Ketika
Trump "Mengancam" Raja Salman
Oleh:
Zuhairi Misrawi
Presiden
Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan sebuah pernyataan yang menghebohkan
jagad raya, "Kami selalu melindungi Arab Saudi, dan bukankah kamu tahu
mereka kaya? Dan, saya mencintai Raja Salman. Tapi, saya mengatakan kepada Raja
Salman, kami selalu melindungimu, dan mungkin kekuasaanmu tidak bisa bertahan
lebih dari dua minggu tanpa kami, kamu harus membayar kebutuhan
militermu."
Pernyataan tersebut disampaikan di depan pendukungnya di Southaven, Mississippi. Trump dikabarkan menelepon langsung Raja Salman setelah melontarkan kritik keras di forum NATO. Trump mulai mempertanyakan subsidi militer yang diberikan AS kepada sejumlah negara, di antaranya Arab Saudi, Jepang, dan Korea Selatan. Padahal negara-negara tersebut merupakan negara-negara kaya, tetapi selama ini mendapatkan subsidi militer yang lumayan besar. "Mereka harus bayar kepada kita. Masalahnya selama ini tidak ada yang mempersoalkan masalah ini," ujar Trump.
Sontak pernyataan Trump tersebut menimbulkan banyak spekulasi di Timur-Tengah. Arab Saudi sendiri masih adem-ayem merespons ancaman Trump. Sampai detik ini belum ada respons dari Arab Saudi. Padahal biasanya negara kaya minyak itu sangat cepat merespons intervensi negara-negara luar terhadap masalah domestik Arab Saudi.
Lihat
sikap Arab Saudi terhadap Iran, Kanada, dan Qatar. Muhammad bin Salman langsung
menyampaikan sikap politik yang tidak bersahabat terhadap negara-negara
tersebut. Padahal pernyataan Trump terbilang sangat keras, "Jika tidak
dibantu AS dalam dua minggu rezim Arab Saudi akan runtuh."
Sikap diam Arab Saudi terhadap ancaman Trump ini seakan mengonfirmasi, bahwa negeri kaya minyak tersebut mempunyai ketergantungan yang sangat besar terhadap AS. Di satu sisi, Arab Saudi sangat membutuhkan bantuan militer AS. Tetapi, di sisi lain AS juga membutuhkan uluran tangan Arab Saudi soal pemasokan minyak.
Banyak yang berpandangan, bahwa sikap keras Trump terhadap Arab Saudi diduga karena Arab Saudi sebagai pengendali OPEC cenderung akan menaikkan harga minyak, sehingga berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di AS dan belahan dunia lainnya. Sikap Arab Saudi yang sangat dominan dalam menentukan harga minyak dianggap Trump sangat tidak menguntungkan AS. Padahal AS selama ini telah banyak membantu dengan memberikan subsidi militer yang lumayan besar terhadap Arab Saudi.
Sikap Arab Saudi tersebut, menurut Trump, akan menjadi batu sandungan bagi AS yang akan menggelar pemilu sela akhir tahun ini. Jika harga minyak naik, maka akan berpengaruh terhadap ekonomi AS, yang hampir dipastikan dapat menggerus suara Partai Republik. Padahal Partai Republik dikepung oleh berbagai isu negatif perihal kebijakan kontroversial Trump dan keterlibatan mata-mata Rusia dalam Pilpres yang lalu.
Jika pertumbuhan ekonomi terus melamban akibat kebijakan Arab Saudi menaikkan harga minyak, maka akan menjadi pukulan telak bagi Trump dan Partai Republik. "Kami melindungi banyak negara tapi tanpa balasan yang setimpal, justru mereka mengambil keuntungan dengan menyodorkan harga minyak yang mahal kepada kami. Ini tidak baik. Kami ingin mereka menghentikan kenaikan harga minyak, dan kami meminta mereka untuk menurunkan harga minyak," tegas Trump.
Jadi, sikap keras Trump sebenarnya mendapatkan permakluman. Trump berpandangan bahwa turunnya harga minyak akan berpengaruh terhadap upaya mempertahankan kekuasaannya dalam pemilu sela akhir tahun ini. Dan, Arab Saudi harus membantu Trump dalam masa-masa sulit ini. Sebab yang bisa menyelamatkan Trump dan Partai Republik hanya pertumbuhan ekonomi yang dapat memuaskan sebagian besar AS. Apalagi Barack Obama ikut turun gunung membantu Partai Demokrat, sehingga posisi Trump berada di ujung tanduk.
Padahal Trump selama ini memberikan perlindungan dan bantuan yang sangat besar kepada Arab Saudi. Lihat misalnya, bantuan militer Trump dalam misi Arab Saudi menggempur Houthi di Yaman. Trump mengamini Arab Saudi dalam hal memutuskan kesepakatan nuklir yang sangat bersejarah dengan Iran. Sikap Trump yang keras terhadap Iran semata-mata dalam rangka mengikuti politik luar negeri Arab Saudi.
Meskipun demikian, sikap Trump yang keras mengancam Arab Saudi menimbulkan tanda-tanya, bahkan kritik keras dari banyak kalangan. Trump dianggap telah merendahkan Arab Saudi. Pasalnya sikap Trump tersebut disampaikan secara terbuka di depan publik dan disiarkan sejumlah televisi. Menurut Madawi Al-Rasheed, sikap Trump telah melanggar rambu-rambu dan etika diplomasi. Trump menunjukkan model diplomasi transaksional dan interpendensi yang akut Arab Saudi terhadap AS. Bahkan, Trump ingin menyatakan bahwa Arab Saudi tanpa perlindungan AS akan lumpuh.
Sikap Trump tersebut dapat mencoreng kedaulatan Arab Saudi di mata negara-negara Teluk dan Timur-Tengah pada umumnya, dan publiknya sendiri, terutama kaum milenial. Sikap tunduk pada tekanan AS, khususnya Trump akan semakin menggerus dukungan publik Arab Saudi. Apalagi media massa yang sepenuhnya dikontrol oleh rezim sama sekali tidak merespons ancaman Trump yang disampaikan secara terbuka.
Padahal Arab Saudi sangat lantang merespons intervensi Kanada dalam isu pelanggaran HAM. Begitu pula halnya terhadap kebijakan Qatar yang selama ini berseberangan dengan Arab Saudi. Trump tidak hanya mengkritisi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Arab Saudi, tetapi menembak langsung jantung kekuasaan dengan sudah mapan.
Tentu saja, sikap Trump akan menentukan arah masa depan Arab Saudi. Di satu sisi, Arab Saudi perlu menaikkan harga minyak untuk menaikkan pendapatan dalam rangka menutup defisit anggaran yang semakin besar akibat belanja persenjataan untuk perang di Yaman dan meladeni ancaman Iran. Tetapi, di sisi lain ia harus menghadapi tekanan dari Trump yang juga tidak mudah. Jika AS benar-benar menarik dukungan militer terhadap Arab Saudi, maka akan cepat dimangsa oleh Iran yang secara militer jauh lebih mapan dan benar-benar mengancam kedaulatannya. []
DETIK, 04
Oktober 2018
Zuhairi
Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik
Timur-Tengah di The Middle East, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar