Seri Bedah Kitab Pegon Bagian 1
Al-Muna, Kitab Terjemah Pegon Nadzam Asmaul
Husna Karya Gus Mus
Kitab berjudul Al-Muna fi Tarjamah Nadzm
al-Asma’ al-Husna karya KH Ahmad Mustofa Bisri, Rembang, ini merupakan
kitab terjemah Jawa Pegon atas nadzam Asmaul Husna, yang terkenal dengan
sebutan Nailul Muna. Nadzam Nailul Muna, yang dijadikan obyek terjemah dan
syarah di dalam kitab Al-Muna, merupakan salah satu wirid (bacaan dzikir yang
dilanggengkan) yang disukai oleh KH Ali Ma’shum Krapyak Yogyakarta wallahu
yarham. Dahulu, KH Ahmad Mustofa Bisri pernah mendapatkan ijazah wirid Nailul
Muna tersebut langsung dari KH Ali Ma’shum, sebagaimana yang diceritakan dalam
mukadimah kitab Al-Muna.
Berikut adalah cuplikan nadzam Nailul Muna:
بِسْمِ
الْإِلَهِ وَبِهِ بَدَأْنَا :: وَلَوْ عَبَدْنَا غَيْرَهُ لَشَقَيْنَا
يَا
حَبَّذَا رَبًّا وَحَبَّ دِيْنَا :: وَحَبَّذَا مُحَمَّدًا هَادِيْنَا
لَوْلَاهُ
مَا كُنَّا وَلَا بَقَيْنَا :: لَوْلَاهُ مَا كُنَّا وَلَا بَقَيْنَا
اَللهُ
لَوْلَا أَنْتَ مَا اهْتَدَيْنَا :: وَلَا تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا
فَأَنْزِلَنْ
سَكِيْنَةً عَلَيْنَا :: وَثَبِّتِ الْأَقْدَامَ إِنْ لَقَيْنَا
نَحْنُ
الْأُوْلَى جَاؤُكَ مُسْلِمِيْنَ :: نَحْنُ الْأُوْلَى جَاؤُكَ مُسْلِمِيْنَ
Biasanya, pada waktu dulu, santri-santri
Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, mewiridkan nadzam berbahasa Arab Asmaul
Husna Nailul Muna tersebut setiap bakda shubuh, ketika hendak mengaji
kepada KH Ali Ma’shum. Bukan hanya di Pesantren Krapyak saja. Di
pesantren-pesantren lain di Indonesia, Nailul Muna acapkali dijadikan wirid
harian para santri di beberapa pesantren yang ada di bumi Nusantara. Seperti
halnya di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an, yang didirikan oleh KH Muhammad
Arwani Amin Kudus, yang juga pernah mondok di Pesantren Krapyak di bawah asuhan
KH Muhammad Munawwir. Nailul Muna juga dijadikan wirid harian para santrinya.
Biasanya dibaca secara rutin setelah mendirikan shalat tahajud.
Ada beberapa pendapat mengenai, siapakah yang
menyusun syair-syair indah Asmaul Husna Nailul Muna tersebut. KH Nu’man Thohir
Kajen wallahu yarham, Pengasuh Pondok Pesantren Kulon Banon Kajen pernah
mendapatkan cerita langsung dari KH Ali Ma’shum Krapyak, bahwa kumpulan nadzam
Asmaul Husna Nailul Muna ini digubah oleh Syekh Yusuf bin Isma’il an-Nabhani,
ulama besar abad ke 19, alumnus Al-Azhar, yang juga menulis kitab Sa’adat
ad-Darain fi ash-Shalawat ‘ala Sayyid al-Kaunain. Ada pula yang mengatakan
bahwa yang menciptakan mandzumat Nailul Muna ini adalah kiai-kiai Pondok Tremas
Pacitan, Jawa Timur. Mengenai siapa yang menggubah Mandzumat Nailul Muna, di
dalam kitab Al-Muna karya KH Ahmad Mustofa Bisri tidak disebutkan secara jelas.
Pun, di dalam Mandzumat Nailul Muna yang tersebar dan dipergunakan di pondok-pondok
tidak dijelaskan siapakah penulisnya. Agaknya, penyusun Nailul Muna mungkin
lebih suka untuk menyembunyikan identitas, untuk menjaga rasa ikhlas di hadapan
Allah Sang Maha Welas. Untuk menjaga keikhlasan, sebagain ulama ada yang
berprinsip, “Yang penting kitabnya bermanfaat, meskipun pengarangnya tidak
diingat-ingat.”
Masyarakat pesantren percaya bahwa Asmaul
Husna, sama halnya dengan wirid-wirid yang lain, memiliki beragam khasiat dan
keistimewaan. Apalagi, dalam QS Al-A’raf ayat 180, Allah Swt. menyatakan bahwa
Dia memiliki Asmaul Husna atau nama-nama yang maha baik, dan Dia memerintahkan
para hamba-Nya agar berdoa memohon kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya
yang maha baik itu. Perintah Allah Swt. untuk berdoa dengan menggunakan Asmaul Husna
itulah yang menjadi landasan munculnya beragam bacaan dzikir Asmaul Husna yang
dibalut dengan doa-doa, semacam Nailul Muna. Secara garis besar, kumpulan
nadzam Nailul Muna berisi tentang macam-macam tawassul dengan Asmaul Husna,
yang memuat berbagai macam pujian, doa-doa, permohonan seorang hamba, mulai
dari keselamatan agama, perlindungan dari musuh, hingga kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Nailul Muna yang digubah dalam bentuk
mandzumat (kumpulan nadzam) indah berbahasa Arab ini, bagi masyarakat Muslim
Nusantara yang masih awam, tentu akan sulit dipahami maknanya. Pada umumnya,
syair-syair berbahasa Arab yang digubah menjadi nadzam atau qashidah, adalah
bentuk-bentuk ungkapan yang dalam bahasa Ilmu Balaghah disebut dengan ijaz,
yakni sebuah kalimat yang kata-katanya sedikit namun mengandung makna banyak.
Untuk memahami bentuk kalimat ijaz tentu dibutuhkan perangkat ilmu
kebahasaaraban yang beragam, yang pada umumnya tidak dimiliki oleh kalangan
awam. Oleh karena itu, KH Ahmad Mustofa Bisri tergerak untuk menulis kitab
Al-Muna yang merupakan terjemahan Jawa Pegon dari kumpulan nadzam Nailul Muna
karya Syekh Yusuf bin Isma’il an-Nabhani,dengan tujuan supaya umat Islam
Indonesia yang tidak memahami bahasa Arab bisa mengetahui maknanya. Ketika
seorang hamba membaca wirid atau doa, dan ia paham betul tentang makna yang
terkandung di dalamnya, maka akan sangat mudah baginya untuk menghayati,
meresapi dan merasakan kandungannya. Dhawuh beliau, KH Ahmad Mustofa Bisri:
كُوْلَا
تَطَفُّلْ، نٓرْجٓمَاهَاكٓنْ دَاتٓڠْ بَهَاسَا جَاوِيْ كَانْطِيْ
ڤٓڠَاجٓڠْ-ڠَاجٓڠْ سَاڮٓدَا ڤَارَا سٓدَيْرَيْكْ قَوْمْ مُسْلِمِيْنْ إِڠْكَڠْ
كِيْرَاڠْ مٓڠُوَاسَاهِيْ لُغَةْ عَرَبِيَّةْ، سَاڮٓدْ فَهَمْ أَرْطَاسِيْڤُوْنْ.
سٓلَاجٓڠِيْڤُوْنْ، كَانْطِيْ مٓمَاهَامِيْ أَرْطَوْسِيْڤُوْنْ دُعَاءْ إِڠْكَڠْ
دِيْڤُوْنْ وَاهَوْسْ سَاڮٓدْ دِيْڤُوْنْ رَاهَوْسَاكٓنْ وَوْنْتٓنْ إِڠْ مَانَاهْ.
Kitab Al-Muna karya KH Ahmad Mustofa Bisri
ini menggunakan teknik penerjemahan makna gandul atau terjemah jenggotan
(bearded translation) yang dilengkapi dengan syarah atau penjelasan dan
catatan-catatan pada setiap nadzam yang diterjemahkan, sehingga memudahkan
orang-orang awam untuk memahami secara mendalam kalimat-kalimat bahasa Arab
yang diterjemahkan. Selain itu, dalam penulisan kitab Al-Muna yang menggunakan
aksara Arab Pegon tersebut, KH Ahmad Mustofa Bisri mengenalkan beberapa kosa
kata Arab yang dimasukkan (baca: diserap) ke dalam tulisan Pegon, seperti
tathafful (تَطَفُّلْ) yang memiliki arti: merenungkan, atau memikirkan. Pengenalan
beberapa istilah Arab dalam tulisan Pegon oleh para ulama Nusantara yang
dilakukan “secara halus” kepada para pembaca ini, mengandung unsur pengajaran
yang gradual untuk memahami kosakata-kosakata Arab secara bertahap. Kenyataan
bahwa ada banyak istilah Arab yang dimasukkan ke dalam tulisan Pegon, semakin
menguatkan bahwa, aksara Arab Pegon menjadi gerbang besar bagi masuknya
kosakata Arab ke dalam Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, dan bahasa-bahasa lain
yang pernah ditulis dengan menggunakan aksara Arab Pegon. Diantara kosakata
Arab yang sudah masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa
melalui gerbang aksara Arab Pegon adalah: Shalat (صلاة), Zakat (زكاة), Haji (حجّ), Iman (إيمان), Islam (إسلام), Masjid (مسجد), Mushala (مصلّى) dan lain-lain. Istilah-istilah Arab yang
diserap ke dalam bahasa Jawa, Indonesia dan bahasa-bahasa lain yang hidup di
Nusantara, ketika ditulis dalam aksara Pegon, tetap ditulis seperti aslinya.
Tidak ada perubahan sama sekali. Oleh karenanya, keberadaan aksara Pegon ini
tidak pernah merusak tatanan bahasa Arab, dengan adanya penulisan istilah Arab
yang tidak sesuai pakemnya. Aksara Pegon justru menjadi pelengkap bahasa Arab,
yang sistem tulisannya tidak mampu menampung sistem bunyi atau fonologi
bahasa-bahasa non-Arab. Dengan adanya aksara Pegon, bahasa Arab akan mudah
membumi, menyatu dengan bunyi-bunyian bahasa non-Arab, dan berdialektika
langsung dengan masyarakat ‘ajam, tempat dimana ia menyebar.
Kitab Al-Muna fi Tarjamah Nadzm al-Asma’
al-Husna ini selesai ditulis oleh Pengasuh Pondok Pesantren Roudhotut Thalibin
Leteh KH Ahmad Mustofa Bisri di Rembang pada hari Senin tanggal 22 Juli 1996
M/06 Rabi’ul Awwal 1417 H. Diterbitkan oleh Penerbit Al-Miftah Surabaya, dengan
ketebalan 31 halaman. []
Sahal Japara, Kepala SMPQT Yanbu’ul Qur’an 1
Pati, pemerhati Aksara Pegon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar