Jurjis, Dokter Istana
Dinasti Abbasiyah yang Beragama Kristen
Di dalam sejarahnya,
hubungan pengikut Islam dengan pengikut agama lainnya –seperti Yahudi dan Kristen
(Nasrani) misalnya- tidak melulu bermusuhan dan berperang. Begitu pun
sebaliknya. Tidak jarang mereka hidup bersama dengan damai dan harmonis. Saling
menghormati dan membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Kisah Jurjis bin
Bakhtisyu (w. 771 M), seorang dokter yang beragama Kristen Nestor, dengan Abu
Ja’far al-Manshur (w. 775 M), khalifah kedua Dinasti Abbasiyah, menjadi saksi
sejarah bahwa beda agama tidak menjadi penghalang untuk hidup akur. Bahkan,
sebagai seorang minoritas, Jurjis menduduki jabatan yang strategis di
pemerintahan Islam; dokter istana.
Dikisahkan, suatu
ketika Khalifah al-Manshur menderita sakit perut. Dokter yang ada di istana
diundang untuk mengobati sang khalifah. Tapi tak ada satu pun yang sanggup
menyembuhkannya. Lalu dipanggil lah Jurjis bin Bakhtisyu. Ia adalah seorang
kepala rumah sakit Jundi-Syapur. Pemanggilan tersebut tidak lah mengherankan
mengingat pada saat itu wilayah Jundi-Syapur masyhur dengan akademi
kedokterannya.
Berdasarkan buku
Islamic Medicine, Jurjis berhasil mengobati penyakit Khalifah al-Manshur. Ia
menerima 10 ribu dinar dari sang khalifah sebagai imbalannya. Ditambah, Jurjis
juga diminta untuk menjadi dokter istana, di samping menjadi penerjemah yang
bertugas menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Sejak
saat itu Jurjis menjadi ‘orang penting’ di pusat pemerintah dinasti Islam,
Baghdad.
Tidak hanya itu,
Jurjis juga mampu ‘mewariskan’ keahlian dan ketrampilannya itu kepada
anak-anaknya. Sehingga enam atau tujuh generasi (anak cicit) Jurjis juga
menduduki posisi penting dan strategis pada Dinasti Abbasiyah. Merujuk
Britannica, Jurjis merupakan dokter dan penerjemah pertama yang keturunannya
bertahan di dinasti hingga enam generasi.
Bakkhtisyu, anak
Jurjis, merupakan kepala rumah sakit Baghdad pada masa kekhalifahan Harun
al-Rasyid. Sementara itu, Jibril, cucu Jurjis, diangkat menjadi dokter pribadi
khalifah pada 805 M setelah ia berhasil menyembuhkan budak kesayangan
khalifah.
Saat menjabat sebagai
dokter istana, Jurjis tetap memegang teguh agamanya Kristen Nestor. Suatu
ketika, Khalifah Manshur mengajak Jurjis untuk masuk Islam. Akan tetapi, Jurjis
tetap kekeuh dengan agamanya dan menolak ajakan sang khalifah. Kepada khalifah,
sebagaimana keterangan dari buku History of The Arabs, Jurjis mengatakan bahwa
ia memilih untuk berkumpul dengan leluhurnya kelak, baik di surga atau
neraka. []
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar