KHOTBAH JUM'AT
Cara Berakhlak kepada Masyarakat
Khutbah I
الحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِتَرْك الْمَنَاهِيْ وَفِعْلِ الطَّاعَاتِ. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى
الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ.
اَمَّا
بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه
وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي
كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ:
Akhlak merupakan hal yang amat fundamental
dalam Islam. Misi utama Rasulullah ﷺ diutus oleh Allah pun
adalah untuk menyempurnakan akhlak. Innamâ bu‘itstu li utammima makârimal
akhlâq. Akhlak setidaknya terbagi menjadi tiga, yakni akhlak manusia kepada
Allah, akhlak individu manusia kepada masyarakat dan alam, serta akhlak manusia
kepada dirinya sendiri.
Kemuliaan orang ditentukan oleh kemuliaan
akhlaknya. Sebuah sistem juga akan berjalan dengan baik bila diisi oleh orang-orang
yang memiliki akhlak yang baik. Jabatan, status sosial, kekayaan, popularitas
tak menjamin sang pemilik lantas terhormat bila ia, mialnya, gemar merendahkan
orang lain, korupsi, menyakiti, berbuat sewenang-wenang, dan lain-lain.
Demikian pula, secanggih apa pun sistem yang dibangun, tak ada apa-apanya jika
orang-orang di dalamnya hanya pandai memanipulasi, tak bertanggung jawab, dan
sejenisnya.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Baginda nabi Muhammad ﷺ pernah mengingatkan
kita semua:
اتَّقِ
اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ
النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kamu kepada Allah di mana pun
berada. Iringilah perbuatan buruk yang sudah dilakukan dengan perbuatan baik
yang dapat menghapusnya. Dan berakhlaklah kepada orang-orang dengan akhlak yang
baik.” (HR at-Tirmidzi)
Hadits ini menerangkan tentang kewajiban
seseorang untuk mempedulikan etika sosial. Nabi menyampaikan pesan tersebut
setelah berseru agar manusia bertakwa kepada Allah di mana pun berada: di
masjid, di sawah, di kantor, di trotoar, di pasar, di warung, di lembaga
pendidikan, di forum dakwah, dan lain sebagainya. Ketakwaan yang isiqamah, tak
pandang tempat maupun waktu. Rasulullah juga berpesan dalam hadits itu untuk
tidak membiarkan keburukan berlarut-larut, dengan menggantinya dengan perbuatan
baik.
Para ulama mengaitkan kalimat wa khâliqin
nâsa bi khuluqin hasanin sebagai imbauan tentang pergaulan sosial yang
baik, sesuai arti yang tersurat: berakhlaklah kepada masyarakat dengan akhlak
yang baik. Perintah Nabi tersebut sekaligus menandakan bahwa manusia
sesungguhnya potensial berbuat buruk kepada sesamanya. Karena memang sejatinya
manusia punya dua kecenderungan akhlak, yakni mahmûdah (terpuji) dan madzmûmah
(tercela).
Manusia berlaku tercela ketika nafsu lebih
menguasai daripada hati nuraninya. Egoisme atau kepentingan untuk memuaskan
diri sendiri atau golongan sering kali membuat kita lupa diri kepada hak-hak
orang lain, meremehkan orang lain, memojokkan orang lain, bahkan mezalimi orang
lain.
Bagaimana pengejawantahan husnul khuluq
(akhlak yang baik) kepada masyarakat sebagaimana diperintahkan Rasulullah ﷺ?
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Al-Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal
Walad mengatakan:
وَحُسْنُ
الْخُلُقِ مَعَ النَّاسِ أَلَّا تَحْمِل النَّاسَ عَلَى مُرَادِ نَفْسِكَ، بَلْ
تَحْمِل نَفْسَكَ عَلَى مُرَادِهِمْ مَا لَمْ يُخَالِفُوا الشَّرْعَ
“Husnul khuluq (berakhlak yang baik)
kepada masyarakat adalah engkau tidak menuntut mereka sesuai kehendakmu, namun
hendaknya engkau menyesuaikan dirimu sesuai kehendak mereka selama tidak
bertentangan dengan syari’at.”
Inti dari definisi husnul khuluq menurut
Imam al-Ghazali ini adalah penghargaan yang tinggi seseorang kepada kehendak
masyarakat selama kehendak itu tidak bertentangan dengan syariat Islam. Tidak
selalu pemahaman, kebiasaan, dan kebudayaan kita sejalan dengan pemahaman,
kebiasaan, dan kebudayaan orang lain. Di sinilah pentingnya seseorang
“mengorbankan” egoisme diri untuk kehidupan yang harmonis di masyarakat.
Hadirin,
Contoh konkret dari praktik dari pesan
tersebut adalah cara berdakwah para ulama terdahulu dalam membumikan Islam di
bumi Nusantara. Wali Songo yang mempunyai wawasan fiqih dan tasawuf secara
mendalam tak serta merta melarang tradisi dan kebudayaan yang berkembang di
Nusantara. Tentu mereka sadar ada beberapa aspek yang tak sesuai dengan
syariat, tapi toh dengan bijaksana mereka tetap menghormati nilai-nilai lokal,
mengikutinya, lalu mengisinya dengan nilai-nilai Islam secara bertahap.
Mereka merupakan ulama-ulama yang menjunjung
tinggi prinsip memanusiakan manusia, menghargai proses, rendah hati, dan
bergaul bersama masyarakat dengan sudut pandang kasih sayang. Padahal, dengan
kapasitas, status sosial, bahkan kekuasaan yang dimiliki, mereka waktu itu bisa
saja memaksa penduduk pribumi untuk memeluk ajaran Islam dan meninggalkan
seluruh tradisi dan adat istiadat lokal. Tapi itu tidak dilakukan, karena
memang menyalahi ketentuan wa khâliqin nâsa bi khuluqin hasanin.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Senada dengan Imam al-Ghazali, salah seorang
ulama Nusantara, Syekh Nawawi al-Bantani, mengartikan berakhlak kepada
masyarakat sebagai:
هُوَ
مُوَافَقَةُ النَّاسِ فِيْ كُلِّ شَيْئٍ مَا عَدَا الْمَعَاصِيْ
“Berakhlak yang baik adalah mengikuti
konsensus/tradisi dalam segala hal selama bukan kemaksiatan.” (Syekh Nawawi
al-Bantani, Syarh Sullam al-Taufiq, halaman 61)
Pengertian ini berangkat dari kecerdasan para
ulama kita bahwa masyarakat punya kebudayaan atau tradisi yang berbeda-beda.
Universalitas nilai Islam mereka tunjukkan dengan bukti bahwa Islam mampu
membumi meski dengan wajah yang beragam itu.
Tradisi halal bi halal, misalnya, adalah
contoh dari menyatunya nilai-nilai Islam dengan budaya di masyarakat: nilai
persaudaraan dan saling memaafkan dalam Islam bersatu dengan keguyuban dan
tradisi kumpul-kumpul orang Nusantara. Itulah mengapa halal bi halal tak lazim
di Timur Tengah, atau belahan dunia lain, karena memang terkait dengan
kebudayaan khas Nusantara. Tidak ada yang berubah dengan Islam, terutama yang
berkenaan dengan ibadah mahdhah, hanya saja praktiknya yang bersinggungan
dengan tradisi masyarakat bisa berbeda-beda di tiap daerah. Tentu dengan
catatan tradisi itu tidak bertentangan dengan syariat.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Karena sangat menghargai kearifan budaya yang
berkembang di masyarakat, berakhlak yang baik kepada orang lain juga menghindari
gampang memvonis sesat orang lain, menuduh munafik, dan menuduh syirik, dan
lain sebagainya. Kita boleh memegang kuat-kuat prinsip yang kita yakini, tapi
tak seharusnya itu mengoyak kedamian atau menimbulkan keributan yang tak perlu
di tengah masyarakat. Pesan yang baik pun harus disalurkan dengan cara atau
akhlak yang baik pula.
Semoga kita semua terjaga dari akhlak yang
buruk, baik kepada diri sendiri, kepada masyarakat dan alam, serta lebih-lebih
kepada Allah. Semoga kita termasuk dari umat Nabi Muhammad yang berhasil
diperbaiki akhlaknya, mendapat ridhanya, dan memperoleh syafaatnya. Wallahu
a’lam bish shawâb.
بَارَكَ
الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ
بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar