Musim
Semi Muhammad bin Salman
Oleh:
Zuhairi Misrawi
Setahun
lalu, Muhammed bin Salman dipuji setinggi langit karena terobosan barunya
perihal modernisasi Arab Saudi dalam pelbagai sektor kehidupan, terutama
ekonomi, politik, budaya, dan pandangan keagamaan.
Untuk
pertama kalinya, perempuan Arab Saudi dapat merasakan kebebasan di ruang
publik: mengemudikan mobil, berbisnis, dan menjadi tentara. Ia akan menyulap
Laut Merah sebagai megawisata Timur Tengah pada tahun 2030.
Namun,
kini pujian terhadap Muhammed bin Salman (MBS) berubah jadi kecaman dan
kutukan. Dunia internasional menyoroti dugaan keterlibatan MBS dalam tragedi
tewasnya Jamal Khashoggi. Hal tersebut setelah melihat hasil investigasi Turki
terhadap tragedi tersebut. Sulit mengabaikan keterlibatan MBS dalam kematian
Khashoggi.
Pihak
Turki, yang kemudian dikutip media-media terkemuka di AS, seperti New York Times, The Washington Post, dan
CNN, menegaskan dugaan kuat keterlibatan MBS karena 15 orang yang datang ke
Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, pada hari yang sama saat Khashoggi
mengunjungi konsulat, 2 Oktober lalu, ditengarai punya kedekatan kuat dengan
MBS. Bahkan, pihak Turki menemukan adanya komunikasi intensif antara Maher
Muthrib sebagai otak pelakunya dan kantor MBS.
Di pihak
lain, sejak kasus tersebut mencuat, MBS selalu menepis hasil investigasi Turki
dengan berdalih Khashoggi sudah meninggalkan gedung konsulat. Bahkan, setelah
Turki memastikan Khashoggi tewas di dalam konsulat, pihak Arab Saudi
sebagaimana dinyatakan Donald Trump menegaskan kematian Khashoggi di tangan
penjahat.
Satu hal
yang sama sekali tidak bisa diingkari dan dibantah MBS bahwa saat memasuki
kantor konsulat, Khashoggi menggunakan jam tangan Apple yang dapat merekam
seluruh kejadian yang tersambung langsung ke telepon selulernya. Pihak Turki
punya rekaman audio dan video perihal proses pembunuhan secara sadis terhadap
Khashoggi yang berlangsung selama tujuh menit yang disebarkan ke sejumlah media
lokal dan internasional.
Kritik-kritik Khashoggi
Kini,
seluruh perhatian berpusat pada Arab Saudi, khususnya MBS. Pasalnya, kasus ini
termasuk kasus spektakuler karena seorang warga negara dibunuh di kantor
konsulat yang berada di negara lain. Kantor konsulat di mana pun mestinya
memberikan pelayanan terbaik kepada warganya, tetapi yang terjadi pada
Khashoggi justru sebaliknya: petaka!
Selain
itu, Jamal Khashoggi merupakan seorang jurnalis senior yang kini menetap di AS.
Dalam setahun terakhir, ia jadi kolomnis The Washington Post. Dalam kolom-kolomnya,
Khashoggi secara leluasa melakukan kritik terhadap MBS.
Barangkali
MBS tidak pernah berpikir bahwa kasus kematian Khashoggi akan mendapatkan
perhatian luas dari dunia internasional. Dalam setahun terakhir, MBS dengan
leluasa melakukan penangkapan besar-besaran terhadap warganya yang kritis,
bahkan konon jumlahnya ribuan, termasuk aktivis, para pangeran, dan ulama.
Khashoggi sendiri bisa bebas dari penangkapan karena berhasil eksodus ke AS.
Selama menetap di AS ia menulis kritik-kritiknya pada MBS, mewakili suara-suara
kritis yang dibungkam negaranya.
Menurut
Khashoggi, seperti yang ditulis di The
Washington Post, ia ingin agar reformasi dalam penegakan hukum dan
paham keagamaan berlangsung secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Semua pihak dapat terlibat dalam pertukaran pikiran yang terbuka dan rasional.
Misalnya soal pemberantasan korupsi, ia memandang mestinya pemberantasan
korupsi berlangsung secara adil, imparsial, dan tidak tebang pilih. Semua
pihak, termasuk MBS, tidak kebal dari penegakan hukum dalam konteks
pemberantasan korupsi. Isu kepemilikan kapal pesiar dan rumah mewah MBS yang
harganya ratusan miliar riyal, bahkan triliunan riyal, juga harus diusut
tuntas.
Kritik
Khashoggi juga terkait upaya MBS dalam menumpas ekstremisme dan membangun
kembali moderasi Islam. Hal yang sangat ironis, mereka yang punya pikiran
reformis justru dipenjara karena semata-mata kritis terhadap kebijakan MBS.
Sementara mereka yang mempunyai pikiran ekstremis justru mendapatkan posisi
strategis di lingkarannya. ”Bagaimana seorang yang mempunyai pikiran ekstremis
dapat ditoleransi oleh MBS, sementara mereka yang punya pikiran reformis
konstruktif justru ditangkap?” tulis Khashoggi dalam salah satu kolomnya
di The Washington Post.
Menurut
Khashoggi, sikap standar ganda yang diperankan MBS sangat tidak bagus bagi Arab
Saudi. Mestinya semua pandangan diberi ruang yang sama untuk menguji setiap
kebijakan dan menampung aspirasi dari setiap warga. Namun, hal itu tidak
dilakukan MBS. Alih-alih membuka ruang diskusi dan partisipasi publik, MBS
justru melakukan penangkapan yang menunjukkan Arab Saudi semakin represif.
Karena itu, sikap MBS mirip sikap Putin di Rusia.
Padahal,
dunia punya harapan besar terhadap MBS dengan pikiran-pikiran terbuka dan
berkemajuan akan membawa Arab Saudi pada zaman baru. Kaum milenial merasa
terwakili oleh MBS. Mereka dapat menikmati suasana baru dalam konteks
konektisitas dengan dunia luar.
Namun,
kematian Khashoggi menutup semua harapan itu. Dunia internasional semakin tahu
dapur kekuasaan MBS. Madawi al-Rasheed dalam www.middleeasteye.net
menyebut kematian Khashoggi dapat memasukkan Arab Saudi sebagai negara yang
berbahaya (rouge state)
karena MBS ditengarai terlibat dalam pembunuhan warganya di luar wilayah
kekuasaannya. Melakukan pembunuhan secara sistematis di kantor konsulat
merupakan sebuah kebiadaban dan kebrutalan.
Jadi lilin kebebasan
Oleh
karena itu, kasus Khashoggi menjadi musim semi bagi MBS. AS yang selama ini
menjadi mitra strategis dengan dukungan persenjataan dan politik di kawasan,
sekarang mulai berpikir untuk meninggalkan Arab Saudi. Dalam kasus Khashoggi
ini, baik Demokrat maupun Republik, mempunyai pandangan yang sama bahwa Arab
Saudi harus mendapatkan sanksi yang berat. Hanya Donald Trump berusaha bersikap
moderat dengan alasan adanya transaksi penjualan senjata kepada Arab Saudi yang
jumlahnya mencapai 110 miliar dollar AS.
Namun,
suara-suara yang mengemuka di AS saat ini cenderung berpandangan bahwa AS tidak
memerlukan Arab Saudi. Sebaliknya, Arab Saudi yang sebenarnya lebih memerlukan
AS. Begitu pula negara-negara Eropa mulai menyudutkan Arab Saudi karena
pembunuhan secara brutal terhadap jurnalis merupakan pelanggaran hak asasi
manusia yang tak bisa ditoleransi.
Intinya,
tak mudah bagi Arab Saudi keluar dari tekanan internasional saat ini. Dalam
upaya modernisasi dan moderasi, MBS butuh dukungan besar dari dunia
internasional. Pukulan telak yang harus ditelan, sejumlah sponsor, investor,
dan media menarik diri dalam perhelatan forum investasi yang akan digelar akhir
bulan ini. Dunia internasional sangat tidak menoleransi sikap brutal MBS
terhadap Khashoggi.
Maka,
sebagaimana dinyatakan Hatice Cengiz, tunangan Khashoggi di New York Times, kekasihnya
adalah martir dan seorang patriot. Khashoggi meninggal untuk lahirnya kebebasan
di Arab Saudi. Seorang tiran harus membayar atas dosa-dosa yang sudah dilakukan
kepada warganya. Dan Khashoggi telah menjadi lilin bagi kebebasan dan perlunya
melawan kaum tiran itu. []
KOMPAS,
20 Oktober 2018
Zuhairi
Misrawi
| Analis Pemikiran dan Politik Timur-Tengah The Middle East
Institute, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar