Pesan
Buat Cawapres KH Ma'ruf Amin
Oleh:
Ahmad Syafii Maarif
Berdasarkan
info dari pihak pimpinan PDIP Daerah Istimewa Yogyakarta dan dari kepolisian,
Senin, 15 Oktober 2018 pukul 12.30-13.00, cawapres KH Ma’ruf Amin akan menemui
saya di Nogotirto bersama tim kampanye yang mendampinginya. Sekalipun saya
bersikap kritis atas proses pencalonannya sebagai cawapres, terhadap tamu
menurut ajaran Islam dan kultur Indonesia, kedatangannya harus diterima dengan
sebaik-baiknya.
Ada
beberapa pesan yang akan saya sampaikan kepadanya, sekiranya jadi berkunjung.
Jika berhalangan, semoga pesan ini akan sampai juga kepadanya.
Selain
itu, ada pula titipan pesan dari dua intelektual muda NU papan atas, ZM dan SQ,
untuk disampaikan pula kepada kiai ini, jika nanti terpilih jagi wapres.
Titipan itu kita sebut lebih dulu. Dari ZM, agar fatwa MUI tidak dijadikan
sebagai keputusan negara; MUI harus dijadikan lembaga pembentukan moral dan
karakter bangsa; fatwa soal Ahmadiyah punya dampak negatif di bawah karena
warga Ahmadiyah menjadi telantar dan dipersekusi.
Kemudian
dari SQ, ada pesan singkat agar Kiai Ma’ruf kelak menjaga pentingnya toleransi
agama di Indonesia. Pesan dari ZM dan SQ itu perlu menjadi perhatian serius
dari Kiai Ma’ruf agar MUI, siapa pun ketua umumnya nanti, bisa menjadikan
lembaganya sebagai payung moral umat Islam Indonesia. Politik praktis harus
dihindari sebab akan menurunkan martabatnya.
Pesan
dari saya sendiri ada tiga yang penting. Pertama, jika terpilih sebagai wapres,
Kiai Ma’ruf mesti mendudukkan dirinya sebagai wapres seluruh rakyat Indonesia,
bukan wapres dari parpol-parpol pendukung.
Ini perlu
ditekankan, sebab sekali seseorang menempati posisi nomor 1 atau nomor 2 di
republik ini, dia bukan lagi milik satu atau beberapa partai atau golongan,
melainkan secara konstitusional sudah menjadi milik seluruh bangsa yang harus
diperlakukan secara adil, tanpa pilih kasih.
Kedua,
sejalan dengan semangat di atas, Kiai Ma’ruf tidak hanya mahir menyebut 'Islam
Nusantara' sebagai produk dari wawasan kebangsaan NU, tetapi pada saat yang
sama perlu pula menyebut 'Islam Berkemajuan' sebagai produk pemikiran
Muhammadiyah. Selintas, masalah ini terkesan sepele, tetapi bagi perasaan
umumnya manusia punya nilai penting dalam mengukuhkan pilar-pilar integrasi
nasional.
Kiai
Ma’ruf tentu sangat paham dengan apa yang saya sampaikan ini. Sebab, dia selama
puluhan tahun telah malang melintang dalam dunia politik Indonesia melalui
berbagai partai yang dimasukinya.
Pengalamannya
di panggung politik nasional pasti telah mengkristal dalam pemikirannya sebagai
modal utama baginya untuk berkiprah lebih bijak dan lebih adil sekiranya posisi
wapres berhasil diraihnya nanti.
Ketiga,
terhadap kelompok Syi’ah dan Ahmadiyah, Kiai Ma’ruf agar mau berpikir ulang.
Mereka harus diperlakukan sebagai warga negara penuh, sekalipun kita tidak
setuju dengan pandangan keagamaannya. Pengusiran dan persekusi terhadap mereka
harus dihentikan sekali dan untuk selama-lamanya.
Indonesia
adalah Bumi Pancasila, Bumi Bhinneka Tunggal Ika, dan Rumah Kita Bersama yang
wajib dijaga dan dilindungi secara bersama pula. Sampai hari ini,
kelompok-kelompok ini masih belum merasa aman hidup di tanah airnya sendiri.
Pimpinan
ABI (Ahlul Bait Indonesia), salah satu komunitas Syi’ah di negeri ini
setidaknya sudah dua kali menemui saya di Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Mereka masih saja dibayangi ketakutan hidup di Bumi Pancasila ini, gara-gara
adanya fatwa keagamaan MUI yang tidak arif dan tidak konstitusional atas
keberadaan mereka.
Memang
tidak dapat dimungkiri, teman-teman Syi’ah dan Ahmadiyah sering bersikap
eksklusif dalam pergaulannya dengan umat Islam yang lain. Sikap semacam ini
dapat mengundang kecurigaan dari pihak lain.
Satu-satunya
jalan lempang untuk mengatasi masalah ini adalah diktum Alquran dalam surah
al-Hujurât (49) ayat 10: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu tidak lain
melainkan bersaudara, maka oleh sebab itu damaikanlah antara dua saudara kamu,
dan takwalah kepada Allah agar kamu beroleh rahmat.”
Itulah
beberapa pesan yang perlu diketahui oleh Kiai Ma’ruf Amin! []
REPUBLIKA,
16 Oktober 2018
Ahmad
Syafii Maarif | Mantan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar