Resesi dan Pandemi Sebagai Masalah Bersama
Oleh: Bambang Soesatyo
RESESI ekonomi dan pandemi Covid-19 menjadi dua
persoalan saling berkait. Sebab, resesi ekonomi 2020 terjadi karena Pandemi
Covid-19. Untuk keluar dari dua perangkap ini, peran masyarakat dalam mematuhi
protokol kesehatan justru menjadi kontribusi penyelesaian masalah yang paling
menentukan.
Bahkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 sekali pun
mengakui tidak bisa memprediksi kapan puncak kasus Covid-19 di Indonesia. Bagi
Satgas, riwayat pandemi ini sangat bergantung pada kepatuhan masyarakat
menerapkan protokol kesehatan. Naik-turunnya jumlah kasus Covid-19 benar-benar
ditentukan oleh perilaku masyarakat menyikapi protokol kesehatan tentang
pemakaian masker, menjaga jarak dan rajin cuci tangan.
Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan bersama,
perekonomian Indonesia sudah berada dalam zona resesi karena pertumbuhan
negatif di kuartal II dan III tahun ini. Kalkulasi tentang proyeksi pemullihan
ekonomi nasional pun tidak bisa tidak harus berpijak pada kecenderungan jumlah
kasus Covid-19 sebagai faktor utama. Mengedepankan optimisme, pemerintah
memproyeksikan perekonomian nasional diharapkan mulai awali proses pemulihan
pada kuartal IV-2020 dan berakselerasi pada 2021. Namun, optimisme ini tetap
masih dipengaruhi kecenderungan pandemi Covid-19 dan faktor ketersediaan vaksin
corona pada 2021.
Kalau semua elemen masyarakat gagal berkontribusi
menekan jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri, optimisme itu tak akan terwujud,
dan akibatnya akan sangat tidak menyenangkan. Sebab, semua orang tak bisa
menghindar dari ekses resesi ekonomi. Tentu saja kehidupan bersama sepanjang
periode itu menjadi sangat tidak nyaman karena masih dihantui rasa takut akan
tertular Covid-19, sementara sisi perekonomian setiap orang pun menjadi makin
sulit. Jadi, keterkaitan atau saling mempengaruhi antara resesi ekonomi dengan
pandemi Covid-19 tidaklah mengada-ada, melainkan sebuah fakta yang harus
diterima dan disikapi bersama oleh semua elemen masyarakat.
Karena itu, jangan lagi ada kelompok masyarakat yang
merasa kebal dari kemungkinan tertular Covid-19. Pun, jangan lagi membangun
persepsi bahwa pandemi global Covid-19 sebagai rekayasa. Bahkan, jangan pernah
lagi beranggapan bahwa Covid-19 sebagai penyakit orang kaya. Sudah terbukti
bahwa virus ini bisa menular ke siapa saja tanpa kecuali; dari mereka yang
lanjut usia hingga usia anak; dari orang kaya hingga mereka yang berkekurangan,
dan dari masyarakat biasa hingga pejabat tinggi negara. Dan, jangan lupa bahwa
disebut pandemi global karena virus SARS-CoV-2 ini sudah mewabah ke seluruh
negara di dunia; dari negara kaya atau super power hingga negara miskin.
Kematian di seluruh dunia akibat Covid-19 telah
melampaui jumlah satu juta, dengan jumlah kasus terkonfirmasi lebih dari 34
juta. Para ahli pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sangat yakin bahwa
angka-angka ini tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya. Jumlah kasus maupun
jumlah kematian diyakini lebih tinggi dari angka-angka terkonfirmasi itu.
Gambaran paling memprihatinkan terlihat di Amerika Serikat (AS), dengan 7,1
juta kasus terkonfirmasi dan 205 ribu kematian. Menyusul kemudian Brasil dengan
4,7 juta kasus dan 142 ribu kematian. India di urutan berikutnya. Kendati
jumlah kasusnya lebih banyak, sekitar enam juta kasus, namun jumlah kematian
95.000 atau lebih rendah dibanding Brasil.
Dengan memahami fakta dan kecenderungan di AS, Brasil
dan India itu, seluruh elemen masarakat Indonesia hendaknya tidak boleh lagu
menyederhanakan ancaman dari Covid-19. Semua orang patut prihatin karena jumlah
rata-rata kasus baru per harinya bertambah dengan jumlah di atas 4.000 kasus.
Karena bertambah 4.174 kasus baru per Kamis (1/10), jumlah kasus Covid-19 di
dalam negeri menjadi 291.182, dengan total kematian 10.856. Memang, jumlah pasien
sembuh berdasarkan pemeriksaan dengan metode polymerase chain reaction (PCR)
juga terus bertambah. Hingga awal Oktober 2020 ini, total pasien Covid-19 yang
sembuh menjadi 218.417 pasien. Namun, angka kesembuhan itu tidak boleh
mendorong setiap orang meremehkan ancaman dari Covid-19. Selain itu, dengan
kesadaran dan gerakan bersama menekan jumlah kasus Covid-19 hingga level
terendah, citra negara-bangsa akan favourable untuk mengakselerasi pemulihan
ekonomi.
Tak dapat dipungkiri bahwa kesulitan mengendalikan proses penularan Covid-19 mendorong banyak negara, termasuk Indonesia, menunggu dan mengandalkan hadirnya vaksin corona. Beberapa hari lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa vaksin COVID-19 akan bisa segera disuntikkan dalam waktu dekat, sehingga kehidupan bisa kembali normal. Presiden bahkan optimis pemberian vaksin bagi masyarakat bisa dilakukan pada akhir 2020 atau awal 2021 mendatang. Untuk tahap awal, pemberian vaksin diprioritaskan bagi sekitar 170 juta masyarakat. Kemudian, secara bertahap, vaksin akan diberikan kepada semua masyarakat. AS pun memperlihatkan sikap dan posisi yang sama. Pendiri Microsoft, Bill Gates, yang mendanai pembuatan beberapa vaksin Corona, bahkan yakin bahwa publik AS akan meraih kembali kehidupan yang normal pada musin panas 2021. Gates yakin karena vaksin corona sudah disetujui untuk disuntikan kepada semua orang di AS pada tahun mendatang.
Di Indonesia, pemerintah pun sudah bekerja keras,
tidak hanya untuk menghadirkan jumlah vaksin dalam jumlah atau volume yang
memadai, tetapi juga berupaya meminimalisir kerusakan pada sektor ekonomi
akibat pandemi dan resesi. Untuk keperluan produksi vaksin oleh PT Bio Farma,
bahan bakunya akan dipasok dari Tiongkok oleh Sinovac mulai November 2020.
Sesuai kesepakatan Bio Farma dan Sinovac, Indonesia mendapatkan bahan baku
untuk sebanyak 50 juta dosis. Pasokan sejumlah itu akan rampung hingga Maret
2021. Bahan baku itu menjalani pengujian terlebih dahulu oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM). Produksi vaksin dijadualkan bisa dimulai awal 2021.
Kapasitas produksi Bio Farma yang tahun ini sebesar 100 juta dosis akan
ditingkatkan menjadi 250 juta dosis pada 2021.
Untuk menjaga ketahanan ekonomi dan kesehatan
masyarakat, Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi KPCPEN (Satgas PEN)
terus berupaya memperbesar realisasi penyerapan anggaran. Untuk pemulihan
ekonomi dan merawat kesehatan masyarakat, Satgas ini mengelola anggaran Rp
695,2 triliun. Total anggaran ini untuk menopang ketahanan empat sektor,
meliputi perlindungan sosial, ketahanan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM),
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah daerah. Anggaran yang sudah terserap
mencapai Rp 304,6 triliun atau 43,8 persen.
Khusus untuk pemulihan ekonomi, penyerapannya sudah
melampaui Rp 100 triliun hingga akhir September 2020. Sedangkan serapan
anggaran perlindungan sosial sudah mencapai Rp 36,3 triliun atau 97,1 persen
dari pagu anggaran Rp 37,4 triliun untuk 10 juta keluarga. Dan, dengan pagu Rp
43,6 triliun, realisasi Program Kartu Sembako sudah mencapai Rp31,9 triliun
atau 73,2% kepada 19,4 juta penerima manfaat.
Ini semua menjadi bukti bahwa negara dan pemerintah
tidak sekadar hadir di tengah pandemi dan resesi ekonomi, tetapi juga bekerja
keras. Karena resesi dan pandemi Covid-19 sudah menjadi persoalan bersama,
bangsa dan negara butuh kontribusi dari masyarakat berupa kepatuhan pada
protokol kesehatan. []
KORAN SINDO, 02 Oktober 2020 - 07:29 WIB
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar