Al-Ta'lim Al-Muta'allim (24)
The Top of The Secret
Oleh: Nasaruddin Umar
Di atas langit ada langit dan di atas puncak masih ada puncak. Di atas gaib ada Yang maha Gaib (sir al-asrar/the secret of the secret). Dia bukan alam tetapi sang pencipta alam. Dia memiliki dua dimensi, yaitu dimensi Wahidiyyah dan dimensi Ahadiyah. Ilustrasinya ibarat satu lembar kertas yang memiliki dua sisi. Salah satu sisinya berisi identitas dan pada sisi lainnya kosong. Sisih yang berisi identitas bisa difahami dan dijelaskan dan inilah yang disebut Maqam Wahidiyyah, yang di dalamnya ditemukan nama-nama dan sifat-sifat Tuhan, sebagaimana dalam artikel terdahulu (Ontologi al-A'yan al-Tsabitah). Sedangkan sisi yang kosong, tanpa identitas, inilah disebut Maqam Ahadiyyah (the Divine Nothingness/Sir al-Asrar). Maqam Ahadiyyah juga sering disebut "Gudang yang Tersembunyi" (al-Kanzal-Makhfi) atau "Gayb al-Guyub", "Haqiqat al-haqaiq". Sedangkan Maqam Wahidiyyah dapat dikatakan sebagai manifestasi sempurna (kamal al-istijla') dari Maqam Ahadiyyah.
Nama-nama dan sifat-sifat Tuhan berada di dalam Maqam Wahidiyyah karena merupakan hakekat yang menyingkapkan diri-Nya (madhahir al-asma'). Kita tidak mungkin mengenal diri-Nya melalui martabat Ahadiyyah maka Ia memperkenanlkan diri-Nya sendiri melalui Maqah Wahidiyah. Dari sini difahami bahwa 99 Nama Indah Tuhan yang dikenal dengan al-Asma' al-Husna, bisa merupakan jendela untuk mengintip, mengenal, dan mendekati Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an: "Dan Allah memiliki Asma'ul Husna maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu" (Q.S. al-A'raf/7:180).
Manifestasi Maqam Ahadiyah ke Maqam Wahidiyyah diterangkan dalam hadis Qudsi bahwa: "Aku pada mulanya harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal, maka kuciptakanlah makhluk dan melalui Aku mereka pun kenal pada-Ku." Dalam beberapa kitab tasawuf dijelaskan ketika Allah Swt sedang menyadari diri-Nya (subject conciusness) maka saat itu muncul subjek dan obyek dan muncul determinasi (mu'ayyan), manifestasi, spesifikasi. Ketika itu Tuhan tanazul (descended) dari kemutlakan-Nya menjadi partikularisasi. Ada yang sadar ada yang disadari meskipun subyek dan obyek tersebut masih tetap satu (Tunggal). Namun ketunggalan di sini oleh Ibnu 'Arabi disebut Ahadiyyah al-Wahid, yaitu ketunggalan relatif atau ketunggalan dari yang banyak. Berbeda di level Ahadiyyah Allah Swt betul-betul berada dalam ketunggalan atau keesaan mutlak sehingga disebut Ahadiyyah al-Ahad.
Meskipun dibedakan antara Maqam Ahadiyyah dan Maqam Wahidiyyah tetapi keduanya tidak bisa dipisahkan. Satu wujud eksistensi dan yang lainnya haqiqah (reality), 'ain (entity), sya'i (thing), dan ma'lum (penegetahuan Ilahi). Wujud dalam diri-Nya sendiri dalam level Ahadiyyah tidak dapat didefinisikan dan diketahui (unknowable). Sedangkan di level Wahidiyyah ialah Wujud yang dapat diketahui melalui realitas yang termanifestasikan oleh atau sejauh yang ditentukan dan didefinisikan oleh diri-Nya sendiri. Wujud Yang Maha Tinggi memang tidak tampak pada diri-Nya sendiri tetapi menyebabkan segala sesuatu selain diri-Nya menjadi tampak. Illustrasi sederhananya, seperti ombak dengan laut, matahari dengan cahayanya, api dan panasnya. Tidak mungkin ada ombak tanpa laut, tidak mungkin ada cahaya tanpa sumber cahaya, tidak mungkin ada panas tanpa sumber pasnya. Ombak adalah akibat atau reaksi dari adanya laut yang menjadi sebab.
Para teolog dan kalangan arifin beranggapan bahwa dari manifestasi dan tajalli Ahadiyyah ke Wahidiyyah dan seterusnya ke wujud aktual menjadi pangkal permulaan makhluk. Berawal dari potensi wujud (al-A'yan al-Tsabitah), kemudian menjelma wujud aktual (wujud al-khariji), atau biasa disebut maj'ul atau 'alam. Wujud aktual ini bertingkat-tingkat; mulai dari Alam Jabarut, Alam Malakut, Alam Barzakh, dan seterusnya sampai Alam Syahadah. Allahu A'lam. []
DETIK, 13 Juli 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar