Kamis, 25 Oktober 2018

Zuhairi: Musim Semi Muhammad bin Salman


Musim Semi Muhammad bin Salman
Oleh: Zuhairi Misrawi

Setahun lalu, Muhammed bin Salman dipuji setinggi langit karena terobosan barunya perihal modernisasi Arab Saudi dalam pelbagai sektor kehidupan, terutama ekonomi, politik, budaya, dan pandangan keagamaan.

Untuk pertama kalinya, perempuan Arab Saudi dapat merasakan kebebasan di ruang publik: mengemudikan mobil, berbisnis, dan menjadi tentara. Ia akan menyulap Laut Merah sebagai megawisata Timur Tengah pada tahun 2030.

Namun, kini pujian terhadap Muhammed bin Salman (MBS) berubah jadi kecaman dan kutukan. Dunia internasional menyoroti dugaan keterlibatan MBS dalam tragedi tewasnya Jamal Khashoggi. Hal tersebut setelah melihat hasil investigasi Turki terhadap tragedi tersebut. Sulit mengabaikan keterlibatan MBS dalam kematian Khashoggi.

Pihak Turki, yang kemudian dikutip media-media terkemuka di AS, seperti New York TimesThe Washington Post, dan CNN, menegaskan dugaan kuat keterlibatan MBS karena 15 orang yang datang ke Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, pada hari yang sama saat Khashoggi mengunjungi konsulat, 2 Oktober lalu, ditengarai punya kedekatan kuat dengan MBS. Bahkan, pihak Turki menemukan adanya komunikasi intensif antara Maher Muthrib sebagai otak pelakunya dan kantor MBS.

Di pihak lain, sejak kasus tersebut mencuat, MBS selalu menepis hasil investigasi Turki dengan berdalih Khashoggi sudah meninggalkan gedung konsulat. Bahkan, setelah Turki memastikan Khashoggi tewas di dalam konsulat, pihak Arab Saudi sebagaimana dinyatakan Donald Trump menegaskan kematian Khashoggi di tangan penjahat.

Satu hal yang sama sekali tidak bisa diingkari dan dibantah MBS bahwa saat memasuki kantor konsulat, Khashoggi menggunakan jam tangan Apple yang dapat merekam seluruh kejadian yang tersambung langsung ke telepon selulernya. Pihak Turki punya rekaman audio dan video perihal proses pembunuhan secara sadis terhadap Khashoggi yang berlangsung selama tujuh menit yang disebarkan ke sejumlah media lokal dan internasional.

Kritik-kritik Khashoggi

Kini, seluruh perhatian berpusat pada Arab Saudi, khususnya MBS. Pasalnya, kasus ini termasuk kasus spektakuler karena seorang warga negara dibunuh di kantor konsulat yang berada di negara lain. Kantor konsulat di mana pun mestinya memberikan pelayanan terbaik kepada warganya, tetapi yang terjadi pada Khashoggi justru sebaliknya: petaka!

Selain itu, Jamal Khashoggi merupakan seorang jurnalis senior yang kini menetap di AS. Dalam setahun terakhir, ia jadi kolomnis The Washington Post. Dalam kolom-kolomnya, Khashoggi secara leluasa melakukan kritik terhadap MBS.

Barangkali MBS tidak pernah berpikir bahwa kasus kematian Khashoggi akan mendapatkan perhatian luas dari dunia internasional. Dalam setahun terakhir, MBS dengan leluasa melakukan penangkapan besar-besaran terhadap warganya yang kritis, bahkan konon jumlahnya ribuan, termasuk aktivis, para pangeran, dan ulama. Khashoggi sendiri bisa bebas dari penangkapan karena berhasil eksodus ke AS. Selama menetap di AS ia menulis kritik-kritiknya pada MBS, mewakili suara-suara kritis yang dibungkam negaranya.

Menurut Khashoggi, seperti yang ditulis di The Washington Post, ia ingin agar reformasi dalam penegakan hukum dan paham keagamaan berlangsung secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Semua pihak dapat terlibat dalam pertukaran pikiran yang terbuka dan rasional. Misalnya soal pemberantasan korupsi, ia memandang mestinya pemberantasan korupsi berlangsung secara adil, imparsial, dan tidak tebang pilih. Semua pihak, termasuk MBS, tidak kebal dari penegakan hukum dalam konteks pemberantasan korupsi. Isu kepemilikan kapal pesiar dan rumah mewah MBS yang harganya ratusan miliar riyal, bahkan triliunan riyal, juga harus diusut tuntas.

Kritik Khashoggi juga terkait upaya MBS dalam menumpas ekstremisme dan membangun kembali moderasi Islam. Hal yang sangat ironis, mereka yang punya pikiran reformis justru dipenjara karena semata-mata kritis terhadap kebijakan MBS. Sementara mereka yang mempunyai pikiran ekstremis justru mendapatkan posisi strategis di lingkarannya. ”Bagaimana seorang yang mempunyai pikiran ekstremis dapat ditoleransi oleh MBS, sementara mereka yang punya pikiran reformis konstruktif justru ditangkap?” tulis Khashoggi dalam salah satu kolomnya di The Washington Post.

Menurut Khashoggi, sikap standar ganda yang diperankan MBS sangat tidak bagus bagi Arab Saudi. Mestinya semua pandangan diberi ruang yang sama untuk menguji setiap kebijakan dan menampung aspirasi dari setiap warga. Namun, hal itu tidak dilakukan MBS. Alih-alih membuka ruang diskusi dan partisipasi publik, MBS justru melakukan penangkapan yang menunjukkan Arab Saudi semakin represif. Karena itu, sikap MBS mirip sikap Putin di Rusia.

Padahal, dunia punya harapan besar terhadap MBS dengan pikiran-pikiran terbuka dan berkemajuan akan membawa Arab Saudi pada zaman baru. Kaum milenial merasa terwakili oleh MBS. Mereka dapat menikmati suasana baru dalam konteks konektisitas dengan dunia luar.

Namun, kematian Khashoggi menutup semua harapan itu. Dunia internasional semakin tahu dapur kekuasaan MBS. Madawi al-Rasheed dalam www.middleeasteye.net menyebut kematian Khashoggi dapat memasukkan Arab Saudi sebagai negara yang berbahaya (rouge state) karena MBS ditengarai terlibat dalam pembunuhan warganya di luar wilayah kekuasaannya. Melakukan pembunuhan secara sistematis di kantor konsulat merupakan sebuah kebiadaban dan kebrutalan.

Jadi lilin kebebasan

Oleh karena itu, kasus Khashoggi menjadi musim semi bagi MBS. AS yang selama ini menjadi mitra strategis dengan dukungan persenjataan dan politik di kawasan, sekarang mulai berpikir untuk meninggalkan Arab Saudi. Dalam kasus Khashoggi ini, baik Demokrat maupun Republik, mempunyai pandangan yang sama bahwa Arab Saudi harus mendapatkan sanksi yang berat. Hanya Donald Trump berusaha bersikap moderat dengan alasan adanya transaksi penjualan senjata kepada Arab Saudi yang jumlahnya mencapai 110 miliar dollar AS.

Namun, suara-suara yang mengemuka di AS saat ini cenderung berpandangan bahwa AS tidak memerlukan Arab Saudi. Sebaliknya, Arab Saudi yang sebenarnya lebih memerlukan AS. Begitu pula negara-negara Eropa mulai menyudutkan Arab Saudi karena pembunuhan secara brutal terhadap jurnalis merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang tak bisa ditoleransi.

Intinya, tak mudah bagi Arab Saudi keluar dari tekanan internasional saat ini. Dalam upaya modernisasi dan moderasi, MBS butuh dukungan besar dari dunia internasional. Pukulan telak yang harus ditelan, sejumlah sponsor, investor, dan media menarik diri dalam perhelatan forum investasi yang akan digelar akhir bulan ini. Dunia internasional sangat tidak menoleransi sikap brutal MBS terhadap Khashoggi.

Maka, sebagaimana dinyatakan Hatice Cengiz, tunangan Khashoggi di New York Times, kekasihnya adalah martir dan seorang patriot. Khashoggi meninggal untuk lahirnya kebebasan di Arab Saudi. Seorang tiran harus membayar atas dosa-dosa yang sudah dilakukan kepada warganya. Dan Khashoggi telah menjadi lilin bagi kebebasan dan perlunya melawan kaum tiran itu. []

KOMPAS, 20 Oktober 2018
Zuhairi Misrawi | Analis Pemikiran dan Politik Timur-Tengah The Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar