Senin, 11 Februari 2019

(Hikmah of the Day) Tiga Penopang Keberhasilan Dakwah Nabi Muhammad


Tiga Penopang Keberhasilan Dakwah Nabi Muhammad

Pondasi kuat dakwah Nabi Muhammad SAW adalah akhlak mulia. Hal ini sesuai keterangan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori, innama bu’itstu li utaima makarimal akhlaq (sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak).

Akhlakul karimah yang dianugerahkan Allah SWT kepada Nabi sekaligus menjadi komitmen dakwahnya. Meskipun riwayat menyebutkan, akhlak mulia Nabi Muhammad sudah tertanam sejak muda. Hal itu dibuktikan dengan gelar Al-Amin (seorang yang dapat dipercaya) oleh masyarakat Arab sebelum Rasulullah menerima wahyu.

Banyak literatur sejarah yang mencatat akhlak Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari. Justru teladan akhlak mulia inilah yang banyak menggugah hati kaum Quraisy dan umat agama lain untuk memeluk Islam.

Nabi tidak pernah memaksakan Islam dalam dakwahnya. Ia menghadirkan kebenaran Islam dalam akhlak mulianya sehingga Islam diterima oleh siapa pun. Nabi dan para pengikutnya juga tidak berperang dan memerangi. Perang yang dilakukan oleh Nabi dan umatnya dilakukan karena terlebih dahulu diperangi sehingga mempertahankan diri dari serangan kaum musyrikin merupakan kewajiban agama.

Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan dalam buku Secercah Tinta (2012) mengungkapkan tiga penopang keberhasilan dakwah Nabi Muhammad yang nukil dari sebuah ayat Al-Qur’an:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ 

Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At-Taubah: 128)

Dari ayat di atas, Allah SWT memperkenalkan dan menerangkan kedudukan Nabi Muhammad. Telah datang Rasul, utusan yang berasal dari manusia, bukan dari makhluk lain. Utusan Allah dari golongan manusia menunjukkan bahwa Muhammad bukanlah manusia sembarangan. Beliau adalah manusia pilihan yang luar biasa.

Lalu apa luar biasa atau keistimewaan yang dimiliki oleh Rasulullah SAW? Pertanyaan ini terjawab dalam beberapa kalimat selanjutnya. Pertama, azizun ‘alaih ma’anittum (berat terasa olehnya penderitaanmu). Karena sepanjang hayatnya, terutama yang dipikirkan oleh Nabi Muhammad adalah umatnya. Ia sama sekali tidak menginginkan umatnya menderita di hari kemudian.

Bahkan, beberapa riwayat menyebutkan ketika Malaikat Izrail mendatangi Nabi Muhammad untuk mencabut nyawanya. Tentu saja perintah Allah tersebut terasa berat bagi Izrail untuk mencabut manusia yang paling dicintai Allah SWT. Di dalam obrolan sebelum mencabut nyawa Sang Nabi, Izrail memberikan kabar gembira tentang kesempurnaan dan kenikmatan surga bagi Rasulullah SAW.

Bukan malah bergembira, Nabi Muhammad justru teramat sedih dan menderita sehingga membuat Izrail bertanya-tanya. Nabi Muhammad berkata, “Lalu, bagaimana dengan umatku?” Pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa Nabi tidak akan pernah membiarkan umatnya menderita meski merekalah yang membuat sengsara dirinya sendiri. Kondisi ini membuat berat terasa oleh Nabi Muhammad atas penderitaan umatnya.

Kedua, harishun ‘alaikum (sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu). Ini merupakan ungkapan cinta, kasih sayang sekaligus harapan Nabi Muhammad SAW kepada umatnya.

Ketiga, bil mu’minina raufur rahim (amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin). Beliau memiliki rasa kasih sayang teramat mendalam pada kaum beriman.

Tiga sifat itulah yang kemudian menopang keberhasilan dakwah Nabi Muhammad. Akhlak mulia, cinta, dan kasih sayang yang mewujud dalam penjelasan ayat di atas merupakan pondasi dakwah Nabi dengan mengedepankan akhlaqul karimah karena karena tersimpan harapan besar Nabi kepada umatnya.

Alakullihal, keberhasilan seorang dai/daiyah atau mubaligh/mubalighah bergantung pada seberapa besar rasa azizun ‘alaih ma’anittum dalam dirinya. Karena hal itulah dasar pertama untuk mengajak orang lain atau umat manusia ke jalan Allah SWT. Harapan para pendakwah juga ada dalam prinsip harishun ‘alaikum tanpa memaksakan kehendak sehingga sifat bil mu’minina raufur rahim harus terus dikedepankan. Wallahu’alam bisshowab. []

(Fathoni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar