Selasa, 12 Februari 2019

(Ngaji of the Day) Sunah-sunah Ab’ad dalam Ibadah Shalat


Sunah-sunah Ab’ad dalam Ibadah Shalat

Shalat tidak hanya memiliki syarat dan rukun, tetapi juga memiliki kesunahan-kesunahan. Kesunahan dalam shalat ada dua, sunah ab’ad dan sunah hai’ah. Beberapa ulama, salah satunya, Zainuddin Al-Malibari bahkan menjelaskan sunah lain selain ab’ad dan hai’ah.

Adapun terkait sunah ab’ad, Abu Bakar Muhammad bin Syatha’ Dimyathi dalam kitab I‘anatut Thalibin menjelaskan bahwa sunah ab’ad adalah sunah yang dianjurkan kuat untuk diganti dengan sujud (sahwi) jika melewatkannya. Bahkan, menurut Syekh Muhammad bin Syatha’, sunah itu dinamai ab‘ad karena sunah tersebut menjadi bagian (ba’dhu) dari rukun shalat.

Ibnu Ruslan sebagaimana dikutip oleh Syekh Muhammad bin Syatha’ menulis sebuah nadham yang menjelaskan rincian sunah ab’ad berikut ini:

أبعاضها تشهد إذ تبتديه * * ثم القعود وصلاة الله فيهش على النبي وآله في الآخر * * ثم القنوت وقيام القادر في الاعتدال الثان من صبح وفي * * وتر لشهر الصوم إن ينتصف

Artinya, “Adapun ab’ad shalat adalah dimulai dengan tasyahud kemudian duduk tasyahud awal dan membaca shalawat untuk Nabi SAW kemudian qunut pada saat berdiri i’tidal di rakaat kedua shalat subuh dan witir di pertengahan bulan Ramadhan,” (Lihat Abu Bakar bin Syatha Ad-Dimyathi, Hasyiyah I’anatut Thalibin, [Beirut: Darul Fikr, tanpa catatan tahun], halaman 196).

Menurut Syekh Salim bin Sumair Al-Hadhrami dalam Kitab Safinatun Naja sunah ab’ad terdiri atas tujuh:

Pertama, tasyahud. Yang dimaksud tasyahud dalam hal ini adalah tasyahud yang tidak dilanjutkan dengan salam, yaitu tasyahud awal.

Adapun dalil atas hal ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Muslim yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW hanya duduk sekali dan dilanjutkan dengan dua sujud.

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasul mengganti tasyahud pertama dengan dua sujud.

تعويضاً عن التشهد الأول الذي تركه بترك الجلوس له، فلو كان ركناً لاضطر إلى الإتيان به، ولم ينجبر تركه بسجود السهو

Artinya, “(Dua sujud yang dilakukan Rasul SAW) menjadi ganti dari tasyahud awal yang ditinggalkan Rasul karena tidak duduk tasyahud juga. Jika tasyahud termasuk rukun, maka tentu nabi akan melakukannya, serta tidak menggantikannya dengan sujud sahwi,” (Lihat Musthafa Al-Bugha dan Musthafa Al-Khin, Al-Fiqhul Manhaji ala Madzhabil Imamis Syafi'i, [Damaskus: Darul Qalam, 1992], halaman 145).

Kedua, duduk untuk tasyahud awal. Hal ini dilandaskan atas dalil hadits yang telah disebutkan di atas.

Ketiga, membaca shalawat nabi pada tasyahud awal sehingga dalam duduk tasyahud awal terdapat tiga hal yang termasuk sunah ab’ad. Jika sunah ini ditinggalkan, maka dianjurkan untuk digantikan dengan sujud sahwi, yaitu duduk tasyahud awal, membaca tasyahud awal, dan membaca shalawat kepada nabi pada tasyahud awal.

Keempat, membaca shalawat kepada keluarga nabi pada tasyahud akhir.

Kelima, membaca qunut.

Keenam, membaca shalawat salam kepada nabi pada qunut.

Ketujuh, membaca shalawat kepada keluarga nabi pada qunut.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kebanyakan orang meninggalkan sunah ab’ad di atas sehingga dianjurkan untuk mengerjakan sujud sahwi. Di antaranya, adalah lupa, ragu telah melakukannya atau tidak. Wallahu a‘lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar