Kamis, 15 Oktober 2020

(Ngaji of the Day) Al-Qur’an Memilih Genrenya Sendiri

Al-Qur’an hadir ke muka bumi tidak mengikuti jenis susastra mana pun. Ia bukanlah puisi, bukan khitabah (pidato, red), tidak pula menyerupai pepatah Arab (mastal), atau kata-kata hikmah, sebagaimana yang biasa dicipta oleh orang-orang Arab jahiliyah.

 

Sastra Arab pada masa jahiliyah sangat populer dengan bentuk puisi (syi'ir/qashidah). Ia sudah menjadi daging dan darah bagi mereka; dirayakan kemengannya, disanjung penyairnya, bahkan dianggap setengah tuhan. Mereka juga mengenal bentuk prosa, khutbah, washiyah, hikmah, mastalmunafarahmufakharahsaj kuhhanusthurah, dan qisshah, juga qashidah ghanaiyyah.

 

Nastar (prosa) tidak banyak diperbincangkan oleh orang Arab jahiliyah, tidak pula ada perayaan besar, bahkan tidak terlalu populer di kalangan mereka. Jenisnya pun tidak banyak diperhatikan, mungkin hanya sebagian kecil dari orang Arab yang mengenalnya. Mereka yang mumpuni pun tidak punya kedudukan, tidak pula disanjung seperti para penyair.

 

Puisi lirik (al-syi'ru al-ghinai) paling populer pada masa Jahiliyah, atau dikenal dengan al-syi'ru al-wijnadi, menurut Hafidh Ibrahim, masa jahiliyah adalah masa keemasan jenis puisi ini, sudah sampai puncaknya, dicatat dalam sejarah mereka, digantung di Ka'bah dan diberi penghargaan bagi pemenangnya, dinyanyikan dalam setiap pesta, didendangkan di tempat-tempat perjudian, dikobarkan dalam peperangan, dibincangkan di pasar-pasar. Dan puisi Muallaqat (digantung di Ka’bah) dibuat sebagai dasar, rujukan, ushul dari bahasa Arab, kaidah-kaidahnya merujuk padanya. Dan di masa inilah Al-Qur’an itu hadir.

 

Apakah Al-Qur’an menyerupai al-syi'ru al-ghinai, atau prosa yang menyebar di kalangan mereka? Mari kita lihat sepintas.

 

Al-Qur’an hadir dengan bentuk yang berbeda, bukan berbentuk bait-bait, dan pula tidak berbentuk prosa khutbah, atau hikmah. Ia hadir dalam bentuk berbeda dengan nama berbeda pula "Al-Fur'qan", dengan ayat-ayatnya dan surat-suratnya.

 

● Surat al-Isra: 106

 

وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ

 

● Surat al-Furqan: 1

 

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيراً

 

● Surat al-Hijr: 1

 

الر تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ وَقُرْآنٍ مُبِينٍ 

 

● Surat an-Nur: 1

 

سُورَةٌ أَنْزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا

 

Nama berbeda, bukan syi'r bukan pula nasr, tapi Al-Qur’an, Al-Furqan, dengan ayat-ayat dan surat-suratnya. Ia tidak dikenal di kalangan Arab Jahiliyah, bukan yang seperti mereka dendangkan, dan bahkan terkaget-kaget ketika ada beberapa surat yang dibuka dengan huruf-huruf langka seperti "Nûn", "Yâ Sîn", "Alif Lâm Mîm", "Qâf". Buat mereka ini aneh karena di luar tradisi puisi, bukan pula prosa yang mereka kenal.

 

Nada dan langgamnya tidak seperti puisi, melainkan memiliki polanya sendiri, seperti:

 

وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا، وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا، وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا، فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا، فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا، 

 

Tiba-tiba dalam satu surat berubah 

 

يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ، تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ، قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ

 

Kadang dalam satu surat, kita menemukan kisah, tapi ia bukan cerpen apalagi novel. Ada pola yang unik, dengan imaji yang tinggi, juga tidak sepi dari majas, personifikasi, metafora, hiperbola, tamsil, simile, alegori, atau eufinisme. Tiba-tiba ada kata perintah, peringatan, kabar gembira, siksa, hukum dan seterusnya. Di satu waktu mengobarkan semangat, tapi tiba-tiba sedih, tiba-tiba gembira, ada harapan, ada ancaman, pengkhianatan, kemunafikan, dosa, dan dusta. Ada sisipan kisah orang-orang terdahulu, keghaiban, surga dengan keindahannya, neraka dengan kengeriannya. Gaya Ini tidak ditemukan pada karya sastra sebelumnya (masa jahiliyah).

 

Belum lagi bagaimana ia membuka suratnya (fawatih) atau menutupnya (khawatim) dengan indah, dari segi pilihan diksinya, dengan bahasa yang kadang belum dikenal sebelumnya, akurasi pencitraan: transendensi ekspresi (sumuu ta'bir) dan ungkapannya yang kuat (udmah ta'bir), singkat padat (ijaz), dan pengulangan yang tidak biasa (balaghah al-tikrar).

 

Demikian pula, Al-Qur’an menggunakan nama yang asing dalam setiap suratnya: sapi (al-Baqarah) , guntur (al-Ra'd), meja makan (al-Maidah), gua (al-Kahf), Muhammad, cahaya (al-Nur), dan lain-lain, dan banyak kisah dalam setiap suratnya, ada pula yang mirip tapi berbeda, menggunakan diksi yang berbeda pula.

 

Membicarakan Al-Qur’an tidak akan pernah selesai. Tafsir selalu bertandang. Setiap zaman punya kekhasan. Ia benar-benar mutiara. Innâ anzalnâhu qur'ânan ‘arabiyyan la‘allakum ta‘qilûn. []

 

Refrensi:
Al-Qur’an Tarikh al-Adab al-Islami al-'Asr al-Jahiliyah

 

Halimi Zuhdy, Dosen Bahasa dan Sastra Arab (BSA) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang; Wakil Ketua RMI PCNU Kota Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar