Delapan Pelajaran Istimewa Hatim al-‘Asham
Berguru 30 Tahun
Sudah maklum adanya bahwa mencari ilmu
hukumnya wajib, utamanya ilmu agama dan syariat yang menjadi kunci keberhasilan
dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Mencari ilmu sangat wajib bagi setiap orang
muslim” (HR. Ath-Thabrani)
Sungguh beruntung sekali orang yang diberi
kesempatan oleh Allah ta’ala untuk bisa belajar dan mengeyam pendidikan
agama. Namun tidak semua orang mengerti terhadap cara dan tujuan yang benar di
dalam mencari ilmu.
Oleh sebab itu, pentinglah kiranya bagi kita
belajar dari teladan-teladan yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita di
dalam cara dan tujuan yang benar dalam mencari ilmu. Di antaranya adalah
teladan yang diriwayatkan dari seorang ulama besar di masanya. Beliau adalah
Hatim al-Asham, murid Syaqiq al-Balkhi radliyallahu ‘anhuma.
Suatu ketika Syaqiq bertanya kepada Hatim,
“Berapa lama engkau menemaniku?”
Hatim menjawab, “Tiga puluh tiga tahun.”
“Lalu apa yang telah engkau pelajari dariku
selama ini?” lanjut Syaqiq.
“Delapan pengetahuan,” jawab Hatim.
“Inna lillahi wa inna ilahi raji’un.
Umurku telah habis bersamamu namun engkau tidak belajar kecuali delapan
permasalahan,” jawab Syaqiq keheranan.
“Wahai guruku, aku tidak mempelajari selain
delapan permasalahan itu, dan sungguh aku tidak suka berbohong,” Hatim
meyakinkan.
“Sampaikan delapan permasalahan itu, agar aku
mendengarnya,” lanjut Syaqiq.
Hatim berkata, “Aku melihat seluruh manusia.
Kemudian aku melihat masing-masing dari mereka mencintai kekasihnya. Ia bersama
kekasihnya tersebut hingga sampai kubur. Namun, ketika ia sudah sampai kubur,
maka apa yang ia kasihi meninggalkannya. Maka aku jadikan amal-amal baik
sebagai kekasihku. Sehingga, ketika aku masuk kubur, maka kekasihku masuk ke
kubur bersamaku.”
“Bagus wahai Hatim. Lalu apa yang kedua?”
sahut Syaqiq.
Hatim melanjutkan, “Aku melihat firman Allah
azza wa jalla:
وَأَمَّا
مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى، فَإِنَّ الْجَنَّةَ
هِيَ الْمَأْوَى
“Dan Adapun orang-orang yang takut kepada
kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka
Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at: 40 - 41)
Aku yakin bahwa sesungguhnya firman Allah subhanahu
wa ta’ala adalah benar. Maka aku memaksa nafsuku untuk menolak hawa
(kesenangannya) hingga nafsuku tenang untuk taat kepada Allah ta’ala.
Yang ketiga, sesungguhnya aku melihat seluruh manusia. Aku melihat setiap orang
yang memiliki sesuatu yang berharga dan bernilai, maka ia akan mengangkat dan
menjaganya. Kemudian aku melihat firman Allah azza wa jalla:
مَا
عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللهِ بَاقٍ
“Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa
yang ada di sisi Allah adalah kekal.”(QS. An-Nahl: 96)
Sehingga, setiap aku memiliki sesuatu yang
bernilai dan berharga, maka aku hadapkan kepada Allah agar tetap terjaga di
sisi-Nya. Yang keempat, sesungguhnya aku melihat semua manusia ini. Aku melihat
bahwa masing-masing dari mereka kembali ke harta, keturunan mulia, kemuliaan dan
nasab. Aku renungkannya, ternyata semua itu tidak ada artinya. Kemudian aku
melihat firman Allah ta’ala:
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. al-Hujurat: 13)
Maka aku beramal taqwa berharap aku menjadi
orang yang mulia di sisi Allah. Yang kelima, sesungguhnya aku melihat semua
manusia ini. Sebagian dari mereka mencela sebagian yang lain, dan sebagian dari
mereka melaknat sebagian yang lain. Penyebab semua ini adalah sifat dengki.
Kemudian aku melihat firman Allah azza wa jalla:
نَحْنُ
قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.”(QS. Az-Zukhruf: 32)
Maka aku tinggalkan sifat dengki dan aku
menjauh dari manusia. Aku yakin bahwa sesungguhnya pembagian sudah ada dari
sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Maka aku menghindari permusuhan dengan
manusia.
Keenam, aku melihat para manusia. Sebagian
dari mereka berbuat zalim pada sebagian yang lain. Dan sebagian dari mereka
memerangi sebagian yang lain. Kemudian aku kembali kepada firman Allah ta’ala:
إِنَّ
الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu).”(QS. Fathir: 6)
Maka aku hanya memusuhi setan saja. Dan aku
berusaha sekuat tenaga waspada dan berhati-hati padanya. Karena sesungguhnya
Allah ta’ala telah bersaksi bahwa sesungguhnya setan adalah musuhku.
Maka akutidak memusuhi makhluk selain setan.
Yang ketujuh, aku melihat para manusia,
masing-masing dari mereka mencari serpihan roti hingga ada yang menghinakan
diri sendiri untuk mendapatkannya. Dan mereka terjerumus ke dalam sesuatu yang
tidak halal. Kemudian aku melihat firman Allah ta’ala:
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melata (makhluk
hidup) pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.”(QS. Huud: 6)
Maka aku yakin bahwa sesungguhnya aku
merupakan salah satu dari dawwab (makhluk hidup) ini yang ditanggung rezekinya
oleh Allah. Maka aku tersibukan dengan apa yang menjadi hak Allah ta’ala atas
diriku, dan aku meninggalkan apa yang menjadi hakku di sisi-Nya.
Yang kedelapan, aku melihat para manusia
berpasrah diri dan bertawakkal kepada makhluk. Sebagian tawakkal pada kebunnya,
sebagaian lagi tawakkal pada dagangannya, sebagian lain tawakkal pada
pekerjaannya, dan sebagian lain lagi mengandalkan kesehatan badannya. Semua
makhluk tawakkal pada makhluk yang lain yang sama lemahnya dengannya. Kemudian
aku kembali pada firman Allah ta’ala:
وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3)
Maka aku berserah diri kepada Allah azza
wa jalla. Aku yakin Allahlah Tuhan yang mencukupiku.”
Dengan senyum penuh bangga dan bahagia Syaqiq
berkata, “Wahai Hatim, semoga Allah ta’ala memberi taufiq padamu. Sesungguhnya
aku telah melihat ilmu-ilmu di dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur’an
al-Adhim. Aku menemukan semua jenis kebaikan dan ajaran agama. Semuanya
berkutat pada delapan permasalahan ini. Sehingga, orang yang mengamalkannya,
maka sesungguhnya ia telah mengamalkan keempat Kitabullah.”
Semoga kita dapat mengambil kedelapan
pelajaran penting yang telah disampaikan oleh Hatim al-Asham, amin ya rabbal
alamin. Wallahu a’lam. []
Kisah diambil dari keterangan al-Ghazali,
Ihya’ Ulumiddin, Beirut, Dar al-Fikr al-Ilmiyah, cetakan kelima, jilid I,
halaman 145 – 147.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar