KH M Sulthon Abdul
Hadi, Perginya Ulama Pengabdi Umat
Allah memanggil hamba
pilihan-Nya, KH M Sulthon Abdul Hadi, Pengasuh ribath atau asrama Al-Hikmah,
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Almarhum
meninggal hari ini, Kamis, 14 Rabiul Awal 1440 H yang bertepatan dengan
22 November.
Almarhum adalah
alumni Perguruan Islam Mathaliul Falah (PIM) Kajen asal Jepara Jawa Tengah yang
mewarisi jejak pemikiran gurunya KH MA Sahal Mahfudh. Selain ahli dalam kitab
kuning, Kiai Sulthon, sapaan akrabnya juga ahli Bahasa Inggris dan mempunyai
wawasan luas tentang keagamaan, kemasyarakatan, dan kebangsaan.
Setelah menyelesaikan
studi di PIM, Sulthon muda mengajar di PIM Kajen, Pati. Setelah itu, menikah
dengan salah seorang putri KH Fattah Hasyim Tambakberas Jombang, Nyai
Muthmainnah, adik Hj Nafisah Sahal.
Sejak berdomisili di
Jombang, Kiai Sulthon karirnya melesat cepat. Selain menjadi pengasuh pesantren,
juga dipercaya sebagai Direktur Madrasah Muallimin-Muallimat Tambakberas
Jombang. Madrasah ini seperti Mathaliul Falah dalam konteks pendalaman ilmu
agama (tafaqquh fiddin).
Madrasah
Muallimin-Muallimin menjadi ikon madrasah salaf di Jombang yang mampu
melahirkan kader-kader muda Islam yang mampu mendalami kitab kuning. Banyak
alumni madrasah ini tampil sebagai tokoh agama yang memiliki wawasan luas dan
mendalam khususnya tentang kitab kuning.
Selain menjadi
Direktur Madrasah Muallimin-Muallimat, Kiai Sulthon adalah sosok orator
(muballigh) ulung di podium. Berbagai undangan pengajian dari berbagai daerah
dilayani dengan baik dalam rangka menyebarkan ilmu kepada masyarakat. Pernah
mengisi pengajian di pondok tempat penulis belajar, yakni Pondok Pesantren
Sunan Ampel Jombang yang terletak di samping alun-alun kota santri ini.
Dedikasi untuk NU dan
Umat
Ketika penulis di
Jombang antara tahun 1998 hingga 2004, Kiai Shulthon sudah menjadi Rais
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang. Sering menyampaikan taushiah
dan tabligh di hadapan pengurus NU Dan umat Islam.
Kepakaran dalam kitab
dan wawasannya yang luas membuat substansi pemikiran dicerna dengan baik oleh
publik secara luas. NU harus memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya kepada
umat Dan bangsa. Kiai Sulthon berjuang supaya NU mampu memberikan kemanfaatan
luas kepada umat Dan bangsa.
Setelah lama menjadi
Rais PCNU Jombang, Kiai Sulthon melebarkan sayap perjuangan di Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai dewan syura. Ketika bertemu dengan penulis,
Kiai Sulthon menjelaskan, aktivitasnya di partai dalam rangka mengkonkretkan
perjuangan di tengah masyarakat.
Aktif di partai akan
terus bersinergi dengan jajaran eksekutif dan legislatif untuk melahirkan
kebijakan dan anggaran yang berpihak kepada umat dan bangsa. Inilah bentuk
kongkretisasi perjuangan. Aktif di partai tidak meninggalkan habitat sebagai
seorang kiai dan muballigh yang aktif mengajar santri, siswa, dan umat. dugas
Dan tanggungjawab keilmuan serta kemasyarakatan dilakukan secara istikamah
untuk menggapai ridla Allah.
Mengidolakan Kiai
Sahal
Kiai Sulthon menjadi
salah seorang informan utama penulis ketika menulis buku biografi Kiai Sahal
Mahfudh. Buku ini ditulis ketika penulis masih nyantri di Jombang. KH Nashir
Fattah, KH Taufiq Fattah, KH Mujib Denanyar, dan KH Sulthon adalah narasumber
utama buku ini Karena mereka memahami banyak profil Kiai Sahal.
Sejak menjadi siswa
di PIM, KH MA Sahal Mahfudh menjadi sosok idola Sulthon muda. Oleh sebab itu,
dirinya meniru jejak Kiai Sahal dengan mendalami kitab kuning secara serius,
mengembangkan wawasan dengan banyak membaca buku, koran, dan majalah, Dan
melatih kemampuan bahasa asing (Arab-Inggris) dengan baik.
Kiai Sulthon juga
mengembangkan potensinya dalam bidang organisasi, sehingga tidak gamang
berinteraksi dan berkomunikasi dengan banyak orang lintas sektoral. Kemampuan
ini semakin menjadikan Kiai Sulthon sosok yang dinamis, fleksibel, dan
organisator ulung.
Jadilah Tokoh
Tahun 2004, penulis
hendak boyong dari pondok Jombang, pulang kampung. Pesan Kiai Sulthon kepada
penulis adalah jadilah tokoh yang berjuang untuk kemajuan masyarakat. Saat ini,
kata Kiai Sulthon, banyak orang berilmu, tapi sedikit yang menjadi tokoh.
Ilmuwan hanya disyaratkan banyak membaca, menulis, berdiskusi, riset, dan
aktivitas akademik lainnya.
Sedangkan menjadi
tokoh mengharuskan seseorang berani terjun di tengah masyarakat, menghadapi
kompleksitas problem masyarakat, dan berusaha memberikan solusi efektif.
Menjadi tokoh membutuhkan jiwa kepemimpinan, kepeloporan, dan pengorbanan dalam
segala aspek kehidupan.
Masyarakat
membutuhkan kehadiran tokoh-tokoh yang mampu menggerakkan perubahan positif di
tengah kehidupan mereka, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya,
dan politik kebangsaan.
Kiai Sulthon adalah
sosok pejuang sampai akhir hayat. Seluruh hidupnya diabdikan untuk dakwah
Islam, baik di pesantren, madrasah, NU, partai, dan umat. Almarhum sosok yang
mencintai dan mengamalkan ilmu, serta menyebarluaskan kepada umat manusia.
Selamat jalan
menghadap Sang Kekasih kiai, semoga limpahan maghfirah dan rahmah Allah
terlimpah kepada kiai, keluarga yang ditinggal diberikan kesabaran. Juga para
santri meneruskan perjuangan kiai, Amin yaa rabbal alamin. []
Jamal Ma'mur Asmani,
dosen di Institut Pesantren Mathali'ul Falah (Ipmafa), Pati, Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar