Jumat, 30 Oktober 2020

Nasaruddin Umar: Ilmuan Muslim Populer di Barat (2) Jabir Ibn Hayyan (Geber)

Ilmuan Muslim Populer di Barat (2)

Jabir Ibn Hayyan (Geber)

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Jabir ibn Hayyan yang bernama lengkap Abû Musâ Jabir bin Hayyan, al-Kufi al-Thusi al-Shufiy al-Azadiy, yang di dunia Barat lebih dikenal dengan Geber, lahir pada tahun 100H/721M di Khurasan, Iran. Ia lahir dari seorang penganut Syi'ah yang berlaqab al-Harrani dari kelempok Mawali. Ia memiliki garis kedekatan dengan imam keenam Syi'ah yaitu Ja'far Ash-Shadiq yang bukan hanya sebagai pendiri madzhab hukum Syi'ah dua belas Imam atau lebih dikenal dengan madzhab Ja'fari. Ia juga menjadi tokoh penting dalam pengetahuan spiritual-esoteris. Pengaruh ajaran syi'ah tercermin dalam tulisan-tulisannya, seperti terdapat pada Mukhtar Rasa'il.

 

Profesi ayahnya dikenal sebagai penjual obat-obatan di kotanya. Hayyan berasal dari Syam yang kemudian pindah ke Thus, sebuah kota kecil yang berjarak 27 km dari Utara Masyhad yang dikenal sebagai kota transit bagi para pedagang dari berbagai negara, khususnya dari Baghdad, Turkistan, dan Cina. Postur Jabir ibn Hayyan besar dan tinggi berhias kumis dan jenggot, namun tidak mengesankan adanya kesan kasar atau angkuh. Ia malah berpenampilan sangat santun dan tawadhu. Bisa dimaklumi karena ia termasuk sufi yang selalu bertakhannus di malam hari.

 

Di rumahnya memilki bilik khusus yang dalam istilah tasawuf disebut khanqa, tempat untuk berkontemplasi dan bertadzakkur khususnya di malam hari. Dalam kontemplasinya ia menemukan kesimpulan spiritual yang disebutnya dengan Alkimia, yaitu jiwa yang kasar dan kotor bisa diangkat menjadi jiwa yang bersih, jerni, atau suci manakala melalui penempaan khusus seperti riyadhah dan mujahadah. Ia aktif memperkenalkan teori Alkimianya kepada masyarakat ketika itu.

 

Di siang hari hari-harinya dilewati di laboratorium. Obsesinya mendirikan laboratorium untuk membuktikan hipotesis yang diperoleh dari kontemplasinya bahwa logam dasar yang murah dan tidak punya harga pun dapat bentuk menjadi logam mulia (baca: emas) manakala dilakukan proses penempaan. Akhirnya melalui ketekunannya ia membuktikan bahwa ternyata logam dasar bisa diproses menjadi logam mulia. Proses ini kemudian disebutnya denganproses kimia. Inilah yang mengangkat dirinya di kemudian hari sebagai The Father of Chemistry oleh Will Durant.

 

Pada mulanya Jabir ibn Hayyan memulai penelitiannya di sebuah laboratorium kecil dan sederhana di Kufah. Di dalamnya hanya ada beberapa tabung yang diletakkan di atas sebuah tungku pemanas dan peralatan sederhana lainnya. Setelah mendapatkan hasil dan penelitian dikembangkan lebih luas maka dengan sendirinya memerlukan laboratorium lebih besar dan lebih lengkap. Dengan dukungan khalifah Harun al-Rasyid, penguasa ketika itu memfasilitasi Jabir untuk mendirikan laboratorium yang memadai. Di dalam lab ini Jabir melengkapi kebutuhannya berupa sarana seperti lesung penunmbuk dan bahan-bahan olahan yang perlu diaduk atau dihaluskan. Sebuah lesung yang terbuat dari emas murni yang beratnya tidak kurang dari 200 rithel (1 rithel Syria = 2, 564 kg) ikut melengkapi lab ini. Lab inilah yang nantinya mengantar Jabir memperoleh gelar "Prestasi Jabir" (The Works of Geber). Mungkin Jabir sendiri tidak pernah membayangkan hasil temuannya dikembangkan sedemikian rupa oleh ilmaun modern saat ini menjadi sesuatu yang amat luas dan mencakup berbagai rekayasa genetik.

 

Karya-karya monumental Jabir banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa. Salah satu di antaranya yang paling popular ialah Al-Fihrist, yang dikelompokkan kepada empat kelompok, yaitu: 1) Esei sistematis yang menjelaskan tentang praktek Alkemia. 2) Eksposisi sistematis tentang pengajaran Alkemia. 3) Eksposisi prinsip filosofi Alkimia dan astrologi, termasuk Kutub al-Mizan yang berisi tentang keselarasan hidup. 4). Hasil-hasil penelitian dan pembuktian konsep-konsep yang dirumuskan di dalam Kutub al-Mizan. Keempat komponen ini merupakan karya orisinal Jabir ibn Hayyan yang hingga kini tetap menjadi rujukan penting. []

 

DETIK, 21 Juli 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar