Kisah Cinta Sejati
pada Zaman Nabi
“Kebenaran cinta
terletak pada tiga hal: memilih ucapan kekasih daripada ucapan orang lain,
memilih duduk bersama kekasih daripada duduk bersama orang lain, dan memilih
kerelaan kekasih daripada kerelaan orang lain.”
Ada sebuah kisah yang
sangat menarik tentang ketulusan cinta dan kasih sayang. Kisah yang diambil
dari kitab ‘Uqudul Lujain karya Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani ini
menggambarkan betapa cinta sejati mampu membutakan seseorang hingga ia rela
melakukan hal apa pun demi membuktikan cintanya terhadap sesuatu yang ia
cintai.
Ikhwal tentang
pembuktian cinta sejati seharusnya tidak perlu menunggu momentum tertentu.
Seperti yang saat ini marak dilakukan oleh mayoritas orang dengan mengusung
Hari Valentine. Cinta sejati tidak melihat waktu kapan harus dibuktikan tapi ia
benar-benar muncul setiap saat sebagai pembuktian ketulusan hati. Karena cinta
sejati ada di setiap waktu dan setiap tarikan nafas manusia.
Suatu ketika, seorang
wanita keluar dari rumah untuk mendengarkan petuah Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wasallam beserta para sahabatnya. Di tengah jalan ada seorang pemuda
yang melihatnya. Pemuda itu bertanya: “Wahai wanita yang mulia! Kamu mau pergi
ke mana?” Wanita itu menjawab, “Aku ingin mendatangi Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, dan duduk di sisinya dan mendengarkan sabdanya yang indah.”
“Apakah kamu
mencintai Nabi?” tanya si pemuda itu. “Ya aku mencintainya,” jawab wanita itu.
Si pemuda berkata lagi, “Demi kebenaran cintamu kepadanya, bukalah kerudungmu
sampai aku dapat melihat wajahmu.”
Saat pemuda itu
menyumpah dengan mengatasnamakan cinta kepada sang Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, lantas ia membuka kerudungnya sehingga pemuda itu benar-benar
dapat melihat wajahnya.
Sesampai di rumah, ia
menceritakan kejadian itu kepada suaminya. Penuturannya menggoyahkan hati si
suami. Dalam hati, suaminya berkata, “Aku harus bisa membuktikan kebenaranya
supaya aku lega. Dan aku juga harus mengujinya.”
Suaminya lantas
menyalakan tungku, pada tungku tersebut terdapat tempat atau lubang untuk
meletakkan wajan untuk memasak roti. Dengan sabar suaminya menunggu sampai
tungku menyala penuh. Setelah api menyala penuh, ia berkata pada istrinya,
”Demi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, masuklah ke dalam tungku
itu.”
Saat ia disumpah atas
nama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, seketika itu ia langsung
menceburkan diri ke dalam lubang tungku tanpa mempedulikan nyawanya karena
benar-benar mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Melihat istri
benar-benar menceburkan diri ke dalam tungku dan tenggelam di dalam api, si
suami menjadi sangat menyesal dan sadar akan kebenaran ucapan istrinya. Lalu ia
pergi menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakan
semua kisah tentang istri beserta keadaanya saat itu.
Setelah mendengar
penuturan cerita dari si suami, Nabi besabda, ”Pulanglah dan keluarkan ia dari
dalam tungku.” Si suami pun akhirnya pulang dan segera mengeluarkan istrinya
dari kepungan api yang memenuhi tungku. Namun anehnya, setelah ia berhasil
mengeluarkan istrinya dari kepungan api tersebut didapatinya sang istri tidak
apa-apa, badannya basah penuh keringat, seakan-akan ia habis dari pemandian air
hangat (uap). []
(Zaenal Faizin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar