Dua Dai Cilik di
Acara NU Bandung Tahun 1935
NU di Bandung telah
bergeliat sejak tahun 1930-an. Bahkan setelah 7 tahun NU berdiri, tepatnya
1932, Kota Bandung jadi tuan rumah hajatan NU di tingkat nasional, yaitu muktamar.
Namun Rais Akbar NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari berhalangan hadir.
Meski demikian,
kiai-kiai besar lain seperti Kiai Wahab dan pendiri NU yang lain tetap hadir,
termasuk para habib dari Jakarta dan Bogor. Tercatat sebagai panitia muktamar
waktu itu adalah KH Abdullah Cicukang dan KH Husin serta kiai-kiai lain.
Sebelumnya, dari kota
kembang ini, pada muktamar NU keempat di Semarang, 1929, mengirimkan utusannya,
yaitu KH Ahmad Dimyati dari Pesantren Sukamiskin. Kemudian, sejak itu, hingga
muktamar-muktamar selanjutnya hingga hari ini selalu ada perwakilan dari
Bandung.
Muktamar NU ketujuh
itu menjadi momentum menanamkan NU lebih kuat di daerah-daerah. Itulah tujuan
NU mengadakan muktamar secara berurutan dari timur (Surabaya) ke barat yaitu
Semarang, Pekalongan, Cirebon, Bandung, Jakarta.
Setelah itu, NU
Cabang Bandung kemudian mendirikan kring-kring (ranting). Pada tahun 1935,
tercatat telah berdiri Ranting NU Nyengseret. Bukti keberadaan ranting itu
didokumentasikan Majalah Al-Mawaidz milik Cabang NU Tasikmalaya edisi
1935.
Majalah yang
menggunakan bahasa Sunda tersebut, setelah diterjemahkan, melaporkan
demikian:
Kring NU Nyengseret
Cabang NU Bandung mengadakan tabligh di sekolah agama Chaeriyah Gang Afandi
Bandung. Hadirin yang terdiri dari kaum bapak dan ibu berdesakan di luar dan di
dalam rumah. Pukul 9 malam acara dibuka oleh Marzuki.
Ada yang lain dari
pertemuan kali ini. Dua dai cilik dari madrasah Chaeriyah turut berbicara, yang
pertama bernama Sulaiman kira-kira 8 tahun. Meskipun kanak-kanak, apa yang
dibicarakannya jelas dan penting. Selanjutnya anak bernama Tarsun. Ia juga anak
yang jelas dan berbicara, maklum ia muridnya Ajengan Toha Afandi.
Kemudian berbicara KH
Abdullah Cicukang tentang pentingnya sebuah perkumpulan Islam. Mualim Mukhtar
menerangkan kewajiban shalat serta siksaan bagi yang mengabaikannya apalagi
yang meninggalkannya. Ajengan Ambri menjelasakan kewajiban mencari ilmu. []
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar