Jumat, 02 Oktober 2020

Nasaruddin Umar: Al-Ta'lim al-Muta'allim (15) Ontologi Hewan

Al-Ta'lim al-Muta'allim (15)

Ontologi Hewan

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Salah satu contoh akan syahadah gair muthlaq ialah fauna atau hewan. Hewan lebih kompleks daripada tumbuh-tumbuhan. Jika pada tumbuh-tumbuhan memiliki tiga unsur berupa potensi hidup, makan, dan berkembang secara vertikal dan horizontal, maka hewan lebih istimewa lagi karena sudah memiliki unsur-unsur lebih lengkap. Selain memilki apa yang dimiliki tumbuh-tumbuhan hewan juga memiliki unsur lain berupa: 1) potensi gerak dan mobilitas (locomotion/muharrikah), yang memungkinkan hewan bisa berpindah tempat, bahkan burung-burung bisa bermigrasi ke belahan bumi yang lebih jauh. 2) Memiliki indera-indera terbatas (perceptions/mudrikah) sehingga memungkinkan baginya untuk menangkap dan merekam sesuatu dari dalam dirinya maupun sesuatu yang berasal dari luar dirinya.

 

Indera-indera yang dimiliki hewan mampu menangkap atau mempersepsi hal-hal dari dalam dirinya, seperti indera-indera universal (common sense), selanjutnya memiliki kemampuan untuk merekam apa yang ditangkap oleh indera universal itu ke dalam memorinya. Hewan juga sudah mampu menyusun data-data yang ada di dalam memorinya, untuk kepentingan penyelamatan diri. Kalangan pakar membuktikan bahwa jika di dalam suatu ruangan ada pisang digantung di langit-langit rumah yang tinggi, monyet sudah bisa menyusun kursi diangkat ke atas meja untuk menjangkau pisang yang tergantung di ketinggian langit-langit. Anjing memiliki kemampuan untuk disekolahkan seperti halnya manusia sesuai dengan kapasitas kecerdasan yang dimilkinya. Anjing memiliki kemampuan untuk mengelola penciumannya untuk mendeteksi suatu obyek yang dijadikan sasaran. Anjing polisi bisa memiliki harga yang sangat mahal sementara anjing biasa mungkin tidak punya harga. Kucing bisa betah dan setia di rumah, sehingga kucing banyak dipelihara di dalam rumah. Anjing setia menjaga tuan/nyonyanya dan kucing setia menunggu dan menjaga rumah tuan/nyonyanya.


Di dalam Al-Qur'an, hewan diciptakan untuk mengabdi kepada kepentingan manusia dalam mendukung kapasitasnya sebagai khalifah di muka bumi. Ketundukan alam semesta kepada manusia dikenal dengan konsep taskhir, yaitu ketundukan alamsemesta kepada manusia sebagai khalifah, sebagaimana dijelaskan dalam ayat:

 

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَن تَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ إِلَّا بِإِذْنِهِ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ


"Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia. (Q.S. al-Hajj/22:65).


Sebesar apapun kerbau atau gajah ia bisa ditundukkan oleh pengembalanya, sekalipun itu anak kecil. Di dalam Al-Qur'an banyak sekali ayat menggunakan nama binatang, seperti s. Al-Baqarah, S. al-nahl, S. al-'Ankabut, dan S. al-Fil. Al-Qurán juga banyak menceritakan bagaimana binatang begitu banyak jasanya di dalam mendukung kapasitasnya sebagai khalifah dan hamba Tuhan. Bagaimana Nabi Yunus bisa diselamatkan oleh ikan di laut bebas, bagaimana burung Hud-hud pernah mnjadi mata-mata Nabi Sulaiman, bagaimana burung-burung memusnahkan pasukan Abraha yang dhalim, bagaimana Nabi Shaleh menjadikan unta besar bisa keluar dari lubang kecil, bagaimana Nabi Muhammad saw sendiri dibantu penyelamatannya oleh burung-burung merpati yang bertelur di depan gua Tsaur, laba-laba yang membuat sarang dan menutupi lubang gua itu, dan bagaimana lebah madu bisa mengobati berbagai macam penyakit.


Binatang memiliki berbagai keunggulan sehingga tidak bisa disebut alam syahadah mitlak. Binatang masuk kategori alam syahadah gair muthlaq karena unsur-unsur dirinya memiliki berbagai kemampuan yang tidak bisa sepenuhnya dijelaskan secara logika, sebagaimana halnya alam syahadah mutlah (benda-benda mati). []

 

DETIK, 04 Juli 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar