحَنَفِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى الْقَوْل بِكَرَاهَةِ مُصَافَحَةِ
الْمُسْلِمِ لِلْكَافِرِ إِلاَّ أَنَّ الْحَنَفِيَّةَ اسْتَثْنَوْا مُصَافَحَةَ
الْمُسْلِمِ جَارَهُ النَّصْرَانِيَّ إِذَا رَجَعَ بَعْدَ الْغَيْبَةِ وَكَانَ
يَتَأَذَّى بِتَرْكِ الْمُصَافَحَةِ،
Artinya, “Mazhab Hanafi dan Hanbali memakruhkan
jabat tangan seorang Muslim dengan orang kafir. Tetapi Mazhab Hanafi
mengecualikan jabat tangan seorang Muslim dan tetangganya yang beragama Nasrani
ketika kembali dari perjalanan jauh dan ia akan ‘tersakiti’ ketika tidak jabat
tangan,” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, Al-Mausuatul Fiqhiyyah
Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Shafwah: 1997 M/1418 H], cetakan pertama, juz
XXXVII, halaman 361).
Sementara Mazhab Hanbali memutlakkan
kemakruhan itu dalam situasi apa pun. Dengan kata lain, Mazhab Hanbali
menyatakan kemakruhan jabat tangan Muslim dan non-Muslim dalam kondisi apa pun
tanpa kecuali.
وَأَمَّا
الْحَنَابِلَةُ فَقَدْ أَطْلَقُوا الْقَوْل بِالْكَرَاهَةِ ، بِنَاءً عَلَى مَا
رُوِيَ أَنَّ الإمَامَ أَحْمَدَ سُئِل عَنْ مُصَافَحَةِ أَهْل الذِّمَّةِ فَقَال
لاَ يُعْجِبُنِي
Artinya, “Adapun Mazhab Hanbali memutlakkan
kemakruhan jabat tangan dengan non-Muslim dengan dasar bahwa Imam Ahmad ketika
ditanya perihal jabat tangan dengan ahlud dzimmah menjawab, ‘Itu tidak
membuatku senang,’” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah,
Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Shafwah: 1997 M/1418 H],
cetakan pertama, juz XXXVII, halaman 361).
Mazhab Maliki sendiri menyebutkan larangan
jabat tangan Muslim dan non-Muslim serta jabat tangan Muslim dan ahli bid‘ah.
Mazhab ini mendasarkan pandangannya pada hilangnya maksud dari perintah Allah
untuk menjauhi keduanya dengan praktik jabat tangan.
وَذَهَبَ
الْمَالِكِيَّةُ إِلَى عَدَمِ جَوَازِ مُصَافَحَةِ الْمُسْلِمِ الْكَافِرَ وَلاَ
الْمُبْتَدِعَ، لأنَّ الشَّارِعَ طَلَبَ هَجْرَهُمَا وَمُجَانَبَتَهُمَا، وَفِي
الْمُصَافَحَةِ وَصْلٌ مُنَافٍ لِمَا طَلَبَهُ الشَّارِعُ
Artinya, “Mazhab Maliki berpendapat bahwa
agama melarang seorang Muslim berjabat tangan dengan orang kafir dan juga ahi
bid‘ah karena pembuat syariat (Allah) memerintahkan kita untuk meninggalkan dan
menjauhi keduanya. Sedangkan jabat tangan itu menyambung yang dapat menafikan
perintah Allah,” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, Al-Mausuatul
Fiqhiyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Shafwah: 1997 M/1418 H], cetakan
pertama, juz XXXVII, halaman 361).
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar