Peluang Sebuah Generasi
Oleh: Sindhunata
Siapa bisa mengalahkan Brasil, dia boleh menatap final dengan
optimistis. Rupanya itulah sebuah kepercayaan tradisi dalam Piala Dunia. Dan,
lewat sebuah pertandingan perempat final yang amat sulit, Belgia pada Piala
Dunia 2018 ini telah memenuhi persyaratan tradisi itu. Akankah generasi emas
Belgia ini sampai ke final dan menjadi juara?
Dalam Piala Dunia 1986, Belgia juga sampai ke semifinal bersama
generasi emasnya, seperti Jan Ceulemans, Enzo Scifo, dan René Vandereycken.
Ternyata Ceulemans dan segenerasinya kandas 0-2 di kaki Argentina bersama Diego
Maradona. Baru setelah 32 tahun berlalu, dalam Piala Dunia 2018 ini, Belgia
sampai kembali ke semifinal, juga bersama generasi emasnya, seperti Kevin de
Bruyne, Romelu Lukaku, dan Eden Hazard. Akankah dengan generasi emas itu Belgia
dapat melewati semifinal dengan mengalahkan Perancis?
Buat Kevin de Bruyne, ternyata generasi emas itu bukanlah kosakata
penting. ”Apakah generasi emas atau bukan, turnamen macam ini selalu sulit.
Jika kita ingin menang, kita harus bisa mengalahkan nama-nama besar,” kata
gelandang kreatif itu.
Dengan mengalahkan Brasil, De Bruyne dan kawan-kawannya telah
melewati ujian yang amat sulit. Ujian itu tidak hanya berkenaan dengan
kecerdikan bermain, tetapi juga dengan ketahanan mentalitas. ”Lima belas menit
terakhir melawan Brasil sungguh merupakan tes karakter,” kata De Bruyne.
Pelatih Belgia Roberto Martinez menyebut kemenangan Belgia atas
Brasil itu sebagai ”sebuah kemenangan mentalitas”. Di babak kedua, Belgia
tampak kedodoran, lebih-lebih setelah Renato Augusto membobol gawang mereka,
memperkecil ketinggalan Brasil, 1-2.
Namun, dengan keteguhan mentalnya, pemain Belgia dapat membela
gawang Thibaut Courtois untuk tidak kebobolan sampai akhir laga. ”Mereka
sungguh kuat. Kemenangan mereka bukanlah keberuntungan. Mereka mempunyai
Courtois. Dan, mereka efektif,” kata Tite, Pelatih Brasil.
Menurut Hazard, sekarang Belgia lebih kuat daripada empat tahun
lalu. Ketika itu, pada Piala Dunia Brasil 2014, mereka dikalahkan Argentina.
Selain itu, Belgia juga lebih matang dibandingkan dua tahun lalu saat ditekuk
Wales, 1-3, di perempat final Piala Eropa 2016. ”Kami mempunyai pemain-pemain
top dan kami bermain sebagai grup, bukan sendiri-sendiri. Kami tahu apa yang
harus kami lakukan dan apa yang tidak boleh kami lakukan,” kata Hazard.
Walau tidak memandang enteng, Belgia 100 persen siap mengalahkan
Perancis. Di mata Hazard, Perancis dengan taburan pemain mudanya justru punya
permasalahan yang lebih rumit. Dihadapkan pada sistem knock out, pengalaman dan
kematangan itu sangat perlu. Dalam hal ini, Belgia kiranya lebih berpengalaman.
”Sekarang usia kami di antara 25 dan 30 tahun. Kami mempunyai kematangan yang
sama. Itu kiranya modal yang sangat berarti dalam pertandingan ini,” ujarnya.
Bahwa Belgia sekarang dipandang hebat, itu tidak terlepas dari
pelatih mereka, Roberto Martinez. Martinez dianggap sebagai ”intelektual bola”
yang sangat terinspirasi oleh Johan Cruyff dan Pep Guardiola. Martinez banyak
menimba pengalaman di Liga Inggris dan pernah membawa Wigan Athletic menjadi
juara Piala FA. Ia cerdik dalam mengolah taktik. Rantai pertahanan Belgia
dibuatnya efektif lagi sehingga Belgia dapat menunjukkan kelasnya kembali jika
mereka menyerang balik.
Selain itu, pemain-pemain Belgia rupanya merasa nyaman bermain di
bawah asuhan Martinez. Lebih-lebih De Bruyne. Dia tak asing dengan Martinez
karena gaya dan taktik Martinez nyaris sama dengan Guardiola, guru dan
pelatihnya di Manchester City.
De Bruyne memang telah menginternalisasi ajaran Guardiola. Di
bawah Guardiola, ia berkembang sepesat-pesatnya. Saking hebatnya, De Bruyne
yang pemalu dan pendiam itu mendapat julukan ”King Kevin”.
De Bruyne bukan seorang pemain yang egoistis. Betapa pun kelihatan
ia mempunyai peluang untuk mencetak gol, ia toh memberikan bola kepada rekannya
sehingga gol itu tercipta dengan lebih indah. Maka, passing-nya menjadi sebuah
seni. ”Ia adalah pianis kami. Ia mempunyai wawasan, inteligensi, dan umpan
dahsyat,” ujar Benjamin Mendy, rekan bermainnya di Manchester City, yang malam
ini akan menjadi lawannya.
Pujian dilayangkan kepada De Bruyne dan kawan-kawannya setelah mereka
memulangkan Brasil. Masa lalu yang muram sudah di belakang mereka. ”Ini adalah
permainan hidup mereka. Permainan sebuah generasi. Segala kekecewaan masa lalu
telah dilupakan dan dimaafkan. Kesebelasan ini telah memasuki sejarah bola dan
akan selalu berada di dalamnya,” tulis koran Belgia, La Derniere Heure.
Dalam Piala Dunia 2018 ini, sepintas Perancis lebih dijagokan
ketimbang Belgia. Namun, melihat prestasi Belgia sampai fase ini, orang tidak
lagi berpendapat Perancis bakal mudah mengalahkan Belgia. Dalam hal ini,
Perancis harus belajar dari kesalahan Brasil. Brasil tidak memperhitungkan
serangan balik Belgia yang sangat dahsyat karena keasyikan menyerang.
Jelas, pertandingan semifinal pada Rabu (11/7/2018) dini hari
nanti akan seru. Le
Figaro menulis, duel dua kesebelasan ini pasti akan eksplosif.
Belgia versus Perancis adalah sebuah finale
avant la lettre, final sesungguhnya, yang telah terjadi sebelum
final. []
KOMPAS, 10 Juli 2018
Sindhunata Wartawan | Pencinta Sepak Bola
Tidak ada komentar:
Posting Komentar