Panduan bagi Orang yang
Telat Shalat Jumat
Idealnya, kita datang ke tempat pelaksanaan
shalat Jumat sepagi mungkin. Namun, karena beberapa kendala, terkadang kita
terlambat datang berjumatan, bahkan acap kali terlambat dalam pelaksanaan
shalat Jumat. Persoalan yang dihadapai saat terlambat datang shalat Jumat,
sangat kompleks. Kadang imam sudah dapat satu rakaat, terkadang sudah sampai
tahiyyat akhir. Bagaimana panduan menjalankan shalat Jumat bagi orang yang
terlambat datang?
Orang yang terlambat datang dalam pelaksanaan
shalat Jumat disebut dengan masbuq, kebalikan dari makmum muwafiq.
Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’isyun tentang
definisi makmum muwafiq dan masbuq mengatakan:
هَذَا
كُلُّهُ فِي الْمُوَافِقِ وَهُوَ مَنْ أَدْرَكَ مَعَ الْإِمَامِ قَدْرَ
الْفَاتِحَةِ بِالنِّسْبَةِ اِلَى الْقِرَاءَةِ الْمُعْتَدِلَةِ لَا لِقِرَاءَةِ
الْإِمَامِ وَلَا لِقِرَاءَةِ نَفْسِهِ عَلىَ الْأَوْجَهِ. اِلَى اَنْ قَالَ وَأَمَّا الْمَسْبُوْقُ وَهُوَ مَنْ لَمْ
يُدْرِكْ مَا مَرَّ فِي الْمُوَافِقِ فِيْ ظَنِّهِ مِنَ الرَّكْعَةِ الْأُوْلَى
أَوْ غَيْرِهَا.
Artinya: “Yang demikian tersebut berlaku
untuk makmum muwafiq, yaitu makmum yang menemui durasi waktu membaca
al-Fatihah bersama Imam sesuai dengan standar bacaan sedang, bukan bacaannya
Imam dan makmum sendiri menurut pendapat al-aujah (yang kuat). Adapun masbuq
yaitu orang yang tidak menemui kriteria yang disebutkan dalam makmum muwafiq
sesuai dugaannya, baik di rakaat pertama atau lainnya.” (Al-Syaikh Sa’id bin
Muhammad Ba’isyun, Busyra al-Karim bi Syarhi Masail al-Ta’lim, Jedah: Dar
al-Minhaj, 2004, hal. 354-355).
Berkaitan dengan makmum masbuq dalam
shalat Jumat, setidaknya ada dua perincian yang perlu dipahami sebagai berikut.
Pertama, masbuq yang
menemui ruku’ rakaat yang kedua dari shalatnya imam.
Masbuq jenis ini
sederhananya adalah makmum yang menemui satu rakaat bersama imam. Masbuq jenis
pertama ini tergolong orang yang menemui rakaat shalat Jumat. Setelah imam
salam, ia cukup menambahkan satu rakaat untuk menyempurnakan Jumatnya.
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:
(وَلَا تُدْرَكُ
الْجُمُعَةُ إِلَّا بِرَكْعَةٍ ) لِمَا مَرَّ مِنْ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ
الْجَمَاعَةُ وَكَوْنُهُمْ أَرْبَعِيْنَ فِيْ جَمِيْعِ الرَّكْعَةِ الْأُوْلَى
فَلَوْ أَدْرَكَ الْمَسْبُوْقُ رُكُوْعَ الثَّانِيَةِ وَاسْتَمَرَّ مَعَهُ إِلَى
أَنْ يُسَلِّمَ أَتَى بِرَكْعَةٍ بَعْدَ سَلَامِ الْإِمَامِ جَهْرًا وَتَمَّتْ
جُمُعَتُهُ
Artinya: “Jumat tidak dapat diraih kecuali
dengan satu rakaat, karena keterangan yang lampau bahwa disyaratkan berjamaah
dalam pelaksanaanya serta jamaah Jumat berjumlah 40 orang dalam keseluruhan
rakaat pertama. Dengan demikian, apabila makmum masbuq menemui ruku’
kedua dan berlanjut mengikuti imam sampai salam, maka ia menambahkan satu
rakaat setelah salamnya imam dengan membaca keras dan telah sempurna jumatnya”.
(Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi,
juz.4, hal.359-360, cetakan Dar al-Minhaj-Jedah, cetakan pertama tahun 2011 M).
Dalam komentarnya atas referensi di atas,
Syekh Mahfuzh al-Termasi menambahkan keterangan sebagai berikut:
(قَوْلُهُ
وَتَمَّتْ جُمُعَتُهُ) اَيِ الْمَسْبُوْقِ اَيْ لَمْ تَفُتْهُ فَفِي الْحَدِيْثِ
مَنْ أَدْرَكَ مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ
رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ
Artinya: “Ucapan Syekh Ibnu Hajar "dan
telah sempurna Jumatnya", maksudnya Jumat tidak terlewatkan dari makmum masbuq
tersebut. Dalam hadits disebutkan, barangsiapa menemui dari shalat Jumat
satu rakaat, maka ia menemui shalat Jumat, hadits riwayat imam al-Hakim dan
beliau menshahihkannya.” (Syekh Mahfuzh al-Termasi, Hasyiyah al-Turmusi,
Jedah: Dar al-Minhaj-Jedah, 2011, juz 4, hal. 360).
Kedua, masbuq yang
tidak menemui ruku’ rakaat yang kedua dari shalatnya imam.
Masbuq jenis kedua ini
maksudnya adalah makmum yang sama sekali tidak menemui rakaatnya imam. Mengenai
ketentuannya, ia wajib mengikuti jamaah shalat jumat dengan niat Jumat. Setelah
salamnya imam, ia wajib menyempurnakannya sebagai shalat dhuhur, maksudnya
wajib menambahkan empat rakaat. Saat menyempurnakan rakaatnya, ia tidak perlu
niat dhuhur.
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan:
(فَإِنْ
أَدْرَكَهُ بَعْدَ رُكُوْعِ الثَّانِيَةِ نَوَاهَا جُمُعَةً) وُجُوْبًا وَإِنْ
كَانَتِ الظُّهْرُ هِيَ اللَّازِمَةَ لَهُ مُوَافَقَةً لِلْإِمَامِ وَلِأَنَّ
الْيَأْسَ مِنْهَا لَا يَحْصُلُ إِلَّا بِالسَّلَامِ )وَصَلَّاهَا ظُهْرًا)
لِعَدَمِ إِدْرَاكِ رَكْعَةٍ مَعَ الْإِمَامِ
Artinya: “Apabila masbuq menemui
imamnya setelah ruku’ rakaat kedua, maka ia wajib niat shalat Jumat, meskipun
dhuhur adalah kewajibannya, karena menyesuaikan dengan imam dan karena
ketiadaan harapan menumi jumat tidak dapat dihasilkan kecuali dengan salam. Dan
ia wajib melaksanakannya sebagai dhuhur, karena ia tidak menemui satu rakaat
bersama imam”. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy
Hasyiyah al-Turmusi, Jedah: Dar al-Minhaj-Jedah, 2011, juz.4, hal. 363-364)
Dalam komentarnya atas kitab di atas, Syekh
Mahfuzh al-Termasi menjelaskan:
(قَوْلُهُ
وَصَلَّاهَا ظُهْرًا) اَيْ يُتِمُّ صَلَاتَهُ عَالِمًا كَانَ أَوْ جَاهِلًا بَعْدَ
سَلَامِ الْإِمَامِ ظُهْرًا مِنْ غَيْرِ نِيَّةٍ كَمَا يَدُلُّ عَلَيْهِ
تَعْبِيْرُهُمْ بِيُتِمُّ
Artinya: “Ucapan Syekh Ibnu Hajar, Dan ia
wajib melaksanakannya sebagai dhuhur, maksudnya ia wajib menyempurnakan
shalatnya sebagai dhuhur setelah salamnya imam, baik orang yang mengetahui atau
orang yang bodoh, hal tersebut dilakukan tanpa harus niat dhuhur sebagaimana
yang ditujukan oleh redaksi para ulama dengan bahasa “yutimmu”,
menyempurnakan”. (Syekh Mahfuzh al-Termasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah:
Dar al-Minhaj-Jedah, 2011 M, juz.4, hal. 364)
Syekh Mahfuzh juga menegaskan, bila setelah
menyempurnakan dhuhurnya, masbuq jenis kedua ini menemukan jamaah shalat
jumat, maka ia wajib mengikuti Jumat bersama mereka. Sedangkan shalat dhuhur
yang sudah ia lakukan, dengan sendirinya berstatus shalat sunah.
Pakar fiqih dan hadits asal Pacitan-Jawa
Timur ini menegaskan:
وَلَوْ
أَدْرَكَ هَذَا الْمَسْبُوْقُ بَعْدَ صَلَاتِهِ الظُّهْرَ جَمَاعَةً يُصَلُّوْنَ
الْجُمُعَةَ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يُصَلِّيَهَا مَعَهُمْ كَمَا قَالَهُ فِي
النِّهَايَةِ وَيَتَبَيَّنُ انْقِلَابُ الظُّهْرِ نَفْلًا لِأَنَّهُ مِنْ أَهْلِ
الْوُجُوْبِ وَبَانَ عَدَمُ الْفَوَاتِ وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ الْكَلَامَ عِنْدَ
جَوَازِ التَّعَدُّدِ.
“Apabila setelah shalat dhuhur masbuq jenis
ini menemui kelompok yang melaksanakan Jumat, maka ia wajib mengikuti Jumat
bersama mereka seperti yang dikatakan Imam al-Ramli dalam kitab al-Nihayah. Dan
telah nyata dhuhur yang dilakukannya berubah menjadi sunah, sebab ia tergolong
orang yang berkewajiban Jumat, sementara nyatanya Jumat tidak terlewatkan
untuknya. Dan merupakan hal yang maklum, dalam hal ini konteksnya adalah saat
diperbolehkan berbilangnya pelaksanaan Jumat dalam satu desa”. (Syekh Mahfuzh
al-Termasi, Hasyiyah al-Turmusi, juz.4, hal. 364, cetakan Dar
al-Minhaj-Jedah, cetakan pertama tahun 2011 M).
Demikian panduan shalat Jumat bagi seseorang
yang terlambat datang di tempat pelaksanaan shalat Jumat. Semoga kita dapat
menjalankan ibadah Jumat dengan istiqamah dan tepat waktu. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar