Lebih Heroik Mengawal Stimulus di Tengah Pandemi dan Resesi
Oleh: Bambang Soesatyo
STABILITAS nasional dan ketertiban umum yang terjaga
sepanjang periode pandemi Covid-19 menjadi bukti dari efektivitas program
perlindungan sosial yang yang digagas dan direalisasikan pemerintah. Kini,
ketika perekonomian nasional sudah di zona resesi, akan lebih produktif dan
heroik jika semua elemen masyarakat ikut mengawal dan mengamankan stimulus
ekonomi.
Banyak orang pasti masih ingat cerita tentang reaksi
sebagian masyarakat saat presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama
Covid-19 di dalam negeri pada 2 Maret 2020. Hanya beberapa saat setelah
pengumuman itu dipublikasikan, terjadi aksi borong atau panic buying atas
sejumlah bahan pangan maupun produk lainnya. Tak hanya Panic buying, terjadi
juga lonjakan harga perlengkapan kesehatan. Banyak pusat belanja dan apotik
atau toko obat di berbagai kota diserbu konsumen yang ingin borong kebutuhan
pokok, obat-obatan dan peralatan kesehatan seperti masker atau hand sanitizer.
Untungnya, gambaran rasa cemas dan takut itu tidak
berlangsung berlarut-larut. Sejumlah institusi pemerintah di pusat dan daerah
segera membanjiri ruang publik dengan masker dan hand sanitizer. Panik segera
berlalu dan harga masker yang sempat melonjak ratusan persen kembali ke level
normal. Mengamankan kebutuhan pokok masyarakat, pemerintah gencar menyalurkan
bantuan sosial ke berbagai pelosok. Jumlah penerima manfaat Kartu Sembako yang
sebelumnya 15,2 juta ditambah menjadi menjadi 20 juta keluarga penerima manfaat
(KPM). Nominal Kartu Sembako naik dari Rp150.000 menjadi Rp200.000 per KPM dan
diberikan selama sembilan bulan hingga Desember 2020. Aksi borong sembako pun terhenti.
Untuk merespons dampak Covid-19 pada semua aspek
kehidupan masyarakat, pemerintah memang melakukan refocusing anggaran,
realokasi anggaran dan stimulus ekonomi. Kebijakan fiskal ditandai dengan
alokasikan anggaran kesehatan sampai Rp 87,55 triliun, dan alokasi anggaran
untuk program pemulihan ekonomi nasional sampai Rp607,65 triliun.
Kebijakan bagi keluarga yang berkekurangan tak hanya
bantuan Sembako. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk membantu ibu
hamil, anak usia 0-6, siswa SD, SMP, SMA, disabilitas hingga Lansia. Untuk
warga miskin pedesaan yang tak tersentuh Program Keluarga Harapan (PKH),
disediakan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Selain itu, BLT diberikan kepada
sembilan (9) juta KPM di luar Jabodetabek yang tidak menerima PKH dan kartu
sembako. Ada juga program pembebasan biaya listrik selama enam bulan bagi 24
juta pelanggan. Sedangkan program kartu Pra Kerja dengan anggaran Rp20 triliun
dialokasikan untuk membantu 5,6 juta pekerja.
Hingga memasuki pekan ketiga Oktober 2020, atau delapan
bulan setelah kasus Covid-19 pertama itu terdeteksi, stabilitas nasional dan
ketertiban umum tetap terjaga. Dengan demikian, program perlindungan sosial
yang direalisasikan pemerintah secara berkelanjutan itu terbukti efektif
menjaga kondusifitas. Tidak ada gejolak luar biasa, sehingga Satgas Covid-19
bersama semua pemerintah daerah bisa fokus berupaya mengendalikan penularan
Covid-19. Bahkan, karena kondusifitas itu pula, pemerintah bersama Komisi
Pemilihan Umum (KPU) berani menetapkan pelaksanaan Pilkada 2020 serentak pada
Desember mendatang.
Semua orang pun pasti kini telah paham bahwa pandemi
Covid-19 tidak hanya menyebabkan gangguan kesehatan dan kematian, tetapi juga
menghadirkan penderitaan bagi semua orang sehat. Jutaan orang kehilangan pekerjaan.
Jutaan orang juga kehilangan sumber rezeki atau pendapatan. Data resmi
menyebutkan bahwa total pengangguran akibat PHK selama periode Pandemi sekarang
sudah mencapai belasan juta. Namun, jumlah riel pengangguran dipastikan lebih
besar dari data resmi, karena banyak kasus PHK yang tidak dilaporkan atau tidak
terdeteksi. Di tahun 2021 mendatang, pemerintah memperkirakan total
pengangguran akan melampai jumlah 12,7 juta.
Mencegah berbagai kemungkinan terburuk, pemerintah coba menstimulir gerak tumbuh perekonomian nasional. Pemerintah terus melakukan stimulus ekonomi yang menjangkau semua entitas bisnis, baik badan usaha milik negara (BUMN), swasta hingga usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Stimulus dilakukan dari dua sisi. Untuk menjaga kekuatan permintaan atau konsumsi rumah tangga (demand side), dialokasikan anggaran Rp205,2 triliun. Sementara dari sisi produksi dan pasokan (supply side), dialokasikan anggaran sampai Rp384,45 triliun.
Beragam kebijakan stimulus disediakan bagi UMKM.
Antara lain, PPh final 0,5% ditanggung pemerintah. Ada juga subsidi
bunga/subsidi margin yang diberikan kepada debitur UMKM dengan plafon kredit
paling tinggi Rp10 miliar dengan jangka waktu enam bulan. Selain itu,
restrukturisasi KUR berupa perpanjangan jangka waktu, penambahan limit plafon
KUR, sampai penundaan pemenuhan persyaratan administratif dalam proses
restrukturisasi. Juga dilakukan akselerasi pemberian kredit untuk UMKM dan
industri padat karya melalui penempatan uang negara pada bank umum.
Untuk korporasi, diberlakukan kebijakan insentif bea
masuk ditanggung pemerintah (BM DTP) bagi bahan baku yang diimpor oleh 33
sektor industri dengan pagu BM DTP yang variatif. Pemerintah juga menggratiskan
jasa penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk seluruh eksportir. Diterapkan
juga kebijakan penjaminan pemerintah atas kredit modal kerja korporasi padat
karya sebesar Rp10 miliar hingga Rp1 triliun. Juga disediakan keringanan berupa
PPh 21 yang ditanggung pemerintah untuk 1.189 bidang industri tertentu,
perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat, serta pembebasan PPh 22
impor untuk 721 bidang industri tertentu. Keringanan lainnya berupa pengurangan
angsuran PPh 25, dari sebelumnya 30 persen menjadi 50 persen untuk 1.013 bidang
industri tertentu. Tak kalah menariknya adalah restitusi PPN yang dipercepat
untuk 716 bidang industri tertentu.
Rangkaian stimulus itu tentu saja bertujuan
melindungi dan menjaga produktivitas UMKM dan korporasi. Dengan produktivitas
UMKM dan korporasi yang terjaga, kemungkinan bagi terciptanya lapangan kerja
baru sangat terbuka. Karena itu, akan lebih heroik jika semua elemen masyarakat
menjaga dan mengawal realisasi stimulus ekonomi itu agar benar-benar mencapai
sasarannya. Laporan dan kritik dari masyarakat pasti ditunggu dan diharapkan
oleh pemerintah.
Mempersoalkan sejumlah pasal dalam Undang-undang (UU)
Cipta Kerja sama sekali tidak salah. Namun, jika berpedoman pada azas manfaat,
keberhasilan mengawal dan mengamankan stimulus ekonomi jelas lebih strategis
karena terkait dengan kemaslahatan puluhan juta orang. []
SINDOnews, 17 Oktober 2020
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar