Kisah Mbah Syifa’
Kacuk Membimbing Istri Istiqamah Shalat Malam
KH M Syifa’ Harun
merupakan tokoh agama kenamaan di daerah Kacuk, Kebonsari, Kota Malang, Jawa
Timur. Pengaruh beliau disegani masyarakat sekitar daerah tersebut. Sosok yang
kerap disapa Mbah Syifa’ ini disebutkan pernah nyantri di Sidoarjo, serta
berguru kepada banyak kiai kharismatik khususnya di daerah Malang Raya. Beliau
wafat pada tahun 1955 dan dimakamkan di Pemakaman Umum Kebonsari.
Kisah ini disampaikan
turun-temurun dalam berbagai kesempatan pengajian di Pondok Nurul Ulum,
terutama untuk motivasi para santri. Tak jarang juga dibacakan sebagai manakib
dalam pagelaran Haul. Mbah Syifa’ ini adalah istri pendiri pondok Kacuk,
almarhumah Nyai Hj Rohmah Noor. Keduanya dikaruniai dua anak, Nyai Kholifatuz
Zahro dan Gus Fauzi Syifa’, pengasuh Pesantren Nurul Ulum saat ini.
Pondok Nurul Ulum
Malang saat ini berkembang pesat, tidak lepas dari perjuangan awal Nyai Rohmah
Noor. Menurut Gus Fauzi, pengasuh Pondok Nurul Ulum yang merupakan putra beliau
dalam berbagai kesempatan pengajian, salah satu amalan yang tak lepas dilakukan
oleh Nyai Rohmah selama hidupnya adalah istiqamah dalam shalat tahajud dan
qiyamul lail.
Keistiqamahan ini tak
lepas dari bimbingan suami beliau, Mbah Syifa’, saat keduanya masih belum lama
menikah. Pada masa dahulu, perbedaan usia yang jauh antarmempelai dalam
pernikahan masih dipandang lumrah. Karena itulah Mbah Syifa’ yang sudah cukup
berumur, terpaut cukup jauh dengan usia Mbah Nyai Rohmah yang beranjak dewasa.
Cara Mbah Syifa’
membimbing istri beliau untuk istiqamah qiyamul lail ini tidak dengan langsung
menyuruh untuk melakukan shalat malam seperti beliau. Keluar malam hari di
daerah Malang masa itu, adalah salah satu tantangan tersendiri untuk
masyarakat. Selain belum ada lampu, serta jika bermaksud hendak berwudu, perlu
pergi ke sungai terdekat. Agak seram tentunya. Dan Anda tahu, udara Malang masa
itu masih tergolong dingin, terlebih di malam menjelang pagi.
Nyai Rohmah
dibangunkan oleh Mbah Syifa’ untuk menemaninya pergi ke sungai pada dini hari, hitung-hitung
membawa lampu cempluk. Hanya menemani saja, tidak lebih. Setelah kembali ke
rumah, Mbah Rohmah diizinkan Mbah Syifa’ untuk tidur kembali. Dan hal ini
terjadi sekian waktu lamanya.
Lambat laun karena
nyaris setiap hari diajak menemani berwudhu ke sungai, Mbah Nyai juga merasa
ingin ikut berwudhu juga. Hal ini tidak dipermasalahkan oleh suaminya.
Akhirnya, Mbah Nyai ikut wudhu, sesekali mengikuti shalat sang suami.
Hal ini berjalan
terus seiring waktu, hingga akhirnya Mbah Nyai Rohmah mengikuti amalan yang
dilakukan Mbah Syifa’ setiap harinya. Shalat malam menjadi keistiqamahan beliau
hingga akhir hayat. Amalan ini juga hingga saat ini menjadi rutinitas santri di
Pondok Nurul Ulum.
Dari kisah di atas,
perlu kita hikmahi bahwa cara mengajarkan agama pun tidak harus dengan cara
yang memerintah, melainkan bisa dengan bertahap dan tanpa paksaan, bahkan dalam
lingkup keluarga. Dengan demikian, ajaran agama yang ramah mampu menjadi
pondasi keluarga,serta menebar kebaikan untuk masyarakat sekitarnya. Wallahu
a’lam. []
(Muhammad Iqbal
Syauqi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar