Kamis, 25 Oktober 2018

Buya Syafii: Khashoggi di Mata Hatice Cengiz


Khashoggi di Mata Hatice Cengiz
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Sekalipun penguasa Arab Saudi masih mencoba berkelit mengenai sebab kematian Khashoggi yang dikatakan akibat perkelahian di dalam gedung konsulatnya di Istanbul, opini dunia tampaknya sudah punya kecenderungan lain yang dapat membongkar perbuatan jahat ini. Resonansi ini akan mengulas pandangan calon istri Khashoggi, Hatice Cengiz, sebagian berdasarkan artikel yang ditulisnya dalam the New York Times, 13 Oktober 2018, dengan judul “My Fiance Jamal Khashoggi Was a Lonely Patriot”, ditulis 11 hari setelah kematian wartawan senior itu, tetapi sebelum adanya pengakuan pihak Saudi tentang terbunuhnya Khashoggi yang memang terjadi di ruang konsulatnya.

Perkenalan antara dua orang yang berbeda usia 21 tahun ini terjadi pada Mei 2018 dalam sebuah konferensi di Istanbul. Hatice kelahiran Istanbul tahun 1980, sedangkan Khashoggi kelahiran Madinah, 59 tahun yang lalu.

Setelah berbincang secara mendalam tentang masalah politik di kawasan itu, keduanya semakin punya pandangan yang sama mengenai perlu tegaknya prinsip demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan terjaminnya kebebasan berpendapat, sesuatu yang masih asing di sebagian besar kawasan Asia Barat dan Afrika Utara sejak lama.

Persamaan pandangan ini telah berujung pada terciptanya hubungan emosional antara keduanya dan sepakat untuk menikah akhir tahun ini. Maka untuk mengurus surat cerai Khashoggi dengan mantan istrinya, keduanya pergi ke konsulat Saudi, tetapi Cengiz menunggu di luar gedung. Ternyata malang bagi Khashoggi. Dia dibunuh oleh aparat Saudi yang sengaja didatangkan dari Riyadh untuk melakukan eksekusi itu.

Cengiz menulis bahwa nenek moyang Khashoggi berasal dari Kota Kayseri, Turki. Selama lebih 30 tahun sebagai wartawan Saudi, dan bahkan pernah menjadi penasihat pemimpin penting kerajaan itu, termasuk Pangeran Turki al-Faisal, mantan kepala intelijen Saudi. Cengiz menulis tentang Khashoggi, “Dia mengelana banyak di dunia, tetapi dia mencintai Arab Saudi melebihi dari negara lainnya." Dia 'seorang patriot'.

Khashoggi harus meninggalkan Saudi lebih dari setahun yang lalu, karena itulah satu-satunya jalan baginya agar bebas berbicara dan menulis tentang masalah-masalah dan gagasan-gagasan yang menjadi kepeduliannya. Dia bekerja tanpa mengompromikan martabatnya sebagai seorang wartawan merdeka. Dia tinggal di Washington, DC. Dia menulis, “Hidup ini jauh dari rumah, famili dan sahabat, serta lingkungan spiritual negeri saya, sungguh merupakan beban yang berat,” curhatnya pada Cengiz suatu ketika.

Sekalipun sudah punya nama besar, Khashoggi masih saja merasa sunyi dalam hidupnya. Berikut ini bukti tentang kesunyian itu. “Hatice sayang, saya diberi kesehatan, punya pula lain-lainnya, tetapi tak punya seorang pun untuk berbagi dalam hidup.” Lalu Cengiz mengomentari, “Semua yang dia rindukan dari pasangan hidupnya adalah cinta, rasa hormat, dan persahabatan.” Tampaknya Khashoggi berharap pada Cengiz untuk mendapatkan itu semua.

Inilah kesaksian Cengiz tentang impian mereka itu. “Cinta dan impian kami akan sebuah hidup baru bersama telah membawanya dari Washington ke Istanbul, untuk mendapatkan dokumen yang diperlukan bagi perkawinan kami. Harapan untuk menghabiskan sisa hidup kami bersama dengan bahagia telah mendorong Khashoggi untuk memasuki bangunan konsulat Saudi pada siang hari yang nahas itu, 2 Oktober.”

Lama ditunggu, Khashoggi tidak kunjung muncul, Cengiz merasa kehilangan. Inilah kegelisahan Cengiz. “Sejak itu, saya telah berpikir bahwa Jamal dan saya tidak lagi berada di dunia yang sama. Saya terus saja bertanya pada diri saya sendiri: 'Di mana dia? Masihkah dia hidup? Jika masih hidup, bagaimana keadaannya?'”

Cara kematian Khashoggi sungguh keji, biadab, dan brutal. Kita percaya dalam tempo singkat, akan terjawab semua misteri kematian ini. Kemanusiaan sejagat tidak tidur. Pengawal dua kota suci jadi pusat perhatian dan kecurigaan dunia! Sangat ironis, sangat kelam! []

REPUBLIKA, 23 Oktober 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar