Rabu, 10 Oktober 2018

Buya Syafii: Hoaks Ancam Sila Kedua Pancasila


Hoaks Ancam Sila Kedua Pancasila
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Hoax atau diindonesiakan menjadi 'hoaks' yang berarti berita bohong, palsu, atau tipuan yang sengaja diciptakan orang yang tunamoral untuk meraih sebuah tujuan, apakah itu politik, ekonomi, dan kejahatan, atau sekadar buat lelucon. Usia istilah ini kabarnya bisa dilacak dalam sejarah Eropa abad ke-17.

Adalah Thomas Ady dalam karyanya berjudul Candle in the Dark,or a Treatise of Witches & Witchcraft (1656), salah satu karya awal tentang hocus pocus, asal mula perkataan hoax itu. Terjemahan judul buku ini adalah “Lilin dalam Kegelapan, atau sebuah Risalah tentang Pesihir Perempuan dan Ilmu Sihir”. Dengan demikian, 'hoaks' sejak awal penggunaannya sudah bersifat negatif, jahat, dan gelap sehingga perlu diberi cahaya.

Hocus pocus (bahasa Latin) yang berarti tipuan, kelicikan, atau permainan sulap. Maka jika ada manusia yang bangga sebagai pencipta 'hoaks' itu pastilah ada sesuatu yang tidak beres dalam jiwanya atau memang dipakai keahlian jahatnya itu untuk maksud yang jahat pula. 

Pada era politik pascakebenaran yang sedang melanda jagat raya sekarang, masyarakat pada umumnya mudah menjadi rentan dan tertipu oleh berita dusta, apalagi jika disampaikan berulang-ulang. Oleh sebab itu, kewaspadaan dan kecerdasan kita perlu selalu diasah agar tidak menjadi korban 'hoaks' dengan sia-sia.

Demikianlah agar masyarakat Indonesia tidak terus dirusak oleh maksud-maksud jahat ini, sore kemarin saya kirim pesan via WA kepada Kapolri: “Pak Kapolri Yth. Mhn Polri cukup arif menyikapi kasus RS, krn semuanya bisa diputar balik. Trim. Maarif.” Sembilan menit kemudian, Kapolri menjawab: “Siap Buya. Polri akan obyektif dan profesional. Wass.” 

Pada pukul 21.52, hari yang sama, Kapolri kirim pesan WA lagi yang berbunyi: “Asww Buya. Kalau mgkin buya kasih masukan ke pak Jkw juga. Dan Buya membuat pernyataan yg mendinginkan publik agar kontestasi berjalan sehat sesuai prinsip2 demokrasi. Wass.”

Kita semua berharap bahwa kasus RS ini adalah kasus individual, tidak ada pihak lain yang bermain di belakangnya, sehingga bisa dilokalisasi sebatas yang bersangkutan saja. Di media sosial sejak beberapa hari ini telah berkeliaran tafsiran-tafsiran liar yang bisa merusak semangat integrasi nasional, sesuatu yang wajib dihindari. 

Demokrasi Indonesia yang dengan susah payah dibangun kembali, jangan sampai berantakan lagi oleh sikap-sikap yang tidak patriotik yang mungkin dilakukan sementara pihak. Harapan Kapolri sungguh menjadi harapan kita semua “agar kontestasi berjalan sehat sesuai prinsip2 demokrasi”.

Jika yang berlaku sebaliknya, cita-cita kemerdekaan berupa tegaknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan semakin menjauh saja, padahal bangsa ini sudah merdeka lebih dari 73 tahun. Betapa banyaknya waktu yang tersia-sia karena konflik politik masa lalu yang sering berdarah-darah. Apakah semua titik hitam ini belum cukup menyadarkan kita semua agar nasib bangsa ini tidak lagi terlunta-lunta oleh perbuatan sebagian anak-anaknya yang lupa akan tujuan kemerdekaan.

Sekalipun judul Resonansi ini: “Hoaks Ancam Sila Kedua Pancasila”, sebenarnya sila-sila yang lain juga sama terancam. Sila kedua ini berbunyi, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, sebuah sila filosofis yang maknanya dalam sekali. Sila ini memerintahkan rakyat Indonesia tanpa kecuali agar selalu berperilaku adil dan beradab dalam situasi yang panas dan kritikal sekalipun. 

Tetapi, alangkah sulitnya. Pengalaman sejarah sekian puluh tahun, sila ini sering dibinasakan oleh ambisi-ambisi kekuasaan tanpa kontrol oleh hati nurani dan akal sehat. Tidak ada jalan lain, jika bangsa ini ingin punya masa depan yang cerah dan bermartabat, sikap adil dan beradab wajib dijadikan pedoman keseharian kita, tidak terkecuali para politikus.

Melalui media sosial yang sangat marak pada era digital ini, 'hoaks' secara bebas telah menjadi senjata ampuh untuk melumpuhkan lawan-lawan politik yang tidak lain adalah saudara-saudara sebangsa dan senasib. Jika bangsa ini runtuh oleh kelakuan busuk dan jahat ini, sesal kemudian tidak ada gunanya, karena semuanya berlaku akibat minusnya rasa tanggung jawab bersama yang semestinya senantiasa dipimpin oleh sila kedua Pancasila.

Akhirnya, saya sungguh meminta kepada seluruh elite partai dan pendukungnya agar tetap menjaga semangat persaudaraan sebangsa dan senegara. Integrasi nasional jangan sampai diruntuhkan oleh para pecundang liar yang tunaadil dan tunaadab. 

Jelas, pencipta 'hoaks' tidak paham makna terdalam dari sila kedua Pancasila. Bangsa dan negara ini terlalu mulia untuk dikorbankan. Ingat peribahasa Arab ini, Mahmâ tubaththin tuzhhirhu al-ayyâm (Apa pun yang kau rahasiakan, sejarah pasti akan membongkarnya), cepat atau lambat. 'Hoaks' adalah perbuatan keji yang pasti akan ketahuan, betapa pun sengaja ditutupi! []

REPUBLIKA, 09 Oktober 2018
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar